Ashraf Ghani, Sosok Presiden Afghanistan yang Kabur ke UEA Saat Taliban Menguasai Ibu Kota
Ahmad Sadar, telisik indonesia
Kamis, 19 Agustus 2021
0 dilihat
Sosok Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan yang kabur saat kelompok taliban menguasai Ibu Kota. Foto: Repro/Kabar24.bisnis.com
" Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, telah kabur ke Uni Emirat Arab (UEA) saat kelompok militan Taliban berhasil menguasai Kabul ibu Kota Negara tersebut. "
KABUL, TELISIK.ID - Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani, telah kabur ke Uni Emirat Arab (UEA) saat kelompok militan Taliban berhasil menguasai Kabul ibu Kota Negara tersebut, pada Minggu (15/8/2021).
Pemimpin Afghanistan itu diketahui setelah UEA mengonfirmasi keberadaanya di sana.
Mengutip Inews.id, Kamis (19/8/2021), Ghani pun muncul dalam rekaman video untuk menjawab semua pertanyaan soal keputusannya ke luar negeri.
"Saya harus keluar dari Afghanistan untuk mencegah pertumpahan darah dan kehancuran di Kabul," kata Ghani, dalam rekaman video.
Melansir CNN.indonesia, saat ini ia sedang merencanakan kepulangannya dan tak ingin berlama-lama di UEA.
Sebelum menjadi presiden pada 2014, sosok Ghani pernah menghabiskan sebagian besar hidupnya mempelajari bagaimana mendorong pertumbuhan di negara-negara miskin.
Dia juga ikut menulis buku 'Fixing Failed States: A Framework for Rebuilding a Fractured World'.
Pemegang gelar doktor Universitas Columbia, Amerika Serikat, itu juga mengajar di beberapa kampus elite Negeri Paman Sam sebelum bertugas di Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Selain itu, Ghani ternyata orang Pashtun, atau etnis asli Afghanistan, namun sialnya, ia tetap dipandang sebagai orang luar yang tidak bisa menyatukan faksi-faksi berbeda.
Oleh karena itu, dia semakin terisolasi dari waktu ke waktu.
Usai invasi AS pada 2001 lalu, ia kembali ke Afghanistan untuk pertama kali atau setelah lebih dari 25 tahun.
Baca juga: Michael Phelps: Berjuang Atasi Depresi di Raihan Medali Terbanyak
Kemudian ia menjabat Menteri Keuangan selama 2 tahun di bawah kepemimpinan Presiden Hamid Karzai kala itu.
Kariernya di masa awal moncer bukan karena dukungan dari dalam, tapi dari luar negeri dengan menjadi orang kepercayaan lembaga-lembaga donor internasional.
Di samping itu, dia terus menulis opini di surat kabar serta berbicara di konferensi. Bahkan, puncaknya dia disebut-sebut sebagai calon Sekretaris Jenderal PBB.
Pada 2009, Ghani pernah mencalonkan diri sebagai presiden, namun gagal menang. Pria 72 tahun itu pun bergabung dengan beberapa politisi kenamaan Afghanistan, termasuk panglima perang Abdul Rashid Dostum, dan memenangkan jabatan presiden 5 tahun kemudian.
Semasa ia menjabat, ada beberapa pernyataannya yang menjadi blunder saat itu. Salah satunya dia mengatakan pasukan keamanan Afghanistan akan mengalahkan Taliban, sehingga pasukan koalisi yang dipimpin AS bisa meninggalkan negaranya pada 2021.
Analisis bahwa pasukan koalisi keluar tahun ini memang tepat, tapi alasannya bukan karena Taliban berhasil dikalahkan, justru sebaliknya.
Pada awal Agustus 2021, saat Taliban mulai merebut kota demi kota, Ghani mengatakan tak ingin bernasib sama dengan mantan Raja Amanullah Khan yang turun takhta lalu melarikan diri ke India pada 1929.
"Saya tidak akan lari. Saya tidak akan mencari tempat aman dan saya akan mengabdi untuk rakyat," ujarnya di sebuah acara di Kabul kala itu.
Namun, ketika Taliban masuk Kabul, Ghani kabur yang mengundang kecaman dari dalam maupun luar negeri. Dia pun semakin terisolasi.
Sebelumnya, Pemerintahan Presiden AS Donald Trump membuka dialog dengan Taliban dalam upaya mengakhiri perang sehingga bisa menarik pasukannya dari Afghanistan.
Tetapi ironisnya, Trump tak melibatkan Ghani dalam pembicaraan itu dan menarik pasukannya dari Afghanistan dengan imbalan jaminan keamanan untuk Afghanistan dari Taliban.
Baca juga: Ini Sosok K'Tut Tantri, Perempuan yang Bantu Sebarkan Berita Perjuangan Indonesia Lewat Radio
Lalu pemerintahan Joe Biden saat ini pun melanjutkan dengan benar-benar menarik sepenuhnya pasukan AS, paling lambat pada 31 Agustus.
Keputusan Biden justru membuka jalan bagi Taliban untuk merebut satu per satu kota penting sejak Mei atau saat penarikan pasukan AS dimulai. Puncaknya Taliban memasuki Kabul pada 15 Agustus dan merebut pemerintahan.
Melansir Inews.id, seorang pejabat keamanan di Afghanistan saat ini sempat memperingatkan Ghani jangan sampai nasibnya sama dengan presiden sebelumnya, Mohammad Najibullah, yang dieksekusi Taliban pada 1996.
Kembali Ghani mengatakan dalam vidio baru ini, bahwa kepergiannya hanya membawa barang-barang seadanya, sebab fokusnya saat itu adalah keamanan karena Taliban sudah berada di Kabul.
"Mereka masuk dari kamar ke kamar untuk mencari saya. Keinginan mereka adalah, apa pun yang terjadi 25 tahun lalu akan terulang kembali. Presiden Afghanistan sekali lagi akan digantung di depan mata publik dan sejarah memalukan seperti itu akan terulang kembali," tuturnya, Ghani seperti dilaporkan kembali Bloomberg, Kamis (19/8/2021).
Ia juga mengklaim bahwa Taliban memasuki Kabul meski sudah ada kesepakatan.
"Seandainya saya tinggal di sana, seorang presiden terpilih Afghanistan akan digantung lagi tepat di depan mata rakyat Afghanistan sendiri," ucapnya.
Sementara itu, situasi di Afghanistan masih tak menentu. Meski istana kepresidenan dikuasai Taliban, belum ada pengumuman resmi mengenai struktur pemerintahan.
Pada Selasa (17/8/2021) lalu, Wakil Presiden Afghanistan, Amrullah Saleh, justru mendeklarasikan bahwa ia merupakan penjabat presiden.
Saleh merujuk pada Konstitusi Republik Islam Afghanistan yang menyatakan bahwa jika presiden tidak hadir, melarikan diri atau meninggal, wakil presiden pertama akan menjadi penjabat Presiden.
"Saya berada di dalam negeri dan saya secara hukum dan sah bertanggung jawab atas posisi ini. Saya berkonsultasi dengan semua pemimpin negara untuk memperkuat posisi ini," kata Saleh di Twitter. (C)
Reporter: Ahmad Sadar
Editor: Fitrah Nugraha