Posepa: Permainan Tradisi Masyarakat Liya Wakatobi Setiap Lebaran

Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Kamis, 04 Mei 2023
0 dilihat
Posepa: Permainan Tradisi Masyarakat Liya Wakatobi Setiap Lebaran
Permainan posepa adalah tradisi rutin yang dilakukan masyarakat Liya di Pulau Wangi-wangi, Wakatobi, setiap hari raya. Foto: Kompasiana.com

" Pesona Wakatobi tidak berhenti di wisata bahari dan taman nasional bawah lautnya saja, wilayah itu juga kaya akan budaya hingga permainan khas "

WAKATOBI, TELISIK.ID - Pesona Wakatobi tidak berhenti di wisata bahari dan taman nasional bawah lautnya saja, wilayah itu juga kaya akan budaya hingga permainan khas.

Salah satu olahraga atau permainan yang banyak dilakukan warga Wakatobi, khususnya masyarakat Liya di Pulau Wangi-wangi adalah posepa atau posepa'a.

Tradisi permainan ketangkasan ini sempat diulas dalam sebuah jurnal ilmiah karya Abdul Asis yang berjudul 'Tradisi Permainan Posepa'a pada Masyarakat Liya di Kecamatan Wangi-wangi Selatan Kabupaten Wakatobi'.

Menurut jurnal yang diunggah di Reasearchgate.net tersebut, posepa adalah permainan yang  dimainkan dengan cara saling baku tendang dan dilarang menggunakan tangan.

Secara bahasa, posepa berasal dari dua kata bahasa setempat. Po yang berarti saling dan sepa yang berarti sepak atau menendang, secara sederhana artinya saling menendang.

Dilansir dari Wikipedia.com, Posepa'a dilakukan dengan cara saling berpegangan tangan sesama pasangan di anggota kelompok yang disebut 'ndai'. Kemudian setiap kelompoknya yang dinamai kelompok Amai Wawo (Timur) dan kelompok Amai Woru (Barat) akan saling menendang dan mengejar pasangan lawannya hingga kelompok lawan menjadi tercerai berai.

Pemenang ditentukan oleh Kelompok yang menyisakan pasangan yang bertahan, tetap utuh dan saling berpegangan tangan hingga akhir. Posepa’a dimulai ketika salah satu pihak (Wafo atau Woru) mendorong jagoannya yaitu dua orang yang saling berpegangan maju ke depan.

Baca Juga: Mengenal Tahapan Tradisi Kari'a, Upacara Pingitan Masyarakat Muna

Kemudian, pasangan tersebut atau orang-orang dari golongannya berteriak, “Pokontamo” yang berarti ajakan supaya segera berpegangan karena acara Posepa’a akan segera dimulai.

Pasangan yang maju ke depan dan berteriak tadi berarti pihak yang menantang, dan siap melayani saling tendang jika ada pihak lawan yang datang dengan catatan bahwa lawan harus seimbang.

Jika pasangan penantang menganggap bahwa lawan mempunyai kekuatan yang lebih, maka mereka akan mundur dan mencari pasangan yang dianggap memiliki kekuatan yang sama.

Halaman depan masjid keraton Liya umum menjadi arena permainan posepa. Foto: Detik.com

 

Namun, apabila lawan yang datang dianggap seimbang, maka Posepa’a pun akan segera dimulai. Salah satu dari masing-masing pasangan akan melakukan “pigi” yaitu maju kedepan mendahului pasangannya (tetapi masih berpegangan) untuk memulai menendang (sepa).

Tendangan pertama yang akan dia lakukan disebut Bagaigu. Tendangan ini dilakukan pada posisi sedikit maju kedepan dari pasangannya dan menendang menyibak dari arah samping.

Sasaran yang dituju adalah bagian pelipis, rahang, atau dada bagian samping. Setelah lawan melakukan tendangan Bagaigu, maka lawan pun akan membalas dengan tendangan “hekafi” atau “tuduhi”.

Hekafi adalah tendangan menyilang ke arah depan, biasanya sasaran yang menjadi target adalah dada atau rahang, tetapi ketika lawan berada dalam posisi miring, sedangkan tuduhi adalah tendangan lurus ke depan biasanya sasarannya adalah dada atau paha untuk melumpuhkan lawan.

Masing-masing jenis tendangan, apakah bagaigu, hekafi, atau tuduhi, memiliki kelebihan dan kekurangan. Kemampuan memilih tiga jenis tendangan tersebut akan memberikan keunggulan dalam melakukan Posepa.

Selain itu, kecocokan dengan pasangan juga akan menentukan. Satu aturan khusus dalam tradisi ini adalah tidak boleh ada orang atau juri bahkan pihak keamanan di dalam arena.

Baca Juga: Mengenal Kande-kandea, Tradisi Masyarakat Buton yang Masih Dipertahankan

Jika terjadi keributan atau kekacauan dalam permainan antara para peserta, maka mereka sendiri (para peserta) yang harus mengamankannya, tetapi dengan aturan bahwa orang yang mengamankan tersebut tidak boleh lagi berpegangan tangan dengan pasangannya.

Salah satu pegiat sosial di Wakatobi, Saleh Hanan menceritakan euforia masyarakat saat permainan posepa berlangsung. Ramai sorakan penonton saling mendukung jagoan peserta posepanya masing-masing.

"Seboti artinya menyerbu, jangan diam saja," tuturnya meniru euforia masyarakat saat itu.

Setelah permainan selesai, setiap peserta saling bersalaman dan berpelukan, menaruh dendam yang tumbuh selama pertandingan. Dalam masyarakat Liya, dendam setelah pertandingan posepa adalah hal yang memalukan.

Silaturahmi masyarakat pun dilanjutkan dengan mengunjungi rumah-rumah warga lain untuk menyantap lapalapa sambil bersenda gurau atau membahas bagaimana serunya permainan tadi. (B)

Penulis: Adinda Septia Putri

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga