Golkar Buton Terpecah, Rekomendasi Ketua DPRD Diduga Sarat Nepotisme

Nur Fauzia

Reporter

Selasa, 05 November 2024  /  2:49 pm

Kader Partai Golkar, Abdul Zainuddin Napa. Foto: Ist

BUTON, TELISIK.ID - Persoalan internal Partai Golkar di Kabupaten Buton kian memanas. Meski berhasil meraih suara terbanyak dalam Pemilu 2024 dan berhak menempatkan kadernya di posisi Ketua DPRD, Golkar justru terjerat dalam konflik yang memunculkan dugaan nepotisme dan ketidakberesan administrasi.

Kader Partai Golkar, Abdul Zainuddin Napa, mengungkapkan kepada telisik.id, Golkar memperoleh empat kursi di DPRD Buton dengan perolehan suara terbanyak, yang secara otomatis memberikan hak kepada Golkar untuk menduduki posisi Ketua DPRD.

Pada 11 September 2024, Sekretariat Jenderal Golkar menerbitkan surat rekomendasi yang menetapkan Wa Ode Nurnia, mantan Ketua DPRD, untuk kembali menjabat.

Wa Ode memperoleh 1.882 suara dalam pemilu, dan rekomendasi tersebut disetujui oleh pengurus pusat Golkar.

Namun, pada 12 September 2024, Ketua DPC Golkar Buton, La Bakrie, mengusulkan nama baru, yakni Mararusli Sihaja, yang hanya memperoleh 427 suara, sebagai kandidat Ketua DPRD.

Baca Juga: Dekat dengan Konstituen, Dua Politisi Golkar Terpilih Empat Periode jadi Anggota DPRD Muna

Rekomendasi ini dianggap tidak memenuhi standar administrasi karena tidak mencantumkan nomor surat, tanda tangan sekretaris, serta tujuan yang jelas.

Situasi makin rumit ketika pada 26 September 2024, Menteri Investasi sekaligus Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, mengeluarkan rekomendasi baru yang mencalonkan Yuliadin, dengan 1.204 suara, untuk jabatan tersebut.

Namun, tak lama kemudian, pada 30 Oktober 2024, Bahlil kembali mengeluarkan rekomendasi bagi Mararusli Sihaja, yang diketahui memiliki hubungan keluarga dengan La Bakrie.

Zainuddin menduga, keluarnya rekomendasi dengan nama-nama yang berbeda secara berulang kali, dan adanya kedekatan kekerabatan antara beberapa pihak, memunculkan kecurigaan adanya praktik nepotisme dalam proses penentuan Ketua DPRD Buton.

“Sebagai contoh, di dalam kepengurusan DPC Partai Golkar Kabupaten Buton, La Bakrie menjabat sebagai ketua, sekretaris adalah kemenakannya, bendahara adalah istrinya, dan ketua harian adalah Mararusli Sihaja yang juga kemenakannya,” jelas Zainuddin.

Kekecewaan mendalam dirasakan Zainuddin dan kader Golkar lainnya. Awalnya, mereka mengagumi sosok Bahlil Lahadalia yang berhasil menduduki jabatan menteri dan diharapkan mampu bersikap netral dan nasionalis, namun kini situasi tersebut dinilai merugikan Kabupaten Buton.

Mantan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buton itu berharap agar DPP Partai Golkar memperbaiki mekanisme pengambilan keputusan organisasi agar tidak melahirkan konflik internal dalam perebutan jabatan partai.

Baca Juga: Mantan Anggota DPRD dari Partai Golkar Diduga Nistakan Agama Islam

"Jika tidak mampu, sebaiknya segera adakan musyawarah daerah, dan saya meminta DPD I untuk turun melakukan investigasi di daerah agar mengetahui alasan DPP Golkar mengeluarkan surat yang berulang kali pada objek yang sama," tegas Zainuddin.

Kader Partai Golkar di Buton juga berencana mengeluarkan pernyataan bersama untuk mempersoalkan rekomendasi terakhir DPP yang membatalkan rekomendasi pertama dan kedua tanpa kejelasan.

Sementara itu, Ketua DPC Partai Golkar Kabupaten Buton, La Bakrie, belum memberikan tanggapan ketika dikonfirmasi Telisik.id. (C)

Penulis: Nur Fauzia

Editor: Fitrah Nugraha

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS