Profil Ketua MK Suhartoyo: Sosok Kunci dari Gugurnya Gugatan Paslon di Pilkada 2024, Nyaman jadi Orang Biasa

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 05 Februari 2025
0 dilihat
Profil Ketua MK Suhartoyo: Sosok Kunci dari Gugurnya Gugatan Paslon di Pilkada 2024, Nyaman jadi Orang Biasa
Suhartoyo, hakim sederhana yang kini memimpin Mahkamah Konstitusi. Foto: Repro Jawapos/Beritasatu

" Mahkamah Konstitusi kembali menjadi sorotan dalam penyelesaian sengketa Pilkada 2024. Suhartoyo, sebagai Ketua MK, menjadi figur sentral dalam menentukan nasib gugatan para pasangan calon "

JAKARTA, TELISIK.ID - Mahkamah Konstitusi kembali menjadi sorotan dalam penyelesaian sengketa Pilkada 2024. Suhartoyo, sebagai Ketua MK, menjadi figur sentral dalam menentukan nasib gugatan para pasangan calon.

Sejak dilantik menggantikan Anwar Usman, ia menghadapi berbagai tantangan dalam menegakkan keadilan pemilu. Suhartoyo, yang dikenal sebagai pribadi sederhana, kini memimpin sidang-sidang krusial yang menentukan arah demokrasi di Indonesia.

Perjalanan Karier Suhartoyo

Melansir situs resmi mkri.go.id, Rabu (5/2/2025), Suhartoyo mengawali karier hukumnya sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung. Sejak tahun 1986, ia bertugas di berbagai pengadilan negeri di Indonesia.

Beberapa jabatan penting yang pernah dipegangnya antara lain Ketua PN Praya dan Ketua PN Pontianak. Kemampuannya dalam memimpin persidangan membuatnya dipercaya sebagai Ketua PN Jakarta Selatan pada tahun 2011.

Pada tahun 2015, Suhartoyo diangkat sebagai hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi. Ia kemudian dilantik oleh Presiden Joko Widodo pada 17 Januari 2015.

Keberadaannya di MK semakin diperkuat ketika Mahkamah Agung memperpanjang masa jabatannya pada tahun 2020.

Peran Kunci dalam Pilkada 2024

Sebagai Ketua MK, Suhartoyo memimpin sidang sengketa hasil Pilkada 2024. Sidang putusan dismissal dimulai pada 5 Februari 2025 dan berlangsung secara terbuka.

“Persidangan untuk pengucapan ketetapan dan putusan dalam perkara PHPU gubernur, bupati, dan wali kota dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum,” ujarnya dalam sidang.

MK telah meregistrasi 310 perkara sengketa Pilkada 2024, dengan 23 kasus pemilihan gubernur, 238 pemilihan bupati, dan 49 pemilihan wali kota.

Sidang dismissal menentukan apakah suatu gugatan dapat berlanjut ke tahap pembuktian atau tidak.

Keputusan MK dan Mekanisme Persidangan

Sidang putusan dismissal ini merupakan hasil dari sidang pemeriksaan pendahuluan yang telah berlangsung sejak 8 Januari 2025. Dalam tahap ini, tiga panel hakim mendengarkan argumen pemohon serta jawaban dari KPU dan Bawaslu. Jika suatu perkara lolos tahap dismissal, sidang pembuktian akan digelar pada 7-17 Februari 2025.

Baca Juga: MK Tolak Sengketa Pilkada 9 Kabupaten di Sultra

Dalam persidangan ini, setiap pihak dapat menghadirkan saksi dan ahli dengan jumlah terbatas.

“Para pihak dapat mengajukan saksi dan/atau ahli yang jumlahnya paling banyak enam orang untuk sengketa gubernur dan empat orang untuk sengketa bupati atau wali kota,” jelas Suhartoyo.

Berdasarkan PMK Nomor 3 Tahun 2024, MK harus memutus perkara dalam waktu maksimal 45 hari kerja. Sidang pembuktian akan berlanjut hingga putusan final yang dijadwalkan pada 24 Februari 2025.

Dari Cita-cita Diplomat ke Hakim Konstitusi

Suhartoyo tidak pernah bercita-cita menjadi hakim. Saat masih sekolah, ia lebih tertarik pada ilmu sosial politik dan ingin bekerja di Kementerian Luar Negeri. Namun, kegagalannya masuk jurusan tersebut mengarahkannya ke fakultas hukum.

“Saya tidak menyesali tidak diterima menjadi mahasiswa ilmu sosial, karena sebenarnya ilmu sosial politik sama dengan ilmu hukum. Orientasinya tidak jauh berbeda,” kata Suhartoyo.

Awalnya, ia ingin menjadi jaksa, tetapi teman-temannya mengajaknya mengikuti seleksi hakim. Tak disangka, ia justru yang lolos, sementara teman-temannya tidak.

“Justru saya yang lolos dan teman-teman saya yang mengajak tidak lolos. Akhirnya saya menjadi hakim. Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah menjadi hakim itu,” ungkapnya.

Adaptasi di Mahkamah Konstitusi

Sebagai hakim konstitusi, Suhartoyo harus beradaptasi dengan perbedaan kewenangan antara MA dan MK. Putusan MK bersifat final dan mengikat seluruh warga negara, berbeda dengan MA yang hanya mengikat pihak terkait.

“Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini (MK) bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam,” katanya.

Namun, ia merasa tidak mengalami kesulitan dalam proses persidangan. Dengan dukungan para hakim konstitusi lainnya, ia dapat cepat menyesuaikan diri dengan tugas barunya.

“Hakim lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” tambahnya.

Dissenting Opinion dan Kontroversi

Selama menjabat sebagai hakim konstitusi, Suhartoyo kerap memberikan dissenting opinion dalam beberapa putusan penting. Salah satunya dalam putusan uji materi batas usia capres-cawapres pada 2023.

Ia menilai pemohon dalam perkara tersebut tidak memiliki legal standing yang cukup kuat.

“Pertimbangan hukum pendapat berbeda dalam perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 menjadi bagian dari pertimbangan hukum dalam putusan permohonan a quo,” jelasnya.

Nyaman sebagai Orang Biasa

Meskipun telah mencapai puncak karier di bidang hukum, Suhartoyo tetap rendah hati. Ia merasa lebih nyaman menjalani hidup sebagai orang biasa.

“Saya ini nyaman menjadi orang-orang biasa saja,” ujarnya.

Keluarganya bahkan sempat mempertanyakan keputusannya menjadi hakim konstitusi, terutama ketika menghadapi kritik publik.

“Anak-anak saya berpikir ketika saya dihujat, buat apa jadi hakim konstitusi jika harkat dan martabatnya dilecehkan. ‘Lebih baik jadi orang biasa saja’, kata anak-anak saya,” kenangnya.

Namun, ia tetap berkomitmen menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab. “Saya bekerja untuk bisa memenuhi rasa keadilan para pencari keadilan,” tutupnya.

Baca Juga: Paslon Bahtera Rangkul Rival Politik Bersama Membangun Muna

Daftar Perjalanan Karier Suhartoyo

1. Hakim Pengadilan Negeri

Bandar Lampung (1986)

Curup (1989)

Metro (1995)

Tangerang (2001)

Bekasi (2006)

2. Jabatan Struktural di Pengadilan Negeri

Wakil Ketua PN Kotabumi (1999)

Ketua PN Praya (2004)

Wakil Ketua PN Pontianak (2009)

Ketua PN Pontianak (2010)

Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011)

Ketua PN Jakarta Selatan (2011)

3. Hakim Konstitusi

Dilantik sebagai hakim konstitusi (2015)

Perpanjangan masa jabatan oleh MA (2020)

Ketua Mahkamah Konstitusi (2023)

Suhartoyo kini memegang kendali atas keputusan penting terkait sengketa Pilkada 2024. Meski berada di posisi strategis, ia tetap mempertahankan kesederhanaan dan prinsip keadilan dalam setiap putusannya. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TAG:
Baca Juga