Agama dan Resolusi Konflik

Abd. Rasyid Masri, telisik indonesia
Sabtu, 11 Desember 2021
0 dilihat
Agama dan Resolusi Konflik
Prof. Abd. Rasyid Masri, Akademisi dan Pebisnis. Foto: Ist.

" DALAM buku 'Menatap Wajah Islam Indonesia' karangan Dr. Aksin Wijaya meneguhkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi tak mungkin kita bisa bendung lagi "

Oleh: Prof. Abd. Rasyid Masri

Akademisi dan Pebisnis

DALAM buku 'Menatap Wajah Islam Indonesia' karangan Dr. Aksin Wijaya  meneguhkan bahwa kemajuan teknologi komunikasi dan teknologi transportasi tak mungkin kita bisa bendung lagi.

Tapi, haruskah kita membiarkan  berbagai kemajuan teknologi dan serbuan budaya asing membanjiri negeri ini, tanpa ada upaya mengkritisi dan memfilter berbagai efek negatifnya.

Dalam asumsi sederhana pikiran penulis, kalau gerak budaya luar tak bisa kita bendung, maka hampir pasti identitas kebangsaan, nilai budaya lokal Indonesia, dan nilai agama akan tereduksi kesakralannya.

Boleh jadi, berpotensi menghapus sakralisasi nilai agama dan tradisi leluhur budaya nusantara di era masyarakat rasional dan iptek.

Konflik peradaban tak bisa terhindari. Ditambah potensi konflik sosial, agama terus mengintai pada masyarakat multikulturalisme seperti Indonesia dan keragaman nilai agama-agama di nusantara.

Sehingga perlu seleksi kritis terhadap berbagai kemajuan nilai modernisasi teknologi, dan gempuran nilai budaya luar nusantara. Agar nilai-nilai agama bisa menjadi solusi, menciptakan resolusi konflik antar agama, antar kultur, dan berbagai perbedaan dalam konsep negara Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga: Krisis Kepedulian Sosial

Kita sadari, agama memiliki potensi paling sensitif berbahaya menciptakan gesekan sosial, tetapi agama juga paling sempurna mendorong lahirnya resolusi konflik di masyarakat. Paling efektif menciptakan perdamaian bagi pemeluknya.

Agama memiliki nilai sakral bisa menghipnotis pemeluknya dengan nilai dan norma yang dimilikinya, untuk menjadi pedoman dalam mengharmoniskan kehidupan.

Indonesia dalam tatanan keragaman beragama dan etnisnya, sering menjadi sumber bibit konflik, kerusuhan dengan memakai simbol-simbol agama dan sentimen keagamaan.

Namun, teori konflik dalam asumsi pemikiran Coser dalam ilmu sosiologi mengajarkan, tidak semua konflik itu destruktif, bahkan ada konflik yang produktif.

Baca Juga: Manusia dan Budaya Simbol

Dalam presfektif sosiologi konflik, bisa melahirkan solidaritas baru, dan agama menjadi hal penting sebagai perekat. Mahirkan solidaritas sosial, menciptakan integrasi sosial, dan persaudaraan menuju resolusi konflik dalam mengurai perbedaan. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga