Resensi Buku: Hak Restitusi jadi Alarm Negara atas Kegagalan Lindungi Korban Perdagangan Orang
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 09 Juli 2025
0 dilihat
Buku Hak Restitusi, karya Dr. Rudy, mengupas korban perdagangan orang belum sepenuhnya mendapatkan perhatian langsung dari negara. Foto: Ist.
" Penerbitan buku Hak Restitusi Korban Human Trafficking menjadi pengingat keras bagi negara atas lemahnya perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang yang kian masif dan kompleks "

KENDARI, TELISIK.ID - Penerbitan buku Hak Restitusi Korban Human Trafficking menjadi pengingat keras bagi negara atas lemahnya perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang yang kian masif dan kompleks.
Buku Hak Restitusi Korban Human Trafficking hadir sebagai kontribusi nyata dari insan adhyaksa dalam mendalami sekaligus mengkritisi problematika penegakan hukum terhadap korban perdagangan orang.
Disusun oleh Rudy, seorang praktisi sekaligus penulis yang konsisten di isu hak korban, buku ini menjadi pengingat bahwa hak restitusi bukan sekadar pasal dalam undang-undang, tetapi tanggung jawab moral negara untuk mengembalikan hak dasar korban.
Dalam keterangan tertulis yang diterima telisik.id, pada Rabu (9/7/2025), hak restitusi, sebagaimana dijelaskan dalam buku ini, merupakan hak korban untuk memperoleh ganti kerugian atas penderitaan materiel dan imateriel akibat perdagangan orang.
Kerugian ini bisa berupa kehilangan harta, biaya pengobatan, hingga trauma psikologis yang membekas. Sayangnya, meski diatur secara legal, realisasi hak ini di lapangan masih penuh tantangan dan sering kali tidak berpihak pada korban.
Dalam kata sambutannya, Prof. Dr. Asep N. Mulyana, S.H., M.Hum., selaku Plt. Wakil Jaksa Agung RI dan Ketua Umum Persatuan Jaksa Indonesia, menyoroti bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 telah menjadi dasar hukum, kejahatan perdagangan orang justru terus berkembang.
“Tidak hanya dilakukan perorangan, tapi juga melibatkan korporasi dan sindikat lintas teritorial negara,” ujarnya.
Baca Juga: Segini Kekayaan Kajati Sulawesi Tenggara Abdul Qohar, Pernah Bongkar Kasus Tom Lembong dan Suap Hakim
Ia menegaskan perlunya pendekatan baru dan luar biasa, termasuk memosisikan korban sebagai subjek utama, bukan sekadar alat bukti.
Prof. Asep juga menegaskan peran strategis kejaksaan dalam pemenuhan hak restitusi.
“Jaksa berhak menyita aset-aset tersangka sebagai jaminan restitusi kepada korban sesuai yang ditentukan oleh LPSK," kata Prof Asep.
Buku ini menurutnya mencerminkan keberpihakan terhadap korban dan semangat kejaksaan dalam menegakkan keadilan restoratif.
Ketua Komnas HAM RI, Dr. Atnike Nova Sigiro, M.Sc., dalam kata pengantar buku ini menyatakan bahwa meskipun mekanisme restitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, pelaksanaannya masih menghadapi kendala serius.
“Masih terdapat kendala dalam analisa unsur pidana TPPO oleh aparat, koordinasi dalam perhitungan restitusi, dan celah dalam regulasi yang menghambat pemenuhan hak korban,” ungkap Atnike.
Ia berharap buku ini membuka ruang diskusi tentang penguatan praktik hukum yang lebih berpihak kepada korban.
Sementara itu, dalam sekapur sirihnya, Ali Mazi, S.H., anggota DPR RI 2024–2029, menekankan peran kejaksaan dalam proses permohonan restitusi. Ia menjelaskan bahwa jaksa memiliki kewenangan memberitahukan korban akan haknya serta menyita aset pelaku sebagai jaminan restitusi.
“Besaran nilai restitusi diberitahukan kepada korban dan pelaku, sesuai ketetapan LPSK,” ujarnya.
Baca Juga: FISIP Universitas Muhammadiyah Kendari Rancang Visi-Misi Masa Depan
Ia juga menitipkan dua pesan penting: perlunya kajian mendalam tentang restitusi dan revisi dua undang-undang kunci, yakni UU TPPO dan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sebagai penulis, Rudy mendorong adanya rekonstruksi kebijakan agar restitusi lebih mudah diakses oleh korban. Ia menyoroti celah hukum berupa pidana kurungan pengganti maksimal satu tahun, yang kerap dimanfaatkan pelaku untuk menghindari kewajiban membayar restitusi.
Buku ini tak hanya ditujukan bagi kalangan hukum, tetapi juga ditujukan kepada pembuat kebijakan, akademisi, dan masyarakat luas yang peduli terhadap isu perdagangan orang.
Dengan gaya penyampaian yang lugas dan berbasis data hukum, buku ini menjadi panduan penting dalam memperjuangkan hak-hak korban TPPO. Rudy berharap, melalui buku ini, lahir komitmen baru dalam menata ulang sistem restitusi agar berpihak secara utuh kepada korban. (D)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Kardin
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS