RKUHP Kembali Dibahas, PB HMI dan GMKI Nilai Pasal-Pasal Karet Berpotensi Menghambat Demokratisasi

Marwan Azis, telisik indonesia
Sabtu, 18 Juni 2022
0 dilihat
RKUHP Kembali Dibahas, PB  HMI dan GMKI Nilai Pasal-Pasal Karet Berpotensi Menghambat Demokratisasi
Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Ketum PB HMI) Raihan Ariatama menilai beberapa pasal dalam RKUHP dapat menghambat demokratisasi di Indonesia. Foto: Ist

" Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali dibahas di parlemen "

JAKARTA, TELISIK.ID - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) kembali dibahas di parlemen. Hal ini mendapat reaksi dari berbagai kalangan di antaranya dari HMI dan GMKI.

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (Ketum PB HMI) Raihan Ariatama menilai beberapa pasal dalam RKUHP dapat menghambat demokratisasi di Indonesia.

Dalam draft RKUHP versi September 2019 yang dapat diakses oleh publik, terdapat beberapa pasal kontroversial yang dinilai akan mengancam kebebasan berpendapat dan berekspresi seperti Pasal 218 tentang penghinaan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 240 tentang penghinaan terhadap pemerintah, Pasal 273 tentang pidana bagi demonstran yang tidak melakukan pemberitahuan dan menimbulkan keonaran dan Pasal 353 dan 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara.

"Pasal-pasal tersebut mengandung multitafsir dan sangat berpotensi disalahgunakan untuk membungkam kritik dan mempidanakan para aktivis yang menyuarakan kritiknya, baik itu melalui aksi demonstrasi maupun melalui sarana teknologi informasi seperti media sosial," kata Raihan Ariatama di Jakarta, Sabtu (18/6/2022).

Seperti diketahui, pembahasan RKUHP kembali dimulai melalui rapat Komisi III DPR dengan pemerintah pada 25 Mei 2022.

Menurut Raihan, semangat dekolonisasi yang menjadi landasan pembahasan RKUHP harus dilaksanakan secara komprehensif.

"Pasal-pasal penghinaan terhadap pemerintah dan pasal pidana untuk demonstran tersebut kan warisan kolonial. Penghinaan memiliki makna yang sangat luas, yang bisa disalahgunakan untuk mempidanakan para aktivis yang mengkritik kebijakan pemerintah," ujarnya.

Baca Juga: Kapolri Gelorakan Visi Indonesia Emas 2045 di Titik 0 Ibu Kota Nusantara

Padahal, menurut Raihan, kritik itu menyehatkan demokrasi dan merupakan bagian dari checks and balance dalam negara demokrasi.

Raihan meminta kepada pemerintah dan DPR untuk tidak tergesa-gesa dalam membahas RKUHP.

"Publik harus benar-benar dilibatkan. Protes keras publik terhadap pembahasan RKUHP pada tahun 2019 seharusnya menjadi concern pemerintah dan DPR dalam membahas RKUHP kali ini. Apalagi, sampai saat ini, publik masih belum dapat mengakses draft RKUHP terbaru," pungkasnya

Hal senada juga disampaikan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) menyoroti pasal-pasal di RKUHP yang dianggap dapat merusak demokrasi.

Baca Juga: Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Sosial PKH dan Cek Harga Minyak Goreng di Serang Banten

Pasal tersebut adalah Pasal 273 dan Pasal 354 RKUHP. Pasal 273 adalah soal pidana penjara bagi demonstran tak melakukan pemberitahuan dan menimbulkan keonaran. Sementara itu, Pasal 354 adalah pidana bagi yang menghina penguasa.

"Beberapa pasal di dalam RKUHP tidak sejalan dengan semangat reformasi di Indonesia karena mengancam demokrasi serta persatuan kesatuan bangsa Indonesia," kata Ketua Umum PP GMKI, Jefri Gultom. (B)

Penulis: Marwan Azis

Editor: Musdar

Baca Juga