PKPU Pencalonan Presiden-Wakil Presiden Disetujui Revisi, DPR Tuding KPU Kebablasan

Mustaqim, telisik indonesia
Rabu, 01 November 2023
0 dilihat
PKPU Pencalonan Presiden-Wakil Presiden Disetujui Revisi, DPR Tuding KPU Kebablasan
Rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri, KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP terkait usulan revisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023) malam. Foto: Repro Antara

" Revisi draft PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh KPU RI kepada DPR RI, disetujui dalam rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta "

JAKARTA, TELISIK.ID – Revisi draft Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh KPU RI kepada DPR RI, disetujui dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (31/10/2023) malam.

Rapat dengar pendapat diikuti Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Selain menyetujui revisi draft PKPU Nomor 19 Tahun 2023, RDP juga menyetujui rancangan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang Pengawasan Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, dan Rancangan Perbawaslu tentang Pengawasan Dana Kampanye Pemilu.

Persetujuan revisi PKPU dan menyetujui dua Rancangan Perbawaslu itu dibacakan oleh Ketua Komisi II, Ahmad Doli Kurnia Tanjung. Anggota Fraksi Golkar ini meminta KPU dan Bawaslu mempertimbangkan saran dan catatan yang disampaikan Komisi II DPR, Kemendagri, dan DKPP.

“(Setelah disetujuinya revisi PKPU dan Rancangan Perbawaslu) Dengan catatan agar KPU RI dan Bawaslu RI memperhatikan saran dan masukan dari anggota Komisi II DPR RI, Kemendagri, dan DKPP,” kata Doli mengingatkan KPU dan Bawaslu RI.

Revisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 ini dilakukan pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU- XXV/2023 dalam uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Yakni, MK memutuskan syarat capres adalah berusia 40 tahun atau kepala daerah yang sedang atau pernah dipilih lewat Pemilu.

Sebelum RDP ini, KPU RI sudah melayangkan surat edaran (SE) kepada partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 untuk mematuhi putusan MK. Tindakan KPU lalu mendapat kritik dari Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang.

Junimart mempertanyakan dasar KPU mengirim SE ke parpol untuk mengikuti putusan MK terkait syarat capres-cawapres. Junimart menuding KPU kebablasan melebihi kewenangan. Kader PDIP ini mengingatkan bahwa KPU wajib berkonsultasi kepada DPR soal langkah apapun terkait PKPU.

“Apa dasarnya KPU membuat surat edaran kepada para ketum parpol? Di mana diaturnya? Karena yang kita pahami bahwa dalam UU Nomor 7 itu pasal 75 ayat 4 disebutkan setiap pembuatan PKPU, revisi dan sejenisnya itu harus dan wajib berkonsultasi dengan DPR. Tolong dijawab ini,” tanya Junimart kepada KPU saat RDP pada Selasa (31/10/2023) malam.

Baca Juga: Takut Salah Revisi PKPU 19 Tahun 2023, KPU Konsultasi ke DPR Sikapi Putusan MK

Junimart juga mempertanyakan kekuatan surat edaran yang sudah dilayangkan KPU kepada parpol. “Semenjak apa KPU mengeluarkan surat edaran keluar-keluar dari KPU. Setahu saya, SE itu berlaku di internal, supaya masyarakat yang peduli terhadap Pemilu tidak bingung,” tegasnya.

Sekadar informasi, KPU RI menerbitkan SE sebagai tindak lanjut dari putusan MK yang mengabulkan sebagian gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres-cawapres. Surat edaran itu terbit 17 Oktober 2023 dan diteken oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari. Surat ini dikirimkan ke seluruh parpol peserta Pemilu 2024.

Junimart memprotes langkah KPU yang menyurati parpol agar mengikuti putusan MK terkait syarat usia capres-cawapres. Dia menuding KPU telah kebablasan atas tindakannya itu.

“Kalau KPU berbicara tentang putusan MK itu, dan meminta kepada para ketum parpol untuk tunduk, KPU ini kebablasan. Urusan apa ketum parpol dengan putusan MK yang didasarkan pada SE dari KPU? Biar KPU nanti belajar ke depan, biar suratnya itu bermuruah. Kita sebagai mitra tentu harus mengoreksi untuk lebih baik ke depan,” tandas Junimart.

Junimart lalu menyinggung Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang memproses kode etik majelis hakim MK pascaputusan MK tersebut. Dia mempertanyakan, apakah seiring pemeriksaan kode etik itu revisi PKPU tetap dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya sebagai syarat capres dan cawapres.

“Kalau hari ini KPU mau menyelaraskan putusan MK 90 itu, dengan PKPU yang terbaru, apakah KPU pernah memikirkan setelah nanti revisi penyesuaian ini akan ada revisi lagi? Maksud saya supaya KPU itu punya sikap juga. Kita tau sekarang ada MKMK. Kita tau sekarang KPU digugat. Entah besok mungkin ada lagi maslah hukum baru,” ujar Junimart.

Tindakan KPU yang mengirim SE kepada seluruh parpol peserta Pemilu 2024 juga mendapat protes dari anggota Komisi II DPR RI, Mardani Ali Sera. Kader PKS ini mengingatkan, rapat di masa reses dapat dilakukan jika terdapat hal yang bersifat penting dan darurat.

Mardani menilai KPU tidak berinisiatif untuk mengirimkan surat permintaan RDP untuk merevisi PKPU Nomor 19 Tahun 2023 kepada DPR. Dia menilai KPU hanya menunggu hingga reses selesai.

“Adakah inisiatif KPU setelah MK membuat keputusan, mengirimkan surat untuk segera rapat dalam darurat dan mendesak untuk membuat perubahan PKPU ini di masa reses, adakah suratnya?” tanya Mardani saat RDP.

Mardani menilai, KPU memiliki waktu untuk mengirimkan surat konsultasi itu usai putusan MK dibacakan. Dia menilai keputusan MK itu bersifat penting, sehingga DPR dapat melakukan rapat di masa reses.

“Pendaftaran capres-cawapres 19 Oktober, keputusan 16 (Oktober), ada waktu 16-19 (Oktober 2023) untuk melakukan satu langkah prosedural sesuai UU yang memang bisa ditempuh,” kritik Mardani.

Pimpinan DPR, menurut Mardani, dapat memberikan izin rapat di masa reses untuk kasus-kasus yang dianggap memang mendesak dan darurat, termasuk menyikapi putusan MK tersebut. Dia meminta KPU seharusnya bekerja dengan payung hukum yang kuat. Sehingga tidak perlu mengeluarkan SE kepada parpol.

Mardani juga mengingatkan KPU seharusnya jmenyurati MK terkait frasa 'pernah menduduki jabatan kepala daerah'. Sedangkan, berdasarkan hasil keputusan MK, ada 4 hakim konstitusi menolak, 3 hakim konstitusi menerima, dan 2 hakim konstitusi menerima dengan catatan.

“Jadi berdasarkan arsiran maka yang 5 itu gubernur ke atas, karena tafsiran orang teknik seperti saya, saya tadinya berharap KPU membuat surat kepada MK untuk mendetailkan kata 'termasuk pemilihan kepala daerah', yang dimaksud kepala daerah ini levelnya apa? Apakah levelnya itu sesuai dengan komposisi keputusan 4-3-2 gubernur ke atas, atau termasuk di dalamnya bupati walikota?” bebernya.

Mardani mengatakan pihaknya tak mempermasalahkan keputusan MK. Namun, menurutnya, yang menjadi permasalahan saat ini ialah frasa 'kepala daerah'. KPU menormalkan keputusan itu dalam bentuk teknis aturan yang memiliki kekuatan hukum yang kuat dan sifatnya spesifik, sehingga tidak bisa ditafsirkan oleh banyak pihak berbeda.

Mardani mempertanyakan apakah Biro Hukum KPU berkehendak melakukan proses itu? Atau minimal mendiskusikannya karena itu domain hak KPU.

“Kalau ada, katakan MK mengatakan itu adalah level kepala daerah di semua tingkatan no problem, berarti KPU punya landasan kuat termasuk bupati walikota,” pinta Mardani.

Merespon protes dari Komisi II terkait SE yang dikirimkan kepada parpol peserta Pemilu 2024, Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, beralasan hanya untuk menyampaikan adanya putusan MK terkait syarat capres-cawapres.

“Pada tanggal 17 Oktober (2023) melalui surat Nomor 1145/PL.01.4-SD/05/2023, KPU berkirim surat kepada parpol untuk menyampaikan informasi tentang adanya putusan MK tersebut, yang di dalamnya jug kami kutip amar putusan MK yang merumuskan norma sendiri yang diubah atau dibatalkan tersebut,” kata Hasyim saat RDP.

Hasyim menilai, KPU perlu menyampaikan adanya putusan MK itu kepada parpol yang akan mengusung capres-cawapres. Menurutnya, putusan itu bersifat mengikat dan berlaku untuk semua pihak.

Baca Juga: KPU Beralasan Tanpa Revisi PKPU Nomor 10 Tahun 2023 Otomatis Sudah Berubah

“Dengan demikian kami menginformasikan bahwa sehubungan dengan adanya putusan (MK) tersebut, maka kita semua wajib memedomani putusan tersebut,” kilahnya.

Terkait SE yang dikirim ditujukan pada pimpinan parpol, Hasyim merujuk pada konstitusi. “Merujuk konstitusi, satu-satunya pihak yang diberikan kewenangan untuk mendaftarkan pasangan capres cawapres adalah hanya parpol, tidak ada pihak lain,” ujarnya.

Hasyim menyampaikan KPU juga telah bersurat kepada DPR untuk konsultasi dan kepada MK untuk beraudiensi. Dia menyebut surat itu dikirim pada 23 Oktober saat masih dalam masa reses.

Hasyim mengatakan, KPU akan melakukan perubahan kembali jika putusan MKMK dapat membatalkan putusan MK. Hasyim menyebut pihaknya tentu akan melakukan penyesuaian.

“Kalau misalkan ada putusan lagi dari MKMK apakah KPU akan melakukan perubahan lagi? Ya tentu saja sebagai konsekuensi kami akan lakukan perubahan,” jelasnya.

Kendati begitu, dalam melakukan perubahan, kata Hasyim, KPU tetap mempertimbangkan batas waktu. Dia mengatakan KPU hanya memiliki batas waktu tiga hari usai adanya keputusan MK, sehingga KPU pun harus menggunakan keputusan inkrah sebagai landasan hukum.

Terkait batas waktu, Hasyim menjabarkan, dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, ketentuan dalam hal partai politik terjadi sengketa internal sementara batas waktu pendaftaran kepala daerah hanya tiga hari, maka pihak mana yang diterima oleh KPU?

“Tentu pihak yang masih sah. Misalkan keabsahan itu bentuknya SK Kemenkum HAM. Kalau pihak yang bersengketa itu menggugat SK Kemenkum HAM digugat di PTUN, kalau sampai batas waktu pendaftaran kepala daerah masih berproses berarti kan belum inkrah, maka pengurus berdasarkan SK Kemenkum HAMitu yang kami pegangi,” papar Hasyim. (A)

Penulis: Mustaqim

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga