Bawaslu Masuk Kampus

M. Najib Husain

Kolumnis

Sabtu, 18 September 2021  /  10:42 am

Dr. M. Najib Husain, Dosen FISIP UHO. Foto: Ist.

Oleh: Dr. M. Najib Husain

Dosen FISIP UHO

Keterbukaan itu, rohnya keadilan bagi  pemilih yang punya hak suara.

Satu bulan sebelum pemilihan serentak tahun 2020 di tengah pandemi COVID-19 kami melakukan penelitian dan menemukan tentang  sikap pemilih jika terjadi money politik saat pilkada 9 Desember 2020.

Hasilnya, pertama akan menerima tetapi tetap memilih calon sesuai hati nurani sebesar 28,50 %, kedua akan menerima dan memilih calon yang memberi uang sebesar 18,25 %, dan ketiga akan menerima dan memilih calon yang memberi uang lebih banyak sebesar 2,50 %.

Artinya, ada 49,25 % pemilih yang akan menerima uang saat Pilkada. Hasil ini kami sampaikan dengan Bawaslu Provinsi Sultra saat sama-sama membawahkan materi di salah kegiatan seminar virtual, agar dapat diantisipasi.

Kenyataannya di saat hari H dari pengamatan dan informasi yang kami dapatkan di 7 kabupaten yang melaksanakan Pilkada terjadi politik uang dengan berbagai modus politik dan istilah yang digunakan mulai dari  istilah uang tunai, paket sembako, kupon belanja, uang sedekah, uang ganti, doorprize, sumbangan pembangunan, maupun dengan pemberian token listrik.

Politik uang merupakan salah satu masalah yang telah dipetakan pasca Pilkada serentak 2020 oleh Bawaslu Provinsi (walaupun hasil tidak diketahui). Dari lima permasalahan lainnya yaitu protokol kesehatan, black campaign melalui medsos, netralitas ASN dan profesionalitas penyelenggara.

Itu artinya, begitu beratnya tugas yang harus diselesaikan oleh Bawaslu. Tanggung jawab Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara Pemilu untuk meningkatkan profesionalisme dan akuntabel, harus dapat dibuktikan supaya tidak perlu lagi lahir pertanyaan apakah kita masih membutuhkan kehadiran Bawaslu?  

Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota perlu turun gunung dan proaktif  untuk mendapatkan dukungan partisipasi dari masyarakat, terutama dari dunia kampus yang selama ini kurang dioptimalkan keberadaannya. Padahal SDM dimiliki baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif tidak perlu diragukan.  

Selama ini kampus telah banyak memberikan kontribusi dalam setiap hajatan Pilkada, Pilgub, Pileg dan Pilpres. Ini diungkapkan oleh Rektor UHO, Prof Dr. Muhammad Zamrun saat membawahkan makalah dengan judul 'Peran Perguruan Tinggi dalam Pelaksanaan Demokrasi Elektoral' di kegiatan Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP), dilaksanakan Bawaslu Kota Kendari dan dihadiri Ketua Bawaslu RI.  

Baca juga: Show of Power: Politik Ala Jokowi

Ketua Bawaslu RI Abhan, SH, M.H hadir di kampus dan memberikan kuliah umum dengan judul 'Pembangunan Demokrasi Indonesia Peluang dan Tantangan dari aspek Pengawasan Pemilu'. Kehadiran Bawaslu untuk menjadikan kampus sebagai tempat konsultasi dan sebagai tempat menyampaikan hasil kerja, perlu dipikirkan ke depan.

Bawaslu harus berani menyampaikan kepada publik baik diminta maupun tidak diminta, terkait apa yang telah dikerjakan selama ini. Misalnya upaya apa yang dilakukan Bawaslu dalam  mengantisipasi terjadinya money politik, dan berapa banyak pelaku pemberi dan penerima yang mendapatkan hukuman.

Dalam menghadapi black campaign melalui medsos, langkah-langkah apa yang telah dilakukan oleh Bawaslu dan apakah sudah ditindaki oleh Bawaslu. Netralitas ASN selama pemilihan serentak 2020 berapa banyak yang terlibat dan sanksi apa yang mereka dapatkan.

Keberpihakan ASN menjadi sebuah gambaran yang kurang bagus selama Pilkada dan bukan lagi menjadi rahasia umum. Karena dengan keterbukaan itu akan menjadi rohnya keadilan bagi para pemilih yang punya hak suara.  

Coba lihat bagaimana cara kerja Bawaslu Jawa Barat. Dalam upaya menjaga netralitas ASN melakukan perubahan sikap dan perilaku para ASN melalui penyebaran informasi atau pesan.

Proses penyebaran pesan ini dilakukan melalui tahapan analisis, rancangan strategi, pengembangan dan pengujian, implementasi, dan evaluasi. Dengan demikian strategi komunikasi yang dilakukan oleh Bawaslu Jabar selain sebagai sebuah aktivitas politik, juga merupakan sebuah arena dari berbagai ide dan keyakinan yang secara sistematis berkaitan dengan kondisi di masyarakat.

Apa yang dilakukan Bawaslu Jawa Barat merupakan cara kerja yang tuntas dan bukan setengah-setengah yang hanya sekadar melaksanakan program sosialisasi dan menghabiskan anggaran yang pada akhirnya tidak ada ukuran pencapaian keberhasilan.

Baca juga: Sosialisasi Peraturan Daerah Mendekatkan Legislator kepada Konstituen

Parameter Pemilu yang demokratis (democratic electoral) ditandai dengan adanya integritas proses penyelenggaraan Pemilu dan integritas hasil Pemilu. Integritas proses penyelenggaraan Pemilu akan berhasil dicapai jika semua tahapan Pemilu diselenggarakan menurut perundang-undangan yang berlaku, seperti UU Pemilu dan Peraturan KPU.

Semuanya mengandung kepastian hukum, di mana tidak ada kekosongan hukum atau kontradiksi ketentuan dalam satu peraturan dengan peraturan lainnya, serta tidak mengandung multi tafsir. Semua ketentuan, baik UU Pemilu maupun turunannya di dalam peraturan KPU tidak boleh menyimpang dari asas luber dan jurdil.

Signifikansi dari keberadaan lembaga pengawas Pemilu seperti Bawaslu, sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang adalah, memastikan bahwa parameter Pemilu yang demokratis baik dalam proses maupun hasil Pemilu, serta asas-asas Pemilu tersebut dapat berjalan dengan baik. (Suswantoro, 2015).

Bawaslu dalam perspektif komunikasi politik, sebagai lembaga negara berperan aktif mendesain program pengawasan penyelenggaraan Pemilu secara sistematis dan bertanggung jawab.

Salah satu buktinya dengan adanya  upaya Bawaslu mendorong pengawasan partisipatif berbasis masyarakat. Sebelum turun mengawas maka Bawaslu memberikan transfer pengetahuan serta keterampilan pengawasan Pemilu dengan membuat Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP).  

Titik persoalannya di sini, berapa banyak 'anak sekolah' Bawaslu yang tidak jelas mau kemana setelah sekolah dan persoalannya Bawaslu terlalu rajin membuat sekolah dibandingkan memanfaatkan dan memberdayakan alumni SKPP sebelumnya.

Dari pada membuat sekolah-sekolah yang tidak jelas lebih bagus mengoptimalkan para peserta yang pernah dikader, dan jadikan kampus sebagai mitra strategis. (*)