Politisi NasDem Tidak Setuju Wewenang OJK Dikembalikan ke BI
Marwan Azis, telisik indonesia
Selasa, 07 Juli 2020
0 dilihat
Ketua Kapoksi Fraksi NasDem Komisi XI DPR-RI, Fauzi H Amro MSi. Foto: Marwan Azis/Telisik
" Kita sudah punya pengalaman perubahan nomenklatur kelembagaan Kementerian misalnya dari Kementerian Lingkungan Hidup, digabungkan dengan Kementerian Kehutanan, jadi KLHK itu perlu satu tahun baru mereka bisa menyatu dengan sebenar-benarnya. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Isu pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pasca Presiden Jokowi mengancam akan membubarkan sejumlah lembaga negara yang mengarah ke OJK, terus mendapat respon dari parlemen.
“Meski saya sering mengkritik OJK baik dalam rapat maupun forum raker di Komisi XI DPR RI maupun di media, tapi saya kurang sependapat dengan wacana wewenang OJK dikembalikan ke BI (Bank Indonesia) atau dengan kata lain OJK dibubarkan,” ujar Anggota Komisi XI DPR RI yang membidangi masalah keuangan, Fauzi H Amro MSi ketika menjadi narasumber dalam diskusi Zoominari Kebijakan Publik, dengan tema ”Wacana OJK Kembali ke Bank Indonesia,” yang digelar Narasi Institute, tadi malam (6/7/2020).
Menurutnya, keberadaan OJK sebaiknya tetap dipertahankan sesuai fungsinya sekarang, hanya perlu diingatkan dan didorong agar konsisten dan mengoptimalkan peran dan wewenangnya sesuai amanah Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2011.
OJK dibentuk berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, serta menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Politisi Partai NasDem ini memaparkan sejumlah alasan sehingga OJK perlu dipertahankan keberadaannya dan menolak OJK dikembalikan ke Bank Indonesia.
Pertama, OJK mesti dipertahankan, supaya Bank Indonesia tidak kebanyakan job yang membuat tugas BI jadi tidak fokus atau terlalu berat tugas. Lebih baik BI fokus sesuai dengan wewenangnya sekarang. Selama ini sinegeri OJK dan BI lumayan bagus dalam menjaga perekonomian Indonesia.
Dua, perubahan nomenklatur kelembagaan OJK ke BI perlu waktu lalu, karena bukan hanya lembaganya digabungkan tapi ada sumber daya manusia di dalamnya perlu penyesuaian lingkungan kerja yang baru termasuk regulasinya juga perlu direvisi.
“Kita sudah punya pengalaman perubahan nomenklatur kelembagaan Kementerian misalnya dari Kementerian Lingkungan Hidup, digabungkan dengan Kementerian Kehutanan, jadi KLHK itu perlu satu tahun baru mereka bisa menyatu dengan sebenar-benarnya,” ungkapnya.
Alasan ketiga, lanjut alumnus HMI ini, akan menghabiskan energi yang tidak perlu, di saat kita lagi fokus menangani Corona. Tapi diskusi ini, bisa jadi pemicu atau memberikan masukan bagi OJK untuk kembali mengoptimalkan fungsi sesuai amanah undang-undang.
Baca juga: Politisi Demokrat Ingatkan Pemerintah Hati-hati Terkait Wacana Pembubaran OJK
Empat, penyatuan BI dan OJK akan menciptakan kewenangan lembaga yang terlalu gemuk. BI tugasnya moneter dan fiskal. Sementara OJK bidang pengawasan. Tentu secara kewenangan lembaga ini lebih ramping.
Lima, kinerja OJK di tengah pandemi COVID-19 sudah cukup baik. Bahkan, kecepatan OJk mengambil kebijakan melonggarkan restrukturisasi sudah mampu menahan lonjakan rasio kredit bermasalah.
Enam, isu pengalihan wewenang pengawasan perbankan dari BI ke OJK akan semakin memperburuk keadaan. Karena saat pandemi COVID-19 seperti sekarang ini, yang dibutuhkan lembaga dan pemerintah adalah konsentrasi dan kekompakan. Wacana meleburkan OJK ke BI, bisa merusak semangat kerja petugas di OJK.
“Mereka tidak bisa diombang-ambingkan oleh politik seperti ini, sangat tidak baik untuk upaya kita memulihkan perekonomian di tengah wabah,” tuturnya.
Tujuh, pengembalian wewenang ini akan membuat BI memulai dari awal lagi. Bahkan, BI mungkin perlu upaya ekstra untuk benar-benar memahami fungsi OJK.
Menurutnya, wacana peleburan OJK ke BI, sebaiknya jangan terlalu diperbesar, karena isu ini bisa mengganggu stabilitas keuangan. Apalagi, pengalihan wewenang pengawasan dari OJK ke BI tidak begitu darurat. Isu ini sebaiknya diredakan oleh Pemerintah agar tidak merugikan stabilitas keuangan dan ekonomi Indonesia.
“Lebih baik saat kita fokus ke penanganan COVID-19 supaya segera hilang dari bumi Nusantara dan kita bisa kembali bisa beraktivitas seperti biasa, sehingga ekonomi kita juga bisa segera pulih dan bangkit,” ujarnya.
Ia menambahkan, sebaiknya kedua lembaga memperkuat koordinasi. Koordinasi perlu lebih intens lagi agar kebijakan makro prudensial dan mikro prudensial bersinergi.
“Kalau pun selama ini ada sisi kelemahan OJK, maka sebaiknya diberi masukan atau direformasi supaya OJK makin mantap dalam bekerja,” tandasnya.
Reporter: Marwan Azis
Editor: Haerani Hambali