Konawe Utara Tertinggi Angka Kelahiran Remaja, BKKBN Sultra Sarankan Nikah Minimal 21 Tahun

Siti Nabila

Reporter

Senin, 23 Desember 2024  /  6:19 pm

Kepala Perwakilan BKKBN Sultra, Asmar. Foto: Nabila/Telisik

KENDARI, TELISIK.ID – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat bahwa angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun di provinsi ini masih cukup tinggi.

Salah satu kabupaten di Sultra dengan angka kelahiran remaja tertinggi adalah Konawe Utara, yang mencatatkan capaian 56 per seribu wanita usia 15-19 tahun yang melahirkan.

Kepala Perwakilan BKKBN Sultra, Asmar, menyebut angka kelahiran remaja di Konawe Utara jauh lebih tinggi dibandingkan kabupaten lainnya di Sultra.

“Konawe Utara tercatat memiliki angka kelahiran remaja tertinggi di Sultra, dengan capaian 56, diikuti oleh Konawe Kepulauan (50,7), Kolaka Timur (49,2), Konawe (48,2), dan Bombana (47,8),” ungkap Asmar, Senin (23/12/2024).

Angka ini menunjukkan bahwa masih banyak remaja di Sultra yang melahirkan sebelum mencapai usia dewasa dan BKKBN menilai sebagai kondisi yang mengkhawatirkan.

Baca Juga: Kekayaan Pj Bupati Muna Barat Pahri Yamsul: Tanah dan Bangunan Miliknya Tersebar di Kendari dan Konawe

Asmar menegaskan bahwa pernikahan dini dan kehamilan di usia muda berisiko tinggi bagi kesehatan fisik dan mental para remaja, serta berpotensi menyebabkan masalah kesehatan serius seperti stunting pada anak.

“Pernikahan dini disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah karena faktor budaya di mana banyak orang tua yang menjodohkan anak-anaknya, faktor ekonomi yang memaksa, dan juga fenomena 'married by accident' (MBA/menikah karena kehamilan),” ungkapnya.

Asmar menyebut usia ideal untuk menikah bagi perempuan adalah minimal 21 tahun, karena pada usia tersebut kondisi fisik dan struktur tubuh, khususnya rahim perempuan, sudah matang.

“Jika seorang wanita menikah di usia 21 tahun ke atas, dia akan bisa melahirkan anak-anak yang sehat,” jelasnya.

Pernikahan dini yang berujung pada kehamilan di usia remaja diyakini dapat menyebabkan dampak kesehatan serius, seperti tulang yang berhenti berkembang dan peningkatan risiko stunting atau hingga pada kematian bayi.

Proses persalinan pada remaja juga berisiko tinggi karena struktur tubuh mereka yang belum sepenuhnya matang.

Selain dampak kesehatan, pernikahan dini juga seringkali menyebabkan perceraian karena ketidakmatangan emosional dan ekonomi.

Asmar menjelaskan, remaja yang menikah di usia dini seringkali belum siap secara finansial dan emosional, yang menyebabkan ketegangan dalam rumah tangga dan meningkatkan kemungkinan perceraian.

“Oleh karena itu, pendewasaan usia perkawinan sangat penting untuk menghindari masalah tersebut,” ujar Asmar.

Baca Juga: Kasus Perceraian di Kendari Capai 8 Ratus Lebih, Istri Gugat Cerai Terbanyak

BKKBN Sultra terus berupaya menanggulangi masalah pernikahan dini melalui berbagai program edukasi dan kesadaran di masyarakat.

Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan program Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja yang fokus pada pencegahan pernikahan dini, seks pranikah, dan penyalahgunaan narkoba.

“Melalui PIK Remaja, kami ingin memberikan pemahaman kepada remaja bahwa pernikahan sebaiknya dilakukan setelah mencapai usia yang matang, baik fisik maupun mental, yaitu minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki,” tambah Asmar.

Pemerintah melalui BKKBN juga terus melakukan kampanye tentang pendewasaan usia perkawinan (PUP) sebagai upaya untuk menurunkan angka pernikahan dini dan meningkatkan kesejahteraan keluarga di Sultra.

BKKBN berharap agar remaja di Sultra dapat menikah di usia yang ideal untuk menghindari dampak negatif dari segi kesehatan, ekonomi, dan sosial, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengejar cita-cita dan membangun masa depan yang lebih baik. (C)

Penulis: Siti Nabila

Editor: Mustaqim

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

TOPICS