Umi Waheeda, Sosok Muslimah Inspiratif yang Hidupi Ribuan Santri Secara Gratis
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Kamis, 01 April 2021
0 dilihat
Umi Waheeda saat menyapa ribuan santrinya. Foto: Repro KangDidik.com
" Asal usul daur ulang, waktu itu dengan 10 ribu siswa-siswi dengan sampahnya itu bergunung-gunung. Waktu itu kebiasaan di sini, mereka suka bakar sampah. Saya alergi berat, ya namanya asap saya pasti pilek. Akhirnya saya bilang ke Habib, kalau di luar itu kan ada daur ulang, yuk kita lakukan itu juga. Kita mulai kumpul sampah dan dijual. Bayangkan kita dapat dari hasil daur ulang itu, plasmanya sekitar Rp 20 juta, itu modal utama kita untuk bikin pabrik roti. Jadi bisa bayangkan, dari sampah akhirnya bisa modal pabrik roti "
BOGOR, TELISIK.ID - Berkontribusi untuk mendidik umat tidak hanya bisa dilakukan oleh kaum adam saja, tetapi juga dari kalangan wanita. Dalam Islam, semua punya kesempatan yang sama untuk mendakwahkan Dinul Islam ini.
Hal tersebut ditunjukkan oleh seorang wanita dengan status single parent yang dikenal dengan prestasi yang luar biasa. Ia adalah Umi Waheeda.
Kini, Umi Waheeda menjabat sebagai pemangku Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, yang memiliki santri berjumlah kurang lebih 18.000 santri putra maupun putri dengan biaya gratis.
Umi Waheeda juga bertanggung jawab membesarkan 7 putra-putrinya di samping mendidik belasan ribu santri. Sangat sulit menemukan sosok berjuluk ‘Single Parent Untuk Ribuan Santri’ seperti Umi Waheeda ini.
Dilansir dari kangdidik.com, berikut profil dan perjalanan hidup Umi Waheeda hingga mengantarkannya menjadi sosok inspirasi bagi kaum hawa, khususnya para muslimah hari ini:
Profil Singkat Umi Waheeda
Umi Waheeda lahir di Singapura pada tanggal 14 Januari 1968 dari pasangan ibu Safinah binti Abdurrahman dan bapak Abdurrahman bin Adnan.
Dia merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Sejak dini hidup Umi dihiasi dengan serentetan prestasi di berbagai bidang kejuaraan.
Berbagai penghargaan dan kejuaraan berhasil disabetnya seperti olimpiade fisika, tari melayu, dan cabang olah raga lari.
Umi dan adik-adiknya dibesarkan di kota modern I Queens Town-Singapura. Setelah menyelesaikan pendidikan di Scondary School, Umi melanjutkan pendidikan di Resent Girl School dengan konsentrasi jurusan sastra bahasa Inggris level cambridge.
Setelah lewat tiga tahun, Umi memutuskan untuk nyantri di Darul Ulum International School di Surabya dan berguru kepada Syeikh Habib Saggaf.
Di sini berbagai bidang ilmu agama diserapnya dan beberapa literatur kitab kuning telah ditranslate ke dalam bahasa Inggris.
Dia juga memutuskan untuk menghafal Al-Qur’an dan mengakhiri masa lajang pada umur 20 tahun untuk menikah dengan Syeikh Habib Saggaf. Pernikahan berlangsung pada tanggal 5 Mei 1988 di Singapura.
Baca Juga: Mengapa Wanita Tertarik Jadi Teroris? Ini Ulasannya
Diajak Suami Merintis Pesantren
Setelah selesai melaksanakan pernikahan, Umi memutuskan untuk menetap di Indoneia dan mendampingi Abah untuk berdakwah.
Abah Saggaf mengembangkan sayap dakwahnya ke Bintaro dengan membuka sebuah majelis taklim yang berlokasi di Masjid Raya Bintaro.
Bertahun-tahun menetap di wilayah tersebut, jumlah peserta jemaah majelis taklim pun semakin membludak.
Tetapi pada tahun 1998 di Masa Orde Baru, Indonesia mengalami krisis moneter luar biasa. Banyak para remaja putus sekolah akibat situasi ekonomi yang tidak bersahabat.
Kenyataan ini membuat Abah dan Umi hijrah ke Parung Kabupaten Bogor untuk merintis sebuah lembaga pendidikan bebas biaya.
Lembaga tersebut saat ini dikenal dengan nama Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman. Pada tahun 2001 Umi memutuskan untuk berpindah kewarganegaraan menjadi warga Negara Indonesia agar lebih fokus dalam merintis lembaga tersebut.
Lambat laun nama Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman mulai populer dengan pesantren yang seluruh biaya pendidikan, pengobatan, makan-minum serta sarana dan prasarana secara cuma-cuma alias gratis.
Pesan Abah Saggaf
Pada tanggal 12 November 2010 Umi mendapatkan cobaan berat dengan berpulangnya Abah Saggaf, Suami tercinta, ke rahmatullah.
Sebelum wafat, Abah berpesan, “Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman harus tetap gratis sampai kiamat”.
Begitu berat amanat yang Umi emban, tetapi sekarang Umi telah menorehkan keberhasilan luar biasa. Pesantren tersebut telah menerima predikat penghargaan sebagai ‘Pondok tauladan di seluruh Indonesia’.
Sekarang ini, jenjang pendidikan Pondok Pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman menganut sistem pembelajaran yang memadukan antara sistem pembelajaran salafiyyah (klasik) dan sistem pendidikan modern.
Sistem pembelajaran salafiyyah diisi dengan pembahasan kitab-kitab klasik seperti Tafsîr al-Jalâlain dalam bidang tafsir, dan kitab al-Ajurûmiyah, al-‘Imrîthî, Alfiyah dalam bidang nahwu.
Dalam bidang fiqih diajarkan kitab Safînatun Najâh, al-Ghâyah wa al-Taqrîb, dan Fathul Mu’în. Begitu juga seterusnya dalam bidang ilmu yang lain juga dibahas kitab-kitab yang sesuai.
Sedangkan sistem pendidikan modern dalam pesantren ini merujuk pada kurikulum yang ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Teladan Sukses Umi Waheeda
Beberapa sifat mulia yang bisa diambil teladan dari sosok Umi Waheeda antara lain adalah:
Sifat-sifat Yang Mulia
Sosok Umi Waheeda mencerminkan seorang figur yang mencintai ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah-satu penulis biografinya Eti Rahmawati, “Umi sangat mencintai ilmu, sebab baginya tidak ada yang membuat manusia menjadi mulia selain iman dan ilmu”.
Bahkan di sela-sela kesibukannya dalam mengasuh belasan ribu santri, Umi masih menyempatkan diri untuk kuliah meraih gelar S3 di salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia.
Semua fasilitas pesantren mulai dari pendidikan, tempat tinggal, kesehatan dan lain-lain itu dinikmati santri secara gratis.
Di pesantren yang beliau ampu itu, Umi Waeeda mengajari santri bagaimana cara berbisnis. Di sana juga ada pabrik tahu-tempe yang dikelola santri sehingga anak didiknya yang telah lulus dari pesantren diharapkan bisa hidup mandiri berbekal ilmu yang diperoleh selama belajar di pesantren Nurul Iman.
Dilihat dari kisah Umi, dia adalah sosok wanita yang bertanggung jawab serta mendedikasikan hidupnya untuk meningkatkan kebutuhan pendidikan di Indonesia.
Baca Juga: Sopir Angkot Tikam Rekannya dengan Gunting Hingga Tewas
Yakin Terhadap Allah Swt
Mengelola pesantren dengan ribuan santri yang tinggal di dalamnya adalah tugas berat. Dalam memenuhi amanat yang dibebankan kepada Umi Waheeda tersebut, dia memberikan teladan tentang bagaimana menjalankan amanat sebagaimana yang dijelaskan Umi saat diwawancarai.
Dia ditanya tentang persiapan untuk mengemban tugas berat ini, “Umi, sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas keberlangsungan yayasan, apa saja persiapan yang Umi lakukan dalam menjalankan amanat yang sangat berat ini?”
“Umi melihat bahwa semua yang telah digariskan oleh Allah adalah sebuah takdir yang selalu mengandung hikmah. Keyakinan bahwa Allah SWT tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan adalah hal yang paling mendasar yang melandasi tekad Umi untuk terus melangkah ke depan. Umi berkeyakinan bahwa selama Umi berusaha secara maksimal dalam menjalankan amanat Abah, maka keberlangsungan yayasan ini selalu berada dalam jaminan Allah SWT. Sehingga apapun yang Umi upayakan dalam memimpin pesantren ini, itulah bukti kesiapan Umi,” jawab Umi Waheeda.
Inisiatif Pemanfaatan Limbah
Aspirasi untuk mendirikan pabrik roti berasal dari Syekh Habib Saggaf, di samping Habib juga sempat menjalankan beberapa kegiatan wirausaha sebelumnya.
Menurut Umi Waheeda, pabrik roti yang dibangun di dalam pesantren itu berdiri atas hasil mendaur ulang sampah, dan mejadi unit usaha yang pertamakali dikembangkan oleh pesantren.
Sampah-sampah itu berasal dari para santri sendiri dimana sebelumnya untuk memusnahkan sampah dilakukan dengan cara dibakar.
Karena Umi alergi berat dengan asap, akhirnya dia bilang kepada Syeikh Saggaf untuk menjual saja sampah-sampah itu agar bisa didaur ulang sebagaimana di tempat-tempat lain.
Hasil penjualan sampah itu mencapai 20 juta rupiah yang akhirnya digunakan untuk modal mendirikan pabrik roti.
“Asal usul daur ulang, waktu itu dengan 10 ribu siswa-siswi dengan sampahnya itu bergunung-gunung. Waktu itu kebiasaan di sini, mereka suka bakar sampah. Saya alergi berat, ya namanya asap saya pasti pilek. Akhirnya saya bilang ke Habib, kalau di luar itu kan ada daur ulang, yuk kita lakukan itu juga. Kita mulai kumpul sampah dan dijual. Bayangkan kita dapat dari hasil daur ulang itu, plasmanya sekitar Rp 20 juta, itu modal utama kita untuk bikin pabrik roti. Jadi bisa bayangkan, dari sampah akhirnya bisa modal pabrik roti," cerita Umi.
Pengembangan Pendidikan Free but Hig Quality
Umi Waheeda memiliki prinsip kuat bahwa pondok yang diampunya itu berciri khas free and high quality, gratis dengan kualitas tinggi. Walaupun gratis tetapi selalu mengedepankan kualitas.
Aspirasi ini muncul dari wasiat Habib Saggaf, sang suami, yang memberi amanat kepada Umi agar pesantren tetap gratis dengan pendidikan yang tinggi dan bermutu. (C)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali