Kunang-Kunang di Ambang Kepunahan, Ini Penjelasannya

Merdiyanto

Content Creator

Minggu, 15 Juni 2025  /  2:21 pm

Kunang-kunang berada di ambang kepunahan akibat hilangnya cahaya penarik pasangan. Foto: Repro kabar pendidikan.

JAKARTA, TELISIK.ID - Kunang-kunang, serangga kecil yang memikat dengan cahaya bioluminesensinya, kini berada di ambang kepunahan.

Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa populasi kunang-kunang di seluruh dunia mengalami penurunan drastis akibat ulah manusia. Keindahan kerlip cahaya mereka di malam hari terancam hilang jika tidak ada upaya serius untuk melestarikannya.

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal BioScience, tiga faktor utama menjadi penyebab ancaman kepunahan kunang-kunang: hilangnya habitat, polusi cahaya, dan penggunaan pestisida.

Hilangnya habitat menjadi faktor utama, di mana banyak kawasan alami seperti hutan basah, rawa-rawa, dan tepi sungai tempat kunang-kunang berkembang biak telah beralih fungsi menjadi perkebunan, seperti kelapa sawit, atau lahan pertanian.

Contohnya, kunang-kunang Malaysia (Pteroptyx tener) kehilangan habitat mangrove akibat konversi lahan dilansir dari CNN Indonesia.

Polusi cahaya, yang meningkat 23?lam beberapa dekade terakhir, menjadi ancaman kedua yang signifikan. Cahaya buatan dari lampu jalan, papan iklan, dan skyglow mengganggu ritual perkawinan kunang-kunang yang bergantung pada kedipan cahaya bioluminesensi untuk menarik pasangan.

Baca Juga: Perubahan Iklim Picu Migrasi Nyamuk Pembawa Penyakit ke Utara

“Polusi cahaya benar-benar mengacaukan bioritme alami dan ritual kawin kunang-kunang,” ungkap Avalon Owens, kandidat PhD dari Universitas Tufts.

Penggunaan pestisida juga memperparah situasi. Pestisida tidak hanya membunuh serangga yang menjadi makanan kunang-kunang, tetapi juga meracuni mereka secara langsung, terutama di wilayah pertanian.

Kunang-kunang, sebagai bio-indikator lingkungan yang bersih, sangat sensitif terhadap pencemaran lingkungan.

Selain itu, pariwisata yang tidak terkendali turut mempercepat kepunahan. Di negara seperti Jepang, Taiwan, dan Thailand, kunang-kunang menghadapi tekanan dari wisatawan yang mengunjungi habitat mereka.

Aktivitas seperti lalu lintas perahu motor di sungai mangrove Thailand telah merusak tepian sungai, sementara spesies yang tidak dapat terbang di Meksiko dan Carolina Utara terinjak-injak oleh pengunjung.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), 11?ri 128 spesies kunang-kunang yang diteliti berstatus terancam punah, dan 2% lainnya hampir terancam.

Di Indonesia, meskipun data populasi spesifik belum tersedia, alih fungsi lahan dan deforestasi diyakini telah mengurangi populasi kunang-kunang secara signifikan.

“Kunang-kunang juga berperan sebagai predator alami yang menjaga keseimbangan ekosistem dengan memangsa serangga hama,” kata Damayanti Buchori, pakar serangga dari Institut Pertanian Bogor dikutip dari kumparan.com.

Baca Juga: Lima Fenomena Astronomi Bisa Disaksikan pada Mei 2025, Ada Hujan Meteor Eta Aquariid hingga New Moon

Kepunahan mereka dapat mengganggu rantai makanan dan stabilitas ekosistem. Upaya pelestarian mulai digalakkan, seperti usulan pembangunan Firefly Garden di Klaten untuk penelitian dan konservasi, serta pedoman pengelolaan wisata yang ramah kunang-kunang.

“Kami ingin pengetahuan ini sampai ke pengelola lahan dan pembuat kebijakan untuk melindungi kunang-kunang,” ujar Sonny Wong dari Masyarakat Alam Malaysia.

Masyarakat juga didorong untuk mengurangi penggunaan pestisida dan cahaya buatan di malam hari. Kunang-kunang bukan hanya serangga bercahaya, tetapi juga simbol keindahan alam dan kesehatan lingkungan.

Tanpa tindakan segera, generasi mendatang mungkin hanya akan mengenal mereka dari cerita dan film. Mari bersama-sama menjaga kelestarian kunang-kunang sebelum cahaya mereka benar-benar padam. (C)

Penulis: Merdiyanto

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS