Putuskan Jadi Mualaf, Wanita Ini Tetap Sabar dan Bertahan Meski Ditolak Keluarga

Apriliana Suriyanti, telisik indonesia
Jumat, 01 Oktober 2021
0 dilihat
Putuskan Jadi Mualaf, Wanita Ini Tetap Sabar dan Bertahan Meski Ditolak Keluarga
Ilustrasi wanita sedang berdoa. Foto: Repro Pinterest

" Seringkali perbedaan dianggap sebagai sumber masalah. Sehingga ketika kita memilih menjadi berbeda, kita harus siap menerima konsekuensi yang ada. "

KENDARI, TELISIK.ID – Seringkali perbedaan dianggap sebagai sumber masalah. Sehingga ketika kita memilih menjadi berbeda, kita harus siap menerima konsekuensi yang ada.

Salah satunya adalah mendapat penolakan dari keluarga, sudah pasti menyesakkan dada. Itulah yang dirasakan oleh Lusiana (39), saat dirinya pertama kali menjadi seorang mualaf di tahun 2014.

Lusiana atau kerap disapa Mades, merupakan salah satu warga binaan Lapas Perempuan Kelas III Kendari. Saat dirinya ditemui Telisik.id, ia menjelaskan bahwa dulunya ia beragama Katolik.

Kepercayaannya ini sudah dibawa sejak lahir, sebab kedua orang tua Lusiana adalah seorang Katolik asal Flores dan Toraja yang tinggal dan beranak-pinak di Pomalaa, Kabupaten Kolaka.

“Mama dari Toraja, kalau bapak dari Flores. Mereka beragama Katolik, otomatis kami anak-anaknya juga Katolik,” kisah Lusiana.

Sebagai anak perempuan satu-satunya di keluarga, tentu saja membuat Lusiana menjadi anak kesayangan kedua orang tua dan ketiga saudara laki-lakinya. Ia juga mendapat banyak cinta karena seorang cucu pertama lahir dari rahimnya.

“Anakku lahir tahun 2000 dari pernikahanku yang pertama. Dia sekaligus jadi cucu pertama untuk mama dan bapak, makanya disayang sekali,” tuturnya.

Namun takdir berkata lain, Lusiana berpisah dengan suaminya dan meninggalkan seorang anak perempuan. Anaknya kini dirawat dan dibiayai oleh kedua orang tuanya.

Baca juga: Lewat Jasa Jahit Sepatu, Ayah Ini Berjuang Sekolahkan Anak-Anaknya

Baca juga: Sebelum Jadi Mualaf, Pemuda Ini Diam-Diam Sering ke Masjid untuk Salat

Lusiana kemudian membeberkan, ia sebenarnya tidak memiliki hubungan yang begitu dekat dengan sanak keluarganya. Hal ini membuatnya lebih banyak berinteraksi dengan lingkungan orang-orang Muslim.

Pada akhirnya, Lusiana mendapat hidayah untuk menjadi seorang mualaf di tahun 2014 dan menikah dengan lelaki Muslim. Pernikahan dan juga kesaksian Lusiana akan Allah yang Maha Esa disaksikan oleh anak dan keluarganya.

Saat itu, orang tua dan saudara-saudaranya marah dan kecewa atas pilihannya. Lusiana lalu ikut bersama suaminya untuk tinggal di rumah mertua, di Kota Makassar. Dirinya belajar salat dan berpuasa di sana.

Anaknya setiap kali berlibur ke rumah ayah tirinya, tidak disangka mulai tertarik dengan Islam. Lusiana senang karena anaknya mulai ikut berpuasa di bulan Ramadan dan merayakan lebaran bersama.

“Suamiku sampai bingung dan bertanya ke saya, kenapa anakku mau ikut puasa bahkan minta beli baju lebaran. Saya hanya bilang, mungkin dia senang saja karena banyak juga temannya di sini,” beber Lusiana.

Diusia ke-17 tahun, anak Lusiana yang namanya tidak ingin disebutkan, meminta bantuan kepada salah satu guru di sekolahnya agar diantar ke satu masjid di Kolaka untuk bersyahadat.

Keputusan anak Lusiana membuat keluarganya murka. Sebagai cucu kesayangan, orang tua Lusiana sangat kecewa dan menyayangkan lantaran cucunya itu merupakan salah satu pelayan Pastor di gereja.

“Keluarga marah, terutama mamaku. Beliau kecewa sekali, karena ini anak aktif sekali di gereja. Kalau ada kegiatan ibadah, dia izin dari sekolah karena dia salah satu pelayan Pastor juga,” bebernya.

Satu minggu tak pulang ke rumah, anak Lusiana tinggal di masjid dan belajar agama di sana. Lusiana lalu menjemputnya pulang, dan dibawa ke rumah orang tuanya.

Malangnya, mereka berdua mendapat penolakan dari sang keluarga. Mereka harus mendapat kata-kata yang menyayat hati, bahkan tidak diperbolehkan masuk rumah. Namun Lusiana tetap bersikeras dan pada akhirnya ia bersama anaknya tetap tinggal di rumah orang tuanya.

“Kami waktu pulang ke rumah sempat tidak boleh masuk sama mama, katanya karena kecewa, lebih baik kami tidak tinggal bersama mereka. Tapi saya juga bersikeras untuk tetap tinggal di rumah. Bapak yang iba akhirnya bujuk mama, dan akhirnya saya dan anak tetap tinggal di rumah,” jelas Lusiana.

Anak Lusi yang awalnya mendapat cinta dan kasih sayang, diberi perawatan yang baik dan biaya oleh keluarganya, kini harus berusaha sendiri. Ia dan anaknya terus berdoa dan bersabar menghadapi perlakuan keluarganya.

Sampai di akhir kisahnya, keluarganya menjadi tersentuh karena melihat kesabaran Lusiana dan anaknya. Walau masih kecewa, mereka kini kembali akur dan saling menyayangi satu sama lain. (A)

Reporter: Apriliana Suriyanti

Editor: Haerani Hambali

Baca Juga