Pilkada 2020 di Ambang Masalah, Ketidakpercayaan Rakyat Makin Tinggi
Musdar, telisik indonesia
Selasa, 21 Januari 2020
0 dilihat
Ketua Presidium JaDi Sultra. Hidayatullah SH. Foto: Istimewa
" Ini sangat berpengaruh kuat dalam kesuksesan pilkada serentak 2020 ini. "
KENDARI, TELISIK.ID - Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Sultra, Hidayatullah, SH menilai, rakyat sebagai aktor dalam pilkada serentak 2020 telah mengalami distrust (ketidakpercayaan) tinggi atas keabsahan pilkada.
Baca Juga: Garuda Akan Beroperasi Kembali di Bandara Baubau
Dari analisis kelembagaan, saat ini rakyat alami distrust tinggi terhadap KPU dan diragukannya legal standing Bawaslu kabupaten/kota dalam pengawasan pilkada serentak 2020.
Hal itu terjadi dimulai dari kasus yang berkaitan dengan OTT Wahyu Setiawan (Komisioner KPU RI) membuat rakyat alami distrust yang sangat tinggi terhadap lembaga KPU.
Dijelaskan, pada 2019, pelaksanaan pemilu serentak tahun 2020 dan kasus OTT Wahyu Setiawan adalah klimaks distrust publik terhadap penyelenggara pemilu khususnya KPU. Padahal, demokrasi egaliterian yang dibangun sebagai agenda tuntutan reformasi bangsa tahun 1998 adalah harapan yang bisa menjadi sia-sia jika distrust ini terus berlangsung.
Mantan Ketua KPU Sultra ini menerangkan, saat ini segala sesuatu cenderung dipolitisasi agar dapat menjadi komoditas politik. Saat ini banyak berkembang adalah rumor kemudian menjadi trigger karena politik identitas dengan keterbelahan dua kutup publik pada dukungan pilpres 2019 yang belum reda. Lalu ditambah dengan lakon pendekatan hukum KPK yang tidak menunjukkan sesuatu yang positif dalam penanganan kasus OTT berkaitan tersangka utama diduga pemberi suap Harun Masiku. Akhirnya menjadi bulan-bulanan publik dan media massa antara KPU dan organ Partai (PDIP).
Lantas siapa elit yang harus bertanggungjawab dengan distrust yang terjadi pada lembaga KPU? Karena seharusnya trust atau kepercayaan yang diberikan rakyat kepada KPU yang sejak lama ditatakelola dengan baik menjadi tergerus seketika. Harus ada elit yang bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi.
"Ini sangat berpengaruh kuat dalam kesuksesan pilkada serentak 2020 ini," terang Hidayatullah dalam rilisnya, Senin (20/1/2020).
Di satu sisi, KPK juga tidak mempertimbangkan akibat distrust yang akan menimpa KPU secara kelembagaan. Bukan mengabaikan kasus OTT karena itu bagian pemberatasan korupsi, tetapi jangan sampai juga niat KPK yang politis vis a vis dengan pemerintahan saat ini. Buntut dari revisi UU KPK yang disetujui pemerintah. Targetnya bisa menciptakan distrust terhadap pemerintahan sendiri dan partai yang menopangnya.
Khawatirnya ini adalah konflik antar elit karena memang nampak dalam sorotan media massa aroma kepentingan politik para elit. Sepertinya bangsa ini belum mencerminkan kematangan dalam proses berdemokrasi, dalam penegakan hukum serta manajemen konflik dalam menatakelola kebangsaan kita.
"Sebagai mantan penyelenggara pemilu, saya benar-benar terganggu dan bersedih melihat situasi ini. Tidak mudah mengembalikan trust atau kepercayaan publik itu," tambahnya.
Sehingga pilkada serentak tahun 2020 ini menjadi taruhan berat. Belum lagi soal legal standing Bawaslu kabupaten/kota yang belum selesai dipersoalkan karena tidak diatur dalam UU pilkada kita.
Hidayatullah mengungkapkan, setidaknya terdapat dua problem serius yang dihadapi kelembagaan penyelenggara baik KPU maupun Bawaslu yang berpotensi dapat menghambat kesuksesan pilkada 2020. Dua persoalan itu adalah distrust KPU dimata publik dan legal standing Bawaslu kabupaten/kota diragukan dalam mengawasi pilkada 2020. Dua problem ini hadir dengan wajah baru yang belum pernah terjadi dan bagaimana cara mengatasi keduanya.
"Karenanya, bagi saya, pilkada serentak tahun 2020 ini menjadi pertaruhan besar bangsa ini jika tak ada satupun solusi untuk mengembalikan kepercayaan publik, menguatkan legitimasi dan menegaskan keabsahan jalannya pilkada 2020. Gugatan hukum sudah pasti ada terutama oleh pihak yang kalah, begitu pula trust atau kepercayaan publik yang rendah," tandasnya.
Reporter: Musdar
Editor: Rani