Waspada, OTG Kerap Tularkan COVID-19

Fitrah Nugraha

Reporter

Kamis, 11 Juni 2020  /  8:18 pm

Sejumlah masyarakat kembali beraktivitas dengan memakai masker. Foto: tribunnews.com

KENDARI, TELISIK.ID - Meski pemerintah memberlakukan tatanan kehidupan baru atau new normal, masyarakat tetap mewaspadai penularan COVID-19, khususnya dari orang tanpa gejala (OTG).

Pasalnya, masih ada banyak faktor yang belum terungkap dan perlu dipelajari mengenai penyebaran virus penyebab COVID-19 ini, termasuk penularan dari OTG.

Dilansir dari CNN Indonesia, penularan virus Corona dari OTG yang tetap perlu diwaspadai. Ini diutarakan oleh para ahli epidemiologi dan pejabat di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Peringatan ini kembali muncul sebagai penjelasan dari pernyataan Kepala Teknis Tanggap Corona WHO, Maria Van Kerkhove, Senin (8/6/2020) waktu Jenewa.

Dimana, Maria sempat mengatakan bahwa, OTG atau pasien COVID-19 asimptomatik kecil kemungkinan atau jarang bisa menyebarkan virus Corona.

Sehari setelah pernyataan itu, WHO kembali mengadakan tanya-jawab langsung untuk menjernihkan pernyataan membingungkan tersebut. Komentar Maria itu disebut bertentangan langsung dengan petunjuk resmi WHO, termasuk juga tak sejalan dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) yang mengatakan sekitar sepertiga infeksi Corona boleh jadi tak menunjukkan gejala.

Baca juga: Sultra Bertambah Enam Positif COVID-19, Empat Sembuh

CDC juga memperkirakan 40 persen penularan virus Corona terjadi sebelum orang merasa sakit, yang artinya oleh mereka yang tanpa gejala (OTG) atau asimptomatik.

"Apa yang saya maksudkan kemarin dalam konferensi pers adalah, sangat sedikit penelitian--sekitar dua atau tiga penelitian yang telah diterbitkan yang benar-benar mencoba mengikuti kasus tanpa gejala. Sehingga orang yang terinfeksi, dari waktu ke waktu, kemudian dilacak seluruh kontak mereka, dan berapa banyak tambahan orang yang terinfeksi," jelas Van Kerkhove seperti dikutip dari CNN.

Ia menambahkan, hal tersebut hanya bagian kecil dari subset penelitian atau studi.

"Karena ada banyak faktor utama yang tak diketahui, ada begitu banyak yang tak diketahui di sekitar ini," tambah dia.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Program Kedaruratan Kesehatan WHO, Mike Ryan mengungkapkan, masih banyak yang harus dipelajari perihal penyebaran virus Corona. Termasuk, tentang kemungkinan penularan virus dari OTG atau orang yang asimptomatik.

"Berapa pun proporsi penyakit yang ditularkan dari individu tanpa gejala, seperti yang dikatakan Maria, itu tidak diketahui. Saya benar-benar yakin itu terjadi. Pertanyaannya adalah berapa banyak? Ada banyak yang harus dijawab soal ini, ada banyak yang tak diketahui," ungkap Ryan.

Senada dengan hal tersebut, ahli epidemiologi dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani menjelaskan, definisi dan kemunculan OTG menurutnya masih rancu.

Baca juga: Bupati Busel Laporkan Wartawan, Peradi Sultra: Itu Prematur

Di mana, kata dia, terkadang yang disebut OTG sebetulnya tak benar-benar tidak memiliki gejala melainkan ada kemungkinan menunjukkan gejala, tetapi dalam jumlah kecil atau sedikit, atau bahkan mungkin tidak dirasakan.

Karena itu, penentuan OTG pun harus dilakukan dengan hati-hati dan terperinci.

"Jadi artinya apa, OTG ini kan batasannya semakin tipis ketika dibandingkan dengan orang yang ketika menunjukkan gejala tapi ringan," kata Laura kepada CNN Indonesia melalui sambungan telepon.

"Kadang itu untuk menyebutkan bahwa ini termasuk OTG atau tidak, itu kan harus hati-hati. Kalau datanya memang terungkap, oke itu bisa diklasifikasikan OTG. Tetapi kan banyak data yang, ya miss. Yang model sederhana seperti itu," jelasnya.

Laura menambahkan, memang ada perbedaan tingkat penyebaran virus antara OTG, Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien Dalam Pengawasan (PDP). Namun, jika dibandingkan, OTG memang memiliki potensi penularan yang paling kecil dibanding kedua kelompok lain.

"Karena kan itu tergantung juga dengan jumlah virusnya. Artinya kalau OTG itu kan seseorang mampu--istilahnya apa ya--melawan dari infeksi virus yang masuk ke tubuh sehingga tidak menimbulkan gejala. Tapi sebetulnya virus itu kan berkembang di dalam tubuh," tambah Laura.

Tapi sekalipun begitu, untuk kasus di Indonesia, kewaspadaan serupa perlu diterapkan pada OTG. Sebab, terdapat faktor penularan lain seperti karakteristik masyarakat, waktu interaksi dan jarak interaksi.

Baca juga: Warga Nambo Kaget Namanya Hilang Sebagai Penerima BST

Dengan jumlah penduduk Indonesia yang padat, ia menyebut orang tanpa gejala bisa berpotensi menjadi salah satu sumber penularan.

"Kalau OTG hanya kontak sekali, itu ya tidak terjadi penularan. Tapi yang saya khawatirkan, masyarakat Indonesia itu kan padat penduduk. Jadi ya dengan adanya interaksi pada jarak dekat, itu kan bisa memunculkan kemungkinan itu, sekalipun itu OTG," jelas Laura.

"Kalau masyarakat Indonesia ini kan padat ya, ini juga bisa jadi salah satu faktor kenapa kok OTG ini bisa jadi sumber penularan dibandingkan dengan negara lain. Kan terbukti pemeriksaan secara masif juga menemukan itu juga, jadi orang-orang yang berkontak erat [dengan OTG] atau berkerumun lantas ditemukan positif," jelas dia lagi.

Sebelumnya Kepala Teknis Tim Tanggap Corona WHO, Maria Van Kerkhove mengatakan, penularan virus Corona jarang atau kecil kemungkinan tersebar dari orang yang tanpa gejala COVID-19. Saat itu ia mengklaim penilaian tersebut berdasar data yang dikantongi organisasinya.

"Dari data yang kami miliki, tampaknya masih jarang terjadi orang tanpa gejala benar-benar mentransmisikan ke individu sekunder," kata Van Kerkhove dalam konferensi pers rutin di Jenewa, Senin (8/6) waktu Jenewa.

Tapi sehari setelahnya WHO kembali menggelar tanya-jawab langsung melalui akun media sosial resmi mereka merespons informasi mengenai orang tanpa gejala dan penularan virus Corona.

Reporter: Fitrah Nugraha

Editor: Sumarlin