Begini Sistem Pembayaran Iuran dan Denda BPJS Kesehatan Kelas Rawat Inap Diganti KRIS
Ahmad Jaelani, telisik indonesia
Rabu, 18 September 2024
0 dilihat
Adanya perubahan sistem iuran BPJS Kesehatan, kelas rawat inap menjadi KRIS. Foto: Repro Melayupedia
" Mulai Juli 2025, skema pembayaran iuran BPJS Kesehatan akan mengalami perubahan yang signifikan "
JAKARTA, TELISIK.ID - Mulai Juli 2025, skema pembayaran iuran BPJS Kesehatan akan mengalami perubahan yang signifikan. Perubahan ini ditandai dengan penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang akan menggantikan skema kelas 1, 2, dan 3 yang selama ini berlaku.
Perubahan tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang mengatur perubahan ketiga dari Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Sistem baru ini diharapkan membawa perubahan signifikan dalam layanan BPJS Kesehatan di Indonesia.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan bahwa KRIS akan memberlakukan satu tarif iuran bagi semua peserta BPJS Kesehatan. Namun, penerapannya akan dilakukan secara bertahap agar masyarakat dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut.
"Ke depannya, iuran ini harus menjadi satu, tetapi akan dilakukan bertahap," kata Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta, seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (18/9/2024).
Berdasarkan Perpres 59/2024, dalam Pasal 103B Ayat (8), disebutkan bahwa Presiden Jokowi telah memberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025 untuk penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan yang baru.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Kendari Ajak Warga Hidup Sehat Melalui Acara Easy Run 5K dan Sosialisasi Program JKN
Selama masa transisi, aturan iuran yang berlaku masih mengikuti ketentuan dalam Perpres Nomor 63 Tahun 2022, di mana terdapat beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam perhitungan iuran peserta.
Pada skema sebelumnya, terdapat beberapa kategori peserta dengan besaran iuran yang berbeda-beda. Pertama, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan sepenuhnya oleh pemerintah.
Kedua, peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada lembaga pemerintah seperti Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS, di mana iuran sebesar 5 persen dari gaji per bulan, dengan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh peserta.
Selain itu, peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, dan sektor swasta juga memiliki skema pembayaran iuran yang serupa, yakni 5 persen dari gaji atau upah per bulan, dengan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh peserta.
Peraturan juga mengatur iuran bagi anggota keluarga tambahan dari PPU seperti anak keempat dan seterusnya, serta orang tua dan mertua, yang dikenakan iuran sebesar 1?ri gaji per orang per bulan dan dibayar oleh pekerja.
Lebih lanjut, skema iuran bagi kerabat lain dari peserta PPU, seperti saudara kandung, asisten rumah tangga, dan pekerja bukan penerima upah (PBPU), serta peserta bukan pekerja, juga diatur dalam Perpres 63/2022.
Misalnya, iuran untuk peserta dengan layanan di ruang perawatan kelas III ditetapkan sebesar Rp 42.000 per bulan, dengan bantuan subsidi dari pemerintah untuk peserta tertentu.
Sistem KRIS ini juga akan menghapuskan kelas-kelas pelayanan yang selama ini menjadi dasar penghitungan iuran peserta.
Baca Juga: Cara Perpanjang SIM dan STNK di Bulan September Pakai BPJS Kesehatan
Dengan penerapan sistem standar ini, diharapkan akan tercipta kesetaraan dalam layanan kesehatan, di mana semua peserta BPJS Kesehatan dapat mengakses fasilitas yang sama tanpa perbedaan berdasarkan kelas.
Namun, selama masa transisi menuju KRIS, aturan lama tetap berlaku. Bagi peserta yang terlambat) membayar iuran, sanksi keterlambatan akan diberlakukan. Berdasarkan ketentuan dalam Perpres 64/2020, peserta yang terlambat membayar iuran lebih dari satu bulan akan dikenakan denda pelayanan sebesar 5 persen dari biaya pelayanan rawat inap yang diterima, dengan jumlah maksimal keterlambatan selama 12 bulan.
Denda tersebut juga tidak boleh melebihi Rp 30.000.000, kecuali bagi peserta PPU, di mana pemberi kerja yang bertanggung jawab membayar denda tersebut. (C)
Penulis: Ahmad Jaelani
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS