Bangsa Sehat: Berwawasan Lingkungan

Zaenal Abidin, telisik indonesia
Sabtu, 13 Januari 2024
0 dilihat
Bangsa Sehat: Berwawasan Lingkungan
Zaenal Abidin, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Periode 2012-2015. Foto: Ist.

" Masyarakat lebih mudah memahami sehat dan kesehatan dari sisi sakitnya. Seperti dokter mengobati orang sakit, membangun rumah sakit jantung, rumah sakit stroke, rumah sakit kanker, membuat ICU, membeli obat dan mengimpor alat kesehatan "

Oleh: Zaenal Abidin

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Periode 2012-2015

TAHUN 2013, ketika IDI merayakan Hari Bakti Dokter Indonesia ke-105, salah satu rangkaian kegiatannya adalah menanam pohon, dengan tema: “10.000 Pohon untuk Kehidupan”. Ketika itu banyak orang yang bertanya mengapa IDI harus repot-repot menanam pohon? Bukankan IDI organisasi dokter yang tugasnya mengobati masyarakat?  

Pandangan dan pertanyaan di atas tentu saja dapat dimaklumi sebab memang sebagian masyarakat memahami bahwa dokter itu mengobati orang sakit. Walau sebetulnya tugas dokter tidak selalu mengobati. Pandangan masyarakat pun diperparah oleh terbatasnya pemahaman mereka tentang sehat dan kesehatan.  

Masyarakat lebih mudah memahami sehat dan kesehatan dari sisi sakitnya. Seperti dokter mengobati orang sakit, membangun rumah sakit jantung, rumah sakit stroke, rumah sakit kanker, membuat ICU, membeli obat dan mengimpor alat kesehatan.  

Jarang mendapatkan penjelasan bahwa menanam pohon atau melestarikan lingkungan itu adalah hulu dari kesehatan. Bahwa sehat itu harus dimulai dari hulunya. Dan, sakit itu adalah hilir atau dampak dari gagalnya penanganan  masalah kesehatan di sektor hulu.

Berwawasan Kesehatan

Secara teoritik pembangunan suatu bangsa dimaksudkan untuk tiga hal: (a) menjamin keselamatan atas nyawa rakyatnya; (b) menjamin keselamatan atau keamanan harga diri atau martabat (dignity) rakyatnya; (c) menjamin keselamatan atau keamanan atas harta benda rakyatnya.

Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial berencana, karena meliputi berbagai dimensi untuk mengusahakan kemajuan dalam kesejahteraan ekonomi, modernisasi, pembangunan bangsa, wawasan lingkungan dan bahkan peningkatan kualitas manusia untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Karena itu pula sehingga pembangunan nasional suatu bangsa sering disebut pembangunan manusia seutuhnya.

Bagi bangsa Indonesia sendiri, tujuan pembangunannya jelas tercantum di dalam konstitusi negaranya. Alinea keempat Pembukaan UUD Negara RI 1945 menyebutkan bahwa hakikat pembangunan nasional adalah: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi.

Salah satu dari tujuan pembangunan yang tercantum di dalam alinea keempat Pembukaan UUD Negara RI 1945 tersebut adalah menciptakan kesejahteraan umum. Kalimat menciptakan kesejahteraan umum ini sangat dekat upaya meningkatkan kesadaran dan kemampuan hidup sehat setiap warga negara agar tercipta derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Dan untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya itu maka pembangunan nasional wajib menghadirkan pembangunan yang berwawasan kesehatan. Pembangunan berwawasan kesehatan dilakukan dengan memberikan prioritas pada upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat dan keluarga serta melakukan pencegahan penyakit dan pemulihan kesehatan.  

Berwawasan Lingkungan

Bila untuk meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya mengisyaratkan hadirnya pembangunan berwawasan kesehatan, tentu saja sangat mudah dipahami. Namun, bagaimana dengan pembangunan berwawasan lingkungan? Apa kaitannya dengan upaya mewujudkan bangsa sehat?  

Baca Juga: Memperkuat Nilai Luhur IDI dalam Menghadapi Lingkungan yang Berubah

Pembangunan yang berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar berencana dan berkelanjutan dengan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia secara bijaksana untuk meningkatkan mutu hidup. Pembangunan berwawasan lingkungan juga menyelaraskan antara aktivitas manusia dan kemampuan sumber daya alam yang menopangnya.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan memiliki ciri-ciri seperti adanya saling keterkaitan beberapa sektor, antara lain lingkungan dan masyarakat serta kemanfaatan dalam pembangunan. Pembangunan akan selalu berkaitan dan saling berinteraksi dengan lingkungan hidup. Namun, yang perlu mendapat perhatian apakah interaksi tersebut bersifat positif atau negatif. Bila interaksinya positif tentu itulah yang diharapkan. Tapi jika interaksinya negatif akan membawa masalah.

Interaksi negatif ini pernah dikritik oleh mendiang Perdana Menteri India, Rajiv Ghandi, mengatakan: “Dengan alasan menanam lebih banyak bahan makanan dan memperoleh kenikmatan lebih banyak, kita telah menggunduli hutan, mencemari sungai dan laut, memanasi bumi dengan akumulasi karbon dioksida, bahkan membocori lapisan ozon yang melindungi bumi dari radiasi yang merusak. Dampak degradasi ekologis pada negara-negara berkembang lebih mendasar daripada negara maju.”  

Praktik pembangunan yang terlalu agresif tak dapat dipungkiri akan menghasilkan dampak lingkungan yang tidak kecil, yaitu terjadinya polusi dengan skala besar dalam tiga unsur: udara, air, dan tanah. Polusi ini berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan hidup.  

Pembangunan tanpa visi ekologis semacam itu akan menyulut krisis biodiversitas yang merupakan aset berharga suatu bangsa. Pada sisi lain, krisis iklim yang merupakan fenomena global juga menimbulkan efek serius. Akibat naiknya permukaan laut dan terjadi penurunan muka tanah secara drastis.  

Kesalahan fundamental-filosofis di atas, kemudian yang melahirkan adegium di negara-negara dunia ketiga yang berbunyi: “Biarlah kami dicemari asal kami maju.” Kondisi ini tentu sangat menghawatirkan bila ingin menjadi bangsa yang hidup sehat dan beradab.  

Masalah lingkungan dialami oleh semua negara, bukan hanya miliki negara berkembang. Perbedaanya, negara maju mengalami masalah lingkungan karena terlalu maju (over development). Sementara negara berkembang menghadapi dua tantangan sekaligus, yakni: pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkungan yang semakin meningkat dengan kemajuan bidang industri serta juga menghadapi masalah kemiskinan yang menjadi faktor penghalang terbesar dalam penanggulangan masalah lingkungan.  

Karena itu, terkait dengan masalah lingkungan ini dikenal adanya baku mutu lingkungan (Environmantal Quality Standard), yakni batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada/atau usus pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.  

Baku Mutu Lingkungan yang sering disingkat BML ini berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengetahui apakah telah terjadi perusakan atau pencemaran lingkungan. Gangguan terhadap tata lingkungan dan ekologi diukur berdasarkan besar kecilnya penyimpangan  dari batas-batas yang ditetapkan sesuai daya  tenggang lingkungan.

Batas daya dukung atau daya tenggang lingkungan atau daya toleransi disebut juga Nilai Ambang Batas (NAB), sebagai batas tertinggi (maksimum) dan batas terendah (minimum) dari kandungan zat, makhluk hidup atau komponen lain yang diperbolehkan dalam setiap interaksi yang berkenaan dengan lingkungan, khususnya yang berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan hidup atau ekologi.  

Terkait BML ini, terdapat perbedaan pertimbangan dan titik berat antara dunia industri dan masyarakat. Dalam dunia industri lebih menitikberatkan pertimbangannya pada aspek ekonomis-finansial dan inovasi teknologi. Karena itu penerapan BML yang terlalu ketat dapat menyulitkan mereka dalam penerapannya di lapangan.  

Hal di atas berbeda dengan warga masyarakat yang lebih menitikberatkan atau menginginkan lingkungan hidup yang asri dan sehat. Sehingganya penerapan BLM yang ketat dianggap sebagai jaminan bagi terpeliharanya kelestarian lingkungan hidup dan tentu juga jaminan atas hidup sehatnya.

Baca Juga: Kesehatan dan Demam Hilirisasi

Adanya silang pertimbangan dan pendapat mengenai baku mutu lingkungan tersebut, menjadikan perlunya ditetapkan BLM guna menentukan tolok ukur yang pasti untuk menetapkan kondisi lingkungan. Sehingga kemudian dapat diketahui apakah lingkungan  hidup baik-baik saja atau telah mengalami perusakan dan pencemaran yang dapat mengganggu kesehatan dan kualitas hidup masyarakat.  

Selain penerapan BML, negara pun dalam melakukan intervensi dengan melakukan mitigasi guna melindungi lingkungan. Misalnya negara menerapkan kebijakan insentif ekonomi seperti pajak bagi industri yang mengurangi dampak lingkungannya. Negara dapat mengurangi jumlah pajak untuk perusahaan yang melakukan produksi ramah lingkungan. Bagi industri insentif ini penting sebab untuk melakukan produksi ramah lingkungan biayanya cukup tinggi. Dan seterusnya.

Sebelumnya bila kondisi lingkungan baik-baik saja tentu tidak menjadi persoalan. Namun, bila telah mendekati NBA apalagi telah terjadi perusakan dan pencemaran lingkungan tentu menjadi masalah yang perlu segera diselesaikan. Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa pembangunan berwawasan lingkungan erat kaitannya dengan upaya meninggikan derajat kesehatan masyarakat.  

Hal ini dapat dirujuk kepada Teori Klasik Hendrik L. Blum yang memberi proporsi tertinggi  (determinan utama) kepada faktor lingkungan sebagai faktor (40%) dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Setelah itu disusul oleh faktor determinan perilaku (30%), pelayanan kesehatan (20%), dan keturunan atau herediter (10%).  

Catatan Akhir

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang dilakukan secara terencana dengan tujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya ini kemudian dibutuhkan pembangunan berwawasan lingkungan. Wawasan lingkungan dalam suatu proses pembangunan memberikan peluang penting untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan. Wawasan lingkungan merupakan cara memandang dunia dan memeriksa bagaimana tindakan kita memengaruhi sumber daya alam di sekitar kita.

Karena itu, pembangunan berwawasan lingkungan merupakan pembangunan berkelanjutan (sustainable) yang mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya. Dan, lingkungan yang rusak atau tercemar apapun bahan pencemarnya akan berdampak negatif bagi kesehatan dan kehidupan masyarakat.

Karena itu negara bertanggung jawab mendorong pencapaian tujuan ekonomi dengan mempromosikan keadilan sosial dan keadilan ekonomi namun secara bersamaan juga mendorong pembangunan berwawasan lingkungan dalam rangka membangun asa masyarakat Indonesia untuk menjadi bangsa yang hidup sehat dan sejahtera. Wallahu a'lam bishawab. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga