Apa itu Rebo Wekasan Jatuh 14 Oktober? Begini Cara dan Niat Shalatnya, Lengkap dengan Doa

Muhammad Israjab, telisik indonesia
Rabu, 14 Oktober 2020
0 dilihat
Apa itu Rebo Wekasan Jatuh 14 Oktober? Begini Cara dan Niat Shalatnya, Lengkap dengan Doa
Mengenal Rebo Wekasan, yang jatuh pada 14 Oktober. Foto: Repro google.com

" Rabu Wekasan yaitu malam Rabu terakhir (wekasan) di bulan Shafar. Sebagian orang ahli ma'rifat termasuk orang yang ahli mukasyafah mengatakan setiap tahun Allah menurunkan bala' (bencana) yang berjumlah 320.000. Kesemuanya diturunkan pada hari Rabu yang terakhir di Bulan Shafar. Maka dianjurkan hari itu shalat 4 raka'at dengan 2 salaman. "

KENDARI, TELISIK.ID - Rebo Wekasan atau Rabu Wekasan tahun 2020 jatuh bertepatan pada hari ini, 14 Oktober 2020.

Istilah Rabu Wekasan sendiri berasal dari kalender lunar versi Jawa yang artinya Rabu pungkasan atau Rabu terakhir pada bulan Safar.

Sebagian umat Islam meyakini di Bulan Safar ini ada momen yang tepat untuk melakukan shalat sunat meminta pertolongan kepada Allah SWT untuk menolak bala. Momen itu tepatnya di Rebo Wekasan dengan melakukan amalan yang disebut salat tolak bala.

Rebo Wekasan dikenal juga dengan sebutan Arba Mustakmir. Namun perlu diingat, amalan salat Rebo Wekasan atau Rabu terakhir ini tidak dicontohkan oleh Rasulullah.

Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, Jawa Timur, KH Muhammad Djamaluddin Ahmad menyebutkan, amalan yang bisa dilakukan saat Rabu Wekasan yakni berupa shalat.

“Rabu Wekasan yaitu malam Rabu terakhir (wekasan) di bulan Shafar. Sebagian orang ahli ma'rifat termasuk orang yang ahli mukasyafah mengatakan setiap tahun Allah menurunkan bala' (bencana) yang berjumlah 320.000. Kesemuanya diturunkan pada hari Rabu yang terakhir di Bulan Shafar. Maka dianjurkan hari itu shalat 4 raka'at dengan 2 salaman," katanya seperti dilansir laman resmi NU.

Shalat sunnah Rebo Wekasan atau Arba Mustakmir dilaksanakan setelah terbitnya matahari. Namun ada pula yang melaksanakannya setelah waktu shalat Magrib.

Pelaksanaan shalat sunnah Rebo Wekasan atau Arba Mustakmir biasa disebut Lidaf’il Bala tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52 dilaksanakan pada pagi hari Rabu terakhir Bulan Safar, sebanyak 4 rakaat 2 kali salam.

Baca juga: Minum Obat Kuat Sebelum Hubungan Seksual sama Istri?

Niat, yang artinya :

"Saya shalat sunnah untuk tolak bala dua rakaat karena Allah".

Setiap rakaat ba’da fatihah membaca :

Surat al-Kaustar 17 kali,

Surat al-Ikhlash 5 kali,

Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali

Sebelum melaksanakan shalat membaca istighfar yang artinya:

Saya memohon ampun kepada Allah yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan yang hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya.

Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.

Do’a setelah salat lidaf’il Bala (Sunnah Rebo Wekasan atau Arba Mustakmir):

Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan penyakit yang besar di jiwa, daging, tulang dan urat. Maha Suci Engkau apabila memutuskan sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah” maka “jadilah ia”.

Dikutip dari SyariahIslam.com, Rebo Wekasan bersumber dari pernyataan dari orang-orang soleh (Waliyullah).

Penulis kitab sama sekali tidak menyebutkan adanya keterangan dari sahabat maupun ulama masa silam yang menyebutkan Rebo Wekasan. Sedangkan sumber syariat Islam adalah Alquran dan sunnah Nabi SAW, tentunya Rebo Wekasan tidak lantas kita percaya.

Karena kedatangan bencana di muka bumi ini, merupakan sesuatu yang ghaib dan tidak ada yang tahu kecuali Allah.

Meyakini datangnya malapetaka atau hari sial di hari Rabu terakhir bulan Safar (Rebo Wekasan) termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang, karena ini merupakan perilaku dan keyakinan orang Jahiliyah.

Baca juga: Balaslah Keburukan dengan Kebaikan

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:

"Tidak ada penyakit menular (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Larilah dari penyakit kusta sebagaimana engkau lari dari singa." (HR Bukhari, 5387, dan Muslim, 2220).

Al-Hafidz Ibnu Rajab al-Hanbali, mengatakan:

"Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Safar.

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membatalkan hal tersebut.

Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya.

Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada Bulan Safar dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu. Meyakini datangnya sial pada Bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang." (Lathaif al-Ma’arif, hal 148).

Hadratus Syeikh Hasyim Asy’ari pernah ditanya tentang hukum Rebo Wekasan dan beliau menyatakan:

"Semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’). Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya." (C)

Reporter: Muhammad Israjab

Editor: Kardin

TAG:
Artikel Terkait
Baca Juga