Ulasan: Tantangan Polri Wujudkan Presisi

Reza Fahlefy, telisik indonesia
Selasa, 18 Oktober 2022
0 dilihat
Ulasan: Tantangan Polri Wujudkan Presisi
Banyak tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan anggota Polri yang Presisi. Kendala paling utama adalah sumber daya manusia (SDM). Masih banyak oknum anggota Polri yang belum mampu menjadi pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Foto: Reza Fahlefy/Telisik

" Setelah dilantik dan resmi menjadi Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si mulai menyampaikan visi dan misinya untuk Polri yang lebih baik "

KEPALA Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si resmi menjabat setelah dilantik Presiden Republik Indonesia Ir Joko Widodo, tepatnya 27 Januari 2021.

Setelah dilantik dan resmi menjadi Kapolri, Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si mulai menyampaikan visi dan misinya untuk Polri yang lebih baik dari sebelumnya. Jenderal bintang empat ini menjadikan Polri yang Presisi yaitu Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan.

Prediktif yaitu mengedepankan kemampuan anggota Polri untuk memprediksikan situasi dan kondisi yang menjadi isu dan permasalahan serta potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).

Responsibilitas artinya anggota Polri cepat tanggap dan proaktif dalam memberikan pelayanan prima serta menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat.

Sedangkan Transparansi Berkeadilan adalah suatu prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, humanis, dan terbuka untuk diawasi.

Selama mencanangkan Presisi, Kapolri dengan penuh semangat sangat ingin agar gagasan itu bisa berjalan dengan maksimal. Akan tetapi, ternyata banyak tantangan untuk mewujudkannya.

Tantangan yang paling utama adalah sumber daya manusia (SDM). Masih banyak oknum anggota Polri yang melakukan tindak pidana dengan berbagai perkara, di antaranya narkotika sampai dengan pencabulan.

Dikarenakan terbukti melakukan tindak pidana, banyak personel Polri yang akhirnya dipecat atau diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH). Dipecatnya mereka, sudah membuktikan bahwa tugas fungsi pokok Polri yang harus dipedomani telah dilanggar, yaitu sebagai pelayan, penganyom dan pelindung.

Misalnya kasus di Sulawesi Selatan. Anggota Polri yang bertugas di Polres Wajo bernama Bripka Patonangi dipecat karena diduga terlibat narkotika. Sesuai dengan surat Kep/691/VIII/2022 tertanggal 29 Agustus 2022, Bripka Patonangi resmi dipecat dalam upacara yang digelar di halaman Mapolres Wajo, Senin 10 Oktober 2022.

Bahkan, kasus terbaru, jenderal bintang dua, Irjen Pol Teddy Minahasa diduga menjadi sosok yang terlibat tindak pidana narkotika jenis sabu, sehingga Kapolda Sumatera Barat itu batal dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur.

Baca Juga: Perbaikan Jaringan dan Bak Penampungan, PDAM Muna Hentikan Distribusi Air Bersih

Selain itu, nama personel Polri lainnya, AKBP Doddy Prawira Negara yang saat ini bertugas di Polda Sumatera Barat dan merupakan mantan Kapolres Bukit Tinggi. Selanjutnya Kompol Kasranto yang juga menjabat sebagai Kapolsek di Kalibaru, Polres Tanjung Priok.

Kemudian, ada juga nama Aiptu Janto Situmorang personel di Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Barat dan Aipda Achmad Darwawan personel Polsek Kalibaru.

Bukan kasus narkotika saja, ada juga personel Polri yang diduga terlibat dengan kasus tindak pidana dan akhirnya resmi di-PTDH. Itu terjadi di Provinsi Sumatera Utara. Tidak tanggung-tanggung, sebanyak 28 personel di-PTDH.

Kapolda Sumatera Utara, Inspektur Jenderal Pol, Drs. Ridwan Zulkarnain Panca Putra Simanjuntak, M.Si langsung memimpin upacara PTDH yang digelar di Aula Tribrata Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Kota Medan, Rabu 22 Desember 2021.

28 personel Polri yang bertugas di lingkungan Polda Sumatera Utara di-PTDH karena terlibat jaringan narkotika, desersi, melarikan diri dari tugas aktif, termasuk juga pelanggaran tidak pidana umum seperti pencabulan.

Selain harus membenahi SDM, masih ada tantangan Polri yang harus dilakukan. Yaitu banyaknya kasus tindak pidana umum yang meresahkan masyarakat, misalnya pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor).

Untuk wilayah hukum Polrestabes Surabaya, Polda Jawa Timur, sepanjang tahun 2021, kasus pencurian kendaraan bermotor mendominasi dan mencapai 644 kasus. Namun berhasil diselesaikan 647 kasus. Kemudian di urutan kedua yaitu pencurian dengan pemberatan (curat) sebanyak 272 kasus dan diselesaikan sebanyak 228 kasus.

Untuk dapat mencegah atau menuntaskan kasus pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan kekerasan (curas), dan pencurian kendaraan bermotor (curanmor), personel Polri yang mengisi jabatan kabareskrim, kapolda, direktur reserse kriminal umum, kepala satuan reserse dan sampai kapolsek harus yang berkompeten sesuai dengan prestasi yang dimiliki.

Selanjutnya, kasus narkotika yang sangat menonjol dan juga harus menjadi perhatian Polri. Perkara yang merusak generasi bangsa ini menjadi permalasahan serius.

Bahkan, untuk kasus ini, Presiden Joko Widodo sampai melibatkan Badan Narkotika Nasional (BNN). Mantan Wali Kota Solo ini juga mengeluarkan instruksi (Inpres) Nomor 2 Tahun 2020 yang mengamanatkan BNN untuk melaksanakan Rencana Aksi Nasional untuk Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN), periode tahun 2020-2024.

Inpres Nomor 2 Tahun 2020 membagi rencana aksi ke dalam 2 klasifikasi yaitu aksi generik dan aksi khusus. Selanjutnya, ada 6 aksi target generik yang dilakukan BNN dengan melibatkan 73 kementerian atau lembaga, 34 pemerintah provinsi, dan 514 pemerintah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia.

Aksi generik terdiri dari penyediaan dan penyebaran informasi terkait bahaya narkoba, pembentukan regulasi terkait P4GN, tes urine, pembentukan satgas atau relawan anti narkoba, serta pengembangan topik anti narkoba pada materi pendidikan dan pelatihan kedinasan.

Sedangkan pada aksi P4GN khusus akan dilakukan BNN bersama dengan kementerian/lembaga terkait dengan tupoksi mendukung P4GN.

Pembentukan sistem interdiksi terpadu yang akan dilaksanakan oleh BNN bersama dengan Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla).

Akan tetapi, meski telah terbit inpres, bukan berarti peredaran gelap narkotika sudah bisa dituntaskan. Bahkan, Badan Narkotika Nasional juga sudah mengetahui banyaknya titik rawan peredarannya. Hasil pemetaan mereka, di seluruh Indonesia terdapat 8.691 kawasan rawan narkoba.

Ada tiga provinsi di Indonesia yang tercatat memiliki kawasan rawan narkoba, terbanyak di Sumatera Utara dengan 1.192 kawasan, Jawa Timur 1.162 kawasan, dan Lampung dengan 903 kawasan rawan narkoba.

Baca Juga: Satu Kursi DPRD Bombana Kosong Sepeninggal Ahmad Mujahid

Adapun yang menjadi indikator karakteristik pokok (kawasan rawan narkoba) dilihat dari angka kasus kejahatan narkotika, angka kriminalitas atau aksi kekerasan, jumlah bandar atau pengedar narkoba, kegiatan produksi narkotika, angka pengguna narkotika, jumlah barang bukti narkotika yang berhasil disita aparat, pintu masuk (entry point) narkotika.

Sementara itu ada lima faktor pendukung kawasan disebut rawan narkotika yakni banyaknya lokasi hiburan, tempat kos dan hunian dengan privasi yang tinggi. Selanjutnya tingginya angka kemiskinan di wilayah tersebut, ketiadaan sarana publik, serta rendahnya interaksi sosial masyarakat.

Semakin banyak dan maraknya peredaran dan penyalahgunaannya, Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah yang mendapatkan predikat nomor urut satu terkait peredaran barang terlarang itu.

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Utara Brigjen Pol Toga H Panjaitan sudah mengungkap itu. Bahkan jenderal bintang satu itu mengaku dalam setahun belakangan (2021), ada 1,5 juta orang yang terlibat penyalagunaan narkoba. Banyak unsur narkotika dengan jenis baru yang sulit dikendalikan.

Kapolri harus membuat terobosan yang lebih baik lagi. Misalnya melakukan rotasi, mutasi atau evaluasi kepada seluruh kapolda, direktur narkoba, kapolres atau kapolresta serta kapolrestabes dan kapolsek, agar mereka tidak sampai terkontaminasi dengan kejahatan atau berteman dengan bandar narkoba. (A)

Penulis: Reza Fahlefy

Editor: Haerani Hambali 

Artikel Terkait
Baca Juga