Pilwali Kota Kendari, Adu Kuat Dinasti

Maulana Naoval, telisik indonesia
Minggu, 07 April 2024
0 dilihat
Pilwali Kota Kendari, Adu Kuat Dinasti
Maulana Naoval, SP, Ketua Dewan Eksekutif Wilayah Rampai Nusantara Sulawesi Tenggara. Foto: Ist.

" Sebagai pengingat, bersamaan dengan hiruk pikuk dan kemeriahan hajatan tersebut, demokrasi lokal akan kembali diperhadapkan dengan realitas yang telah menjadi rahasia umum yaitu dinasti politik "

Oleh: Maulana Naoval, SP

Ketua Dewan Eksekutif Wilayah Rampai Nusantara Sulawesi Tenggara

RANGKAIAN pesta demokrasi Indonesia belum akan berhenti dan masih akan berlanjut. Pasca perhelatan pemilu presiden (Pilpres) dan pemilu legislatif (Pileg), masyarakat Indonesia akan segera menyambut pemilu kepala daerah (Pilkada) pada 27 November 2024 mendatang.

Sebagai pengingat, bersamaan dengan hiruk pikuk dan kemeriahan hajatan tersebut, demokrasi lokal akan kembali diperhadapkan dengan realitas yang telah menjadi rahasia umum yaitu dinasti politik.

Lukman Hakim (2024) menyoroti kemunduran praksis demokrasi Indonesia, lebih khusus di arena lokal. Otonomi daerah yang mestinya mampu menjaga keberlanjutan demokrasi (sekaligus demokratisasi), justru tergelincir kepada kontradiksi-kontradiksi: dari mulai terbentuknya elite-elite lokal baru hingga kemunculan dinasti politik yang tersebar di banyak daerah di Indonesia. Fenomena demikian menguatkan sinyalemen bahwa laju demokrasi Indonesia hingga saat ini masih beredar di poros prosedural–ketimbang substantif seperti yang dicita-citakan (Hakim, 2024).

Perspektif kritis tersebut diperkuat studi lain. Secara kasuistis, penelitian Yuliartiningsih dan Adrison (2022) terkait perhelatan Pilkada di rentang waktu 2017-2020, mengkontraskan eksistensi dinasti politik yang tersebar di banyak daerah di Indonesia.

Beberapa temuan penting dari studi ini, antara lain: pertama, dari total sebaran 508 kabupaten/kota yang menyelenggarakan Pilkada di rentang waktu 2017-2020, terdapat 247 (48,6 persen) kabupaten/kota yang terindikasi muatan dinasti politik. Kedua, persentase kemenangan kandidat dinasti politik di arena Pilkada sangat signifikan. Kesimpulan tersebut berbasis temuan pertarungan Pilkada di 170 dari 247 kabupaten/kota terindikasi dinasti politik (69 persen) berbuah kemenangan.

Realitas politik tersebut lebih dari cukup untuk memvalidasi secara kongkrit mengenai keberadaan dinasti politik. Bahwa ia bukan rumor atau isapan jempol. Bukan pula anomali.

Dalam skema elektoral, pelanggengan kekuasaan di lingkup keluarga tidak akan terjadi tanpa pemenuhan syarat-syarat prosedural. Sekurang-kurangnya, ada dua syarat penting, yaitu (1) partai politik sebagai instrumen kontestasi politik dan (2) pemilih yang menentukan kemenangan di arena Pilkada.

Pola klientelisme yang mensyaratkan relasi patron-klien (tuan dan hamba: pen) terbentuk di dua aras tersebut. Pola relasi demikian tentu saja timpang dan semu. Aktor dinasti mewakili pihak yang memiliki keberlimpahan: akses, modal, kuasa, dan lainnya.

Sementara, aktor di luar pusaran dinasti mewakili pihak yang lemah dan subordinat. Sehingga, ketimbang partisipatif, konsekuensi yang tercipta adalah relasi transaksional yang dimulai sejak awal. Transaksi itu bisa dalam bentuk beragam, entah distribusi jabatan, proyek, atau siraman uang untuk ‘membeli' suara.

Baca Juga: Selusin Negara yang Pisahkan Ibu Kota

Lalu, bagaimana dengan eksistensi dan praktik dinasti politik yang akan kemungkinan besar juga terjadi pada Pilwali Kota Kendari nantinya. Ibarat hidangan makanan, masyarakat kota Kendari hari ini juga telah dihidangkan dengan beranekaragam menu dalam konteks dinasti politik.

Sekali lagi ini bukan anomali. Kalau mengambil istilah anak Kendari, biasami, begituji memang, mereka-merekaji lagi, mau diapa. Silahkan netizen yang budiman, memilih menu mana yang cocok dengan seleranya masing-masing.

Sebahagian konklusi itu tidak hanya mencerminkan hal yang jauh dari esensi dan subtansi sebenarnya. Karena idealnya dalam konsep demokrasi modern. Pola yang semestinya berjalan secara agregat adalah masyarakat mempunyai hak yang sama untuk dipilih dan memilih.

Namun kenapa konsep tersebut kesannya tidak nampak, dan cenderung menjadi kelumrahan. Hal ini tidak terlepas dengan respon publik terhadap kesadaran terlibat dalam kontestasi demokrasi kecenderungannya tidak akan jauh-jauh dari pemain-pemain dan lingkaran-lingkaran elitis yang ada saja.

Maka persepsi yang akan keluar adalah, yang akan bertarung pada kontestasi nantinya adalah mereka-mereka yang punya basis modal kapital yang besar, punya pasukan atau pemain-pemain politik yang menguasai medan tempur, memiliki pengaruh ketokohan yang kental, dan yang tidak kalah penting mempunyai kedekatan dan akses yang terbuka luas dengan kaum elitis penentu pintu para yang mulia yang mulia.

Entah elemen-elemen persepsi ini positif atau negatif, biarkan netizen yang menilai. Apa dabilang netizen, sudah itulah yang akan menjadi norma yang diterima. Karena tentunya akan bias jika hal ini menjadi kesimpulan tetap, tanpa dibarengi argumentasi dan data yang akurat serta tentunya restu dari netizen yang arif dan bijaksana.

Tanpa diajari dan dipahamkan, masyarakat awam pun secara fasih akan menjawab dan paham, pada Pilwali Kota Kendari mendatang para bakal calon Walikota dan bakal calon wakil walikota yang telah berseliweran, baik di media cetak, media sosial maupun di media jalanan (baliho, spanduk, red) itu akan tahu asalnya dari dinasti yang mana.

Seberapa kuat pengaruh dan eksistensinya pun masyarakat sepertinya sangat fasih paham akan hal itu. Lantas, apakah secara general masyarakat cenderung menerima, ataukah lebih baik diam membisu. Sekali lagi, itu dikembalikan kepada netizen yang baik hati.

Terlepas dari praduga terhadap efek kedepan yang akan ditimbulkan, masyarakat pun pada akhirnya akan tetap menentukan pada siapa coblosannya akan berlabuh. Apakah ini kelemahan terhadap demokrasi kita, secara hati-hati saya sampaikan, tidak bisa juga dikatakan lemah.

Karena mau dikatakan apapun, para kontestan yang akan tampil pada Pilwali Kota Kendari juga tetap menjadi bagian dari masyarakat yang mempunyai hak yang sama untuk dipilih dan memilih. Itulah demokrasi, suka ataupun tidak suka, mau ataupun tidak mau.

Adu kuat dinasti pada perhelatan Pilwali Kota Kendari pasti tidak bisa dinafikkan akan terjadi. Dinasti-dinasti yang akan bertarung juga secara kasat mata juga relatif imbang dan sama kuat. Sangat menarik untuk disimak dan ditunggu sepak terjang para pemain-pemain itu.

Kita berharap sebagai warga Kota Kendari yang begitu menyayangi Kota Kendari, ingin melihat kontestasi yang baik dan elegan serta demokratis nantinya. Terhindar dari serangan-serangan personal, black campaign dan kampanye-kampanye sesat.

Baca Juga: Saat Elit Politik Membutuhkan Rakyat

Pertarungan Pilwali Kota Kendari yang lebih mengedepankan adu visi, gagasan dan program, ketimbang membangun wacana-wacana sesat dan adu-adu kuat dalam konteks negatif lainnya. Jadi sudah sepatutnya para peserta (Paslon, red) dan pemain-pemain (politisi dan partai politik, red) itu wajib secara maksimal mengeluarkan jurus-jurus yang jitu dan andalan, program-program yang terbaik untuk diperlihatkan kepada masyarakat pemilih. Agar kiranya masyarakat bisa lebih peka melihat, siapa yang akan layak memimpin Kota Kendari 5 tahun ke depan.

Terlepas dari keberadaan dinasti politik itu, tentunya pada kontestasi ke depan, sebagai masyarakat yang mempunyai pemikiran terbuka, pasti juga akan melahirkan simpul-simpul kekuatan-kekuatan politik baru, yang bisa saja akan menjadi perlawanan yang kuat bagi pemain-pemain lama. Kehadiran Pemain-pemain baru ini juga tidak bisa dipandang sepele.

Tentunya kehadiran-kehadiran mereka dalam kontestasi Pilwali Kota Kendari ke depan punya dasar argumentasi dan alasan yang cukup kuat. Bisa jadi pemain-pemain baru ini punya kecukupan daya dan energi untuk maju bertarung. Baik kesiapan secara mental, finansial, maupun material lainnya. Menarik untuk ditunggu sepak terjang pemain-pemain baru ini.

Jika diizinkan, penulis ingin memberikan sedikit Pesan kepada para kontestan Pilwali nantinya. Perbanyak sosialisasi positif dan membumi, tunjukkan kelayakan anda-anda semua sebagai calon-calon pemimpin Kota Kendari dengan visi, ide dan program yang fresh, dinamis, dan sebisa mungkin lebih banyak mendengarkan daripada berbicara.

Tentunya tanpa diajari dan diberikan saran yang banyak para pemain-pemain ini sudah pasti akan lebih tahu apa yang harus dilakukan. Daripada sibuk membangun citra pribadi, sebaiknya langsung action di masyarakat. Bangun suasana riang gembira dalam berpolitik.

Lebih jauh dari itu, penulis juga mempunyai harapan, semoga Pilwali Kota Kendari 2024 mendatang dapat melahirkan pemimpin yang amanah dan yang mempunyai pemikiran maju demi kepentingan masyarakat Kota Kendari. Berpolitik sekadarnya, bersaudara selamanya. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga