Muhammad Jazir ASP, Tokoh Penting Masjid Jogokariyan Yogyakarta
Reporter Yogyakarta
Jumat, 03 Juli 2020 / 2:16 pm
YOGYAKARTA, TELISIK.ID - Mengembalikan keberadaan Masjid Jogokariyan sebagai pusat peradaban memang tidak berhenti dilakukan Muhammad Jazir ASP.
Salah satu tokoh penting di Yogyakarta dalam mewujudkan cita-cita tersebut, kini tidak lagi muda. Membuatnya tidak selincah Jazir dulu, yang semangatnya membara ketika memberi khutbah.
Gagasan-gagasan yang muncul dari kepalanya masih lincah, berisikan ambisi dan penuh inovasi, yang mampu ditularkan dalam kegiatan-kegiatan yang menuntun umat menuju kaffah. Inovasinya terus ditebarkan dalam program-program yang memiliki tujuan menyejahterakan masyarakat.
Masjid Jogokariyan, tidak sekadar jadi tempat melaksanakan salat. Tapi justru sebagai pusat sosialisasi masyarakat.
Masjid itu berdiri pada 22 September 1966. Setelah penumpasan G30S/PKI, masjid yang awalnya berukuran 9 x 9 meter tersebut mulai dipakai 20 Agustus 1967. Waktu itu yang salat hanya 10 orang dewasa. Sisanya anak-anak.
Jogokariyan sendiri adalah nama sebuah kampung. Dulu, kampung ini menjadi tempat tinggal para prajurit Keraton Yogyakarta. Sekarang dijadikan nama masjid. Sesuai yang dilakukan Rasulullah SAW. Masjid di zaman Rasulullah, pasti sesuai nama daerahnya. Ini supaya wilayahnya jelas.
Bagi Jazir, komitmen itu mampu terjaga, jika masyarakat dapat selalu ditempatkan sebagai tujuan utama. "Dari masyarakat, oleh masyarakat, dan bagi masyarakat itulah manfaat-manfaat masjid harus dirasakan," kata Jazir.
Tidak cuma dikenal sebagai ikon Masjid Jogokariyan. Laki-laki kelahiran 28 Oktober 1962 itu memang menjadi otak penting lahirnya transformasi. Dari kepalanya, gagasan-gagasan inovatif bermunculan.
Uniknya, sosok yang gemar menggunakan pakaian-pakaian bernuansa Jawa itu kerap menekankan gagasan tidak cuma datang dari pikiran. Terlebih, manusia diciptakan Allah SWT sebagai mahluk sempurna.
"Ada hati yang telah dititipkan Allah SWT untuk bisa merasa," kata Jazir sambil membetulkan peci khas Jogokariyan, yang memiliki ciri buntut dua layaknya penutup kepala abdi dalem Keraton Yogyakarta.
Dalam kehidupan sehari-hari Jazir pun dituntut untuk selalu peka. Dari sana, kepekaan atas situasi sekitar muncul. Kepekaan itulah yang jadi penuntun Jazir dalam memetakan kebutuhan masyarakat dan diubah jadi kewajiban Masjid Jogokariyan.
Baca juga: Masjid Syuhada, Mengenang Pahlawan yang Gugur dalam Pertempuran Kotabaru
"Kewajiban sebagai pusat peradaban," tandas Jazir
Masyarakat, dikatakan Jazir, memang menjadi titik tujuan utama atas apapun yang akan dilakukan Masjid Jogokariyan.
Meminjam petuah Ki Hadjar Dewantara, Masjid Jogokariyan dibuat mampu mengambil tiga peran pendidikan. Yaitu, ing ngarso sung tulodo (di depan memberi contoh), ing madyo mangun karso (di tengah memberi semangat) dan tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan) kepada masyarakat.
Tidak sedikit yang heran. Bagaimana bisa gagasan-gagasan sebesar itu muncul dari seorang pengurus masjid? Bahkan, banyak yang heran, bagaimana masjid bisa mewujudkan gagasan-gagasan sebesar itu?
Ya, Jazir memang bukan pengurus masjid biasa. Ia merupakan lulusan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, yang sejak 1986 telah merintis TK Al-Qur'an yang menjadi model pengajian anak-anak.
Tidak cuma di Yogyakarta. Model itu ternyata sukses dikembangkan di Indonesia dan bahkan ke Asia Tenggara.
Laki-laki yang pernah menjadi ketua pengajian anak-anak sejak kelas 5 SD dan Ketua Dewan Syura Masjid Jogokariyan itu, mendapat penghargaan dari Presiden Habibie sebagai Tokoh Perintis Gerakan Al-Qur'an Tingkat Nasional.
Jazir adalah sosok yang tidak larut pujian. Tidak mengakui karya bersama sebagai prestasi diri. Padahal, tidak terbantahkan kalau program-program emas yang sudah diinisiasi dan diwujudkan di Masjid Jogokariyan datang dari gagasannya. Tapi, itulah Jazir, sosoknya sederhana. Tak sedikitpun mewah terlihat. Jauh dari sosok orang yang sebenarnya mengelola amanah begitu besar dari umat. Semua dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur masyarakat.
Ia benar-benar membuat masjid tak sekadar tempat melaksanakan salat. Tapi, menjadi pusaran aktivitas masyarakat dan mampu memaksimalkan beragam potensinya sebagai pusat peradaban.
Jazir memang sosok yang sangat pantas mendapat apresiasi tinggi dari masyarakat.
Reporter: Affan Safani Adham
Editor: Haerani Hambali