Warga Transmigrasi Sulawesi Tenggara Belum Nikmati Jalan Layak dan Kepastian Status Tanah

Gusti Kahar

Reporter

Kamis, 13 November 2025  /  6:49 pm

SD UPT Amohola SP 2 di Desa Wawondengi, kondisi atap berkarat dan fasilitas yang mulai rusak (kanan) dan Balai Pertemuan Dusun 4 (kiri), Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan. Foto: Tim Ekspedisi Patriot Institut Teknologi Sepuluh November

KENDARI, TELISIK.ID – Dalam perjalanan panjang menelusuri wilayah transmigrasi di Sulawesi Tenggara, Tim Ekspedisi Patriot dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) menemukan realitas yang masih jauh dari harapan.  

Infrastruktur dasar yang tak layak dan persoalan agraria yang belum tuntas menjadi gambaran nyata kehidupan masyarakat transmigrasi di beberapa Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) di Kabupaten Konawe Selatan.

Ekspedisi yang berlangsung sejak Agustus hingga Desember 2025 ini merupakan kegiatan riset dan observasi lapangan oleh tim gabungan dosen serta mahasiswa ITS.  

Mereka menelusuri berbagai kawasan transmigrasi di Kecamatan Kolono dan Moramo untuk mengidentifikasi kondisi faktual masyarakat serta tantangan pembangunan wilayah.

Baca Juga: Wakili Parlemen Indonesia di India, Abdul Khalik Bawa Visi Sulawesi Tenggara Transisi Energi Hijau

Usqi Syakhaka Billah, alumni Fisika ITS yang tergabung dalam tim ekspedisi, mengungkapkan bahwa kondisi infrastruktur menjadi salah satu temuan utama yang perlu segera mendapat perhatian pemerintah.

“Dari hasil tinjauan kami terdapat di beberapa wilayah UPT, kami menemukan adanya infrastruktur yang kurang memadai. Jalan yang masih jauh dari kata layak sehingga inilah yang menjadi alasan kami untuk menjadikan laporan dari hasil evaluasi,” ungkapnya, dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar di Aula Wawoni Hotel D’Blitz Kendari, Kamis (13/11/2025).

Selain masalah infrastruktur, tim juga menemukan sejumlah persoalan terkait kepemilikan tanah. Status hukum lahan para transmigran dinilai masih belum jelas dan menjadi potensi konflik agraria yang berkepanjangan.  

Situasi ini disebut menjadi hambatan besar bagi keberlanjutan program transmigrasi di daerah tersebut.

Namun di balik persoalan itu, tim ekspedisi juga menemukan potensi besar yang dapat menjadi peluang pengembangan ekonomi warga. Usqi menjelaskan, hampir setiap UPT memiliki komoditas unggulan yang bisa dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Di UPT Amohola SP1 ada jeruk siam, pisang, dan ubi jalar. Sementara di SP2, warga mengembangkan nilam, kambing, dan buah naga. Di UPT Roda potensi terbesar ada pada nilam, pisang, serta berbagai jenis sayur mayur. Sedangkan di kawasan Arongo, komoditas seperti merica, jambu air, kopi robusta, serai, dan jeruk nipis bisa dikembangkan agar bernilai ekonomi tinggi,” tambahnya.

FGD tersebut dihadiri oleh perwakilan dari Dinas PU, Dinas Peternakan, Camat Landoono, Camat Moramo, serta Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Sultra.

Forum ini menjadi ruang penting untuk menyinergikan hasil riset akademik ITS dengan masukan masyarakat serta instansi pemerintah daerah. Beberapa warga transmigrasi juga menyampaikan langsung keluhan dan harapan mereka.

Dewa Made Budiawan, warga Desa Wawondengi, mengatakan bahwa banyak warga yang belum memiliki sertifikat tanah dan berharap pemerintah segera memberikan kepastian hukum.

Baca Juga: Gunakan Motor Sitaan untuk Kepentingan Pribadi, 2 Anggota Polresta Kendari Diamankan Propam

“Kami ingin ada solusi dari pihak pemerintah melalui tim ekspedisi ini bisa menyampaikan ke pusat. Terutama terkait infrastruktur dan agraria menjadi poin penting rekomendasi di pusat untuk memberikan kejelasan,” ucapnya.

Sementara itu, Ujang Kadiana, aktivis agraria sekaligus perwakilan warga Desa Amohola, menegaskan bahwa pemerintah harus memberi perhatian serius terhadap persoalan lahan di wilayah transmigrasi.

“Dengan tegas mewakili warga trans, saya meminta untuk disampaikan menjadi rekomendasi ke pusat terkait konflik lahan agraria di wilayah UPT bahkan kalau bisa langsung kepada presiden kita,” kata Ujang.

Seluruh hasil riset dan masukan dari masyarakat akan dirangkum dalam laporan akhir ekspedisi yang nantinya diserahkan ke Kementerian Transmigrasi. Laporan tersebut diharapkan menjadi dasar penyusunan kebijakan baru yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan realitas kawasan transmigrasi di Sulawesi Tenggara. (A)

Penulis: Gusti Kahar

Editor: Ahmad Jaelani

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS