Sering Curhat ke ChatGPT, Ini Dampaknya untuk Kesehatan Mental

Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Kamis, 07 Agustus 2025
0 dilihat
Sering Curhat ke ChatGPT, Ini Dampaknya untuk Kesehatan Mental
Curhat ke ChatGPT bisa ganggu mental jika dilakukan terlalu sering. Foto: Repro iStockphoto

" Fenomena pengguna yang menjadikan ChatGPT sebagai tempat curhat kini mulai menarik perhatian banyak pihak, termasuk para peneliti dan ahli kesehatan mental "

JAKARTA, TELISIK.ID - Fenomena pengguna yang menjadikan ChatGPT sebagai tempat curhat kini mulai menarik perhatian banyak pihak, termasuk para peneliti dan ahli kesehatan mental.

Penggunaan chatbot berbasis kecerdasan buatan ini awalnya ditujukan untuk membantu meningkatkan produktivitas, namun belakangan justru dimanfaatkan sebagian orang untuk menyalurkan keresahan batin dan perasaan pribadi.

Di balik kenyamanan yang diberikan oleh ChatGPT dalam menjawab dan mendengarkan keluh kesah pengguna, ternyata ada risiko tersembunyi yang bisa mengganggu kondisi psikologis.

Beberapa kasus di dunia memperlihatkan bahwa interaksi terlalu intens dengan chatbot bisa memicu gangguan mental, bahkan tindakan ekstrem.

Melansir CNN Indonesia, Kamis (7/8/2025), salah satu kasus terjadi pada tahun 2023 di Belgia, ketika seorang pria mengalami krisis kecemasan terhadap isu lingkungan dan intens berdialog dengan chatbot selama enam minggu.

Akhirnya, pria tersebut mengakhiri hidupnya, dan sang istri meyakini bahwa percakapan dengan AI memperburuk keadaannya.

Baca Juga: Tanda Sexless Marriage, Suami Istri 10 Kali Tak Hubungan Ranjang dalam Setahun

Kasus serupa terjadi pada April 2025 di Florida, Amerika Serikat. Seorang pria berusia 35 tahun tewas ditembak polisi setelah menyerang aparat.

Sang ayah mengungkapkan bahwa putranya meyakini entitas bernama Juliet terperangkap dalam ChatGPT. Ia diketahui menderita gangguan bipolar dan skizofrenia.

Para ahli memperingatkan bahwa chatbot seperti ChatGPT bukanlah pengganti konselor atau psikiater profesional. Chatbot dirancang untuk menyenangkan pengguna dan menanggapi secara ramah, tetapi tidak memiliki mekanisme yang tepat dalam menangani krisis emosional atau gangguan psikologis kompleks.

Penelitian dari Stanford University menunjukkan bahwa model bahasa besar atau LLM seperti ChatGPT bisa saja memberikan respons yang tidak pantas, bahkan berbahaya, kepada pengguna dengan kondisi mental tertentu. Beberapa respons bahkan bisa memvalidasi delusi atau keinginan bunuh diri.

Temuan lain dari dokter NHS di Inggris juga menyebut bahwa AI dapat memperkuat isi pikiran yang delusional pada individu yang rentan terhadap psikosis. Hal ini dikaitkan dengan desain chatbot yang berfokus pada keterlibatan dan afirmasi terhadap pengguna.

Sebagai tanggapan atas isu tersebut, OpenAI kini memperkenalkan fitur baru berupa pengingat bagi pengguna agar beristirahat saat terlibat dalam percakapan panjang.

Fitur ini bertujuan membantu pengguna menjaga hubungan sehat dengan chatbot, dan mencegah ketergantungan emosional berlebihan.

Baca Juga: Hubungan Ranjang Diklaim Bikin Kulit Tampak Lebih Glowing, Begini Penjelasannya

OpenAI juga berjanji akan memperbarui sistem ChatGPT agar merespons secara lebih hati-hati terhadap pertanyaan berisiko tinggi.

Alih-alih memberikan jawaban langsung, AI nantinya akan diarahkan untuk membantu pengguna berpikir lebih kritis dan menyusun pilihan rasional.

Dengan makin banyaknya laporan dan penelitian mengenai dampak negatif curhat ke chatbot, penting bagi masyarakat untuk tetap mengandalkan layanan profesional jika mengalami masalah kesehatan mental.

Chatbot AI, meskipun canggih, tidak dapat menggantikan empati dan kompetensi manusia yang berperan sebagai tenaga psikolog atau psikiater. (C)

Penulis: Ahmad Jaelani

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga