Sosialisasi Pendidikan Inklusif, SMPN 2 Kendari jadi Sekolah Percontohan

Ana Pratiwi, telisik indonesia
Sabtu, 13 September 2025
0 dilihat
Sosialisasi Pendidikan Inklusif, SMPN 2 Kendari jadi Sekolah Percontohan
Kepala SMPN 2 Kendari, Abdul Wahid saat menjadi pemateri sosialisasi dan penguatan penyelenggaraan pendidikan inklusif. Foto: Ist.

" SMPN 2 Kendari ditetapkan sebagai sekolah piloting pendidikan inklusif di Sulawesi Tenggara "

KENDARI, TELISIK.ID – SMPN 2 Kendari ditetapkan sebagai sekolah piloting pendidikan inklusif di Sulawesi Tenggara. Berbagai program inklusi sudah lama dijalankan, bahkan Kepala SMPN 2 Kendari, Abdul Wahid, pernah menjadi pemateri pada pelatihan Training of Trainer (TOT) di Makassar.

Hal itu ia sampaikan saat menjadi narasumber dalam kegiatan sosialisasi dan penguatan penyelenggaraan pendidikan inklusif bagi kepala sekolah dan guru PAUD serta SD yang digelar Rumpun Perempuan Sultra bekerja sama dengan Yayasan Bakti Jakarta, di Hotel Plaza Inn Kendari. Kegiatan ini berlangsung dua hari dengan peserta sekitar 20 lembaga pendidikan, terdiri dari 10 PAUD dan 10 SD.

Abdul Wahid mengingatkan, sejak 2014 Sulawesi Tenggara sudah dideklarasikan sebagai provinsi inklusif oleh Gubernur Nur Alam. Artinya, semua jenjang pendidikan dari PAUD hingga SMA seharusnya menerima anak berkebutuhan khusus (ABK). Namun, ia menyesalkan masih ada sekolah yang menolak dengan alasan adanya SLB.

“Padahal konsep pendidikan inklusif adalah kesetaraan, hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Hanya saja, memang ada kriteria. Anak dengan kondisi tertentu seperti tunanetra total atau cacat mental berat yang berpotensi membahayakan siswa lain, lebih tepat diarahkan ke SLB,” jelasnya, Jumat (12/9/2025).

Di SMPN 2 Kendari, penerimaan siswa baru dilakukan dengan tes diagnostik kognitif dan non-kognitif. Melalui tes ini, sekolah bisa mengenali siswa berkebutuhan khusus, apakah masih bisa ditangani di sekolah umum atau perlu diarahkan ke SLB.

Baca Juga: SMP Negeri 2 Kendari Perkuat Silaturahmi Melalui Maulid Nabi Muhammad SAW

Abdul Wahid juga menekankan pentingnya pemahaman guru dalam pendidikan inklusif. Menurutnya, kasus perundungan terhadap ABK seringkali justru datang dari guru, meski tanpa sengaja. Misalnya ketika siswa slow learner dicap malas atau diperlakukan dengan ekspresi yang merendahkan.

“Anak yang tidak bisa membaca bukan berarti malas, bisa jadi dia slow learner. Itu yang harus dipahami. Karena itu guru jangan sampai memberi stigma negatif,” tegasnya.

SMPN 2 Kendari telah melengkapi fasilitas inklusif dengan handrailing, toilet khusus ABK, kursi roda, hingga bantuan kacamata bagi siswa low vision. Semua pengadaan ini dibiayai dari BOS, bukan bantuan pihak luar.

“Jadi sebenarnya kuncinya ada pada komitmen kepala sekolah. Anggaran BOS bisa dikelola bertahap untuk mendukung fasilitas inklusif. Tahun ini buat handrailing, tahun depan toilet, berikutnya kursi roda. Yang penting ada penerapan nyata, bukan sekadar komitmen di atas kertas,” tambahnya.

Baca Juga: SMP Negeri 4 Kendari Komitmen Jaga Mutu Pendidikan Akademik dan Andalkan Ekstrakurikuler

Ia menilai, keberadaan ABK di kelas justru menumbuhkan empati siswa lain. Mereka lebih peduli dan terlatih memahami perbedaan dibandingkan di sekolah tanpa siswa inklusi.

“Kalau ada ABK di kelas, anak-anak lain justru belajar peduli. Mereka menyayangi temannya, bukan membuli. Itu yang membuat suasana belajar lebih manusiawi,” ujarnya.

Melalui kegiatan ini, Abdul Wahid berharap pemahaman kepala sekolah dan guru semakin meningkat. Tidak hanya sebatas sosialisasi, tetapi benar-benar diwujudkan dalam kurikulum, visi-misi sekolah, hingga praktik pembelajaran di kelas. (Adv)

Penulis: Ana Pratiwi

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga