Begini Gambaran Resesi Ekonomi 2023 Menurut Pengamat

Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Sabtu, 15 Oktober 2022
0 dilihat
Begini Gambaran Resesi Ekonomi 2023 Menurut Pengamat
Tahun 2023 digambarkan sebagai tahun gelap bagi perekonomian dunia. Sinyal tersebut pasalnya sudah mulai dirasakan oleh negara-negara didunia saat ini. Salah satu ciri resesi yang mulai terlihat di Indonesia adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Foto: TVonenews.com

" Perekonomian global pasalnya sedang tidak baik-baik saja, hal ini bahkan sempat disampaikan Presiden Joko Widodo yang menggambarkan tahun 2023 merupakan masa gelap kehidupan ekonomi dunia "

KENDARI, TELISIK.ID – Perekonomian global pasalnya sedang tidak baik-baik saja, hal ini bahkan sempat disampaikan Presiden Joko Widodo yang menggambarkan tahun 2023 merupakan masa gelap kehidupan ekonomi dunia.

Pernyataan Presiden rupanya diiyakan oleh seorang pengamat ekonomi, Dr. Nasrul, SE.,M.Si. Ia mengatakan, perekonomian global akan masuk puncak resesi di tahun depan, akibat dua kekuatan besar yang melanda dunia.

Dua masalah tersebut adalah pandemi COVID-19 dan perang antara Rusia dan Ukraina. Meskipun COVID-19 sudah berangsur cukup mereda, namun Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEBI) Universitas Halu Oleo (UHO) itu menggambarkan dunia khususnya Indonesia saat ini seperti baru pulih dari pingsan yang lama.

Dengan keadaan yang belum cukup membaik, masyarakat dunia kembali jatuh karena adanya invasi Rusia ke Ukraina. Rusia dan Ukraina sendiri merupakan negara penghasil pangan dan energi terbesar, banyak negara yang bergantung impor dari mereka.

Baca Juga: Tahun 2023 Pemerintah Hanya Subsidi 2 Jenis Pupuk untuk 9 Komoditas Pertanian

Sehingga bisa dibayangkan besarnya dampak yang dirasakan akibat peperangan kedua negara ini. Sinyal resesi menurut Nasrul sudah dirasakan sejak tahun 2022 ini, dapat dilihat dari beberapa negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Argentina salah satunya, mengalami hiper inflasi yang mencapai 100 persen juga hutang negaranya membengkak hingga 515 Ribu Triliun. Negara maju seperti Cina yang pertumbuhan ekonominya hanya 0,4 persen di tahun ini, lebih rendah dari tahun sebelumnya 4,8 persen. Negara-negara Uni Eropa pertumbuhan ekonominya melambat diangka 4,1 persen di kuartal II 2022, terendah dibanding tiga kuartal sebelumnya.

Di Indonesia sendiri juga mengalami hal yang sama, ciri resesi sudah dirasakan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar, saat ini nilai rupiah jatuh diangka Rp 15.472, lebih tinggi dibanding September lalu yang hanya Rp 14.943.

Nasrul menerangkan, dampak terpahit yang akan dirasakan akibat resesi nanti adalah, melemahnya mata uang rupiah akan meningkatkan biaya impor yang berakibat naiknya tingkat inflasi dan daya beli masyarakat semakin melemah.

Tingkat inflasi yang terlalu tinggi akan membuat banyak perusahaan melakukan efisiensi produksi, salah satunya dengan mengurangi jumlah tenaga kerja, hal ini tentu akan meningkatkan jumlah pengangguran dan menjadikan kemiskinan semakin merajalela.

Kabar baiknya, pasalnya negara berkembang seperti Indonesia tidak akan mengalami keterpurukan yang terlalu parah dibanding negara-negara maju. Hal ini karena negara agraris seperti Indonesia mempunyai ketahanan pangan yang kuat untuk mengunci pasokan pangan di dalam negeri.

Dengan suplai pangan yang memadai, kegiatan impor akan minim dilakukan oleh pemerintah. Sehingga inflation transfer (tingkat inflasi yang dibawa dari luar negeri) tidak tejadi di Indonesia.

Di masa nilai dolar saat ini yang tinggi, Nasrul berpendapat akan lebih baik jika Indonesia melakukan ekspor. Dengan catatan, kebutuhan pangan domestik sudah terpenuhi. Jika hal tersebut dapat dilakukan, minimal Indonesia bisa bertahan ditengah badai resesi 2023.

Baca Juga: Harga Pangan di Kendari Masih Stabil Sebulan Pasca Kenaikan BBM

Meskipun terlihat mencekam, badai resesi 2023 tidak akan selamanya terjadi, ditahun-tahun berikutnya pemerintah akan membuat instrumen dan kebijakan yang tepat apabila titik lemah perekonomian sudah diketahui.

“Resesi itu biasa ada batas waktunya juga, misalnya 2023 akan ada resesi besar-besaran, maka dia akan berangsur pulih di tahun berikutnya. Karena kita sudah bisa deteksi penyakitnya di mana, maka itu bisa kita membuat sebuah instrumen untuk keluar dari resesi,” ujar Nasrul melalu, Jumat (14/10/2022).

Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Kendari, Martini mengatakan, pihaknya hanya berwenang untuk mendata keadaan ekonomi yang sudah terjadi, tidak bisa memberikan prediksi keadaan ekonomi di resesi 2023.

“BPS gak boleh memprediksi, kalau BPS tugasnya memotret apa yang sudah terjadi,” katanya. (B)

Penulis: Adinda Septia Putri

Editor: Kardin

Baca Juga