Beratnya Balasan Orang yang Tidak Membayar Utang
Haerani Hambali, telisik indonesia
Sabtu, 27 Mei 2023
0 dilihat
Siapa saja yang berutang dengan niat akan melunasinya, maka Allah akan memberikan kemudahan untuk melunasinya. Foto: Repro Pikiranrakyat.com
" Berutang diperbolehkan di dalam Islam, selama orang yang berutang memiliki niat dan kemampuan untuk membayar di kemudian hari "
KENDARI, TELISIK.ID - Berutang diperbolehkan di dalam Islam, selama orang yang berutang memiliki niat dan kemampuan untuk membayar di kemudian hari. Sebab jika tidak memiliki niat dan kemampuan untuk membayar, Rasulullah SAW memperingatkan melalui hadisnya:
“Siapa saja yang mengambil harta orang lain (berutang) seraya bermaksud untuk membayarnya, maka Allah akan (memudahkan) melunasinya bagi orang tersebut. Dan siapa saja yang mengambilnya seraya bermaksud merusaknya (tidak melunasinya), maka Allah akan merusak orang tersebut,” (HR. Ibnu Majah).
Melansir NU Online, para ulama menjelaskan, siapa saja yang berutang dengan niat akan melunasinya, maka Allah akan memberikan kemudahan untuk melunasinya. Sebaliknya, orang yang berutang tidak ada niat untuk melunasinya, maka Allah akan membiarkan orang itu dalam kesulitan hidup.
Orang yang melalaikan utang sangat berat ganjarannya. Sampai-sampai, jika ia terbunuh dalam keadaan syahid sekalipun, maka dosa utang tetap tidak terampuni, sebagaimana disebutkan Rasulullah SAW dalam hadisnya:
“Dalam urusan utang, demi Zat yang menggenggam jiwa Muhammad, seandainya seseorang terbunuh di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh lagi di jalan Allah, kemudian hidup lagi, tetapi ia memiliki tanggungan utang, maka ia tidak akan masuk surga sampai melunasi utangnya,” (HR. Ahmad).
Pada saat kematiannya, orang yang berutang tidak mendapat rida Allah SWT. Hal itu tercermin dalam sikap Rasulullah SAW ketika datang jenazahnya kepadanya untuk disalatkan. Beliau menolak mensalatkannya. Beliau bertanya, “Apakah sahabat kalian ini memiliki utang?” Mereka menjawab, “Iya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah ia meninggalkan sesuatu untuk melunasinya?” Dijawab oleh mereka, “Tidak.”
Baca Juga: Baca Doa Ini untuk Hilangkan Rasa Sedih dan Sakit Hati
Beliau mengatakan, “Salatkan saja sahabat kalian itu oleh kalian!” Untungnya, ‘Ali bin Abi Thalib menyela, “Biarlah kewajibanku melunasi utangnya.” Mendengar demikian, beliau berkenan maju dan mensalati jenazah orang tersebut. (HR. al-Bukhari).
Setelah berada dalam kubur, orang yang berutang juga mengalami penyesalan yang luar biasa, sampai-sampai tangannya terbelenggu di tengkuknya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
"Orang yang memiliki utang, di alam kuburnya, tangannya terbelenggu. Tidak ada yang dapat melepaskannya hingga utangnya dilunasi.” Belum lagi di akhirat kelak, orang berutang juga kebaikannya diambil oleh orang yang mengutanginya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW:
"Siapa saja yang berutang, seraya berniat untuk melunasinya, maka Allah akan melunasinya dari orang tersebut pada hari Kiamat. Sementara siapa saja yang berutang, seraya tidak ada niat untuk melunasinya, kemudian ia meninggal, maka pada hari Kiamat, Allah berkata kepadanya, ‘Aku mengira bahwa Aku tidak mengambil haknya untuk hamba-Ku.’ Maka diambillah kebaikan-kebaikannya, lalu diberikan kepada kebaikan-kebaikan yang lain. Setelah tidak ada lagi kebaikan yang bisa diambil, maka keburukan yang lain dilimpahkan kepadanya.” (HR. Ath-Thabrani).
Maksudnya adalah kebaikan orang-orang yang berutang ditambahkan kepada kebaikan-kebaikan orang yang mengutangi. Setelah kebaikan yang berutang tidak ada lagi, maka keburukan-keburukan orang yang mengutangi dilimpahkan kepada orang yang berutang.
Mengingat beratnya ancaman bagi orang yang memiliki utang, maka syariat juga memberi pahala dan balasan yang besar kepada si pemberi pinjaman yang rela memberi kelonggaran kepada si peminjam yang mengalami kesulitan melunasi utang. Terlebih jika ia sampai lapang dada membebaskannya.
Dijanjikan oleh Rasulullah saw. dalam hadisnya:
“Siapa saja yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar utang, atau membebaskannya, maka Allah akan menaunginya di bawah naungan arasy-Nya pada hari Kiamat.
Dalam riwayat lain disebutkan, ‘....maka Allah akan melindunginya dari panasnya neraka jahanam.’” (HR. Ahmad).
Demikian pula ketika memiliki kelapangan hati untuk melunasi utang orang yang kesulitan, Ia dijanjikan Allah dilepaskan dari tanggungan pada hari Kiamat.
“Tidaklah seorang hamba Muslim melunasi utang saudaranya, kecuali Allah akan melepaskan tanggungannya pada hari Kiamat,” (HR. ad-Daruquthni).
Dalam hadis yang lain disebutkan bahwa pinjaman yang diberikan kepada orang lain, setiap harinya dinilai sebagai sedekah selama belum jatuh tempo pembayaran. Sementara setelah jatuh tempo pembayaran, maka setiap harinya utang itu dinilai sebagai sedekah dua kali lipat.
“Siapa saja yang memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan bayar utang sebelum jatuh tempo pembayaran, maka setiap harinya dianggap sebuah sedekah baginya. Sementara jika sudah jatuh tempo, maka setiap harinya dinilai dua kali lipat sedekah baginya,” (HR. Ahmad).
Para ulama menyebutkan, mengapa pahala memberi pinjaman lebih besar daripada pahala sedekah biasa, sebab utang atau pinjaman yang dilakukan seseorang semata dilakukan atas dasar kebutuhan. Sementara sedekah yang diberikan adakalanya dibutuhkan oleh si penerima adakalanya kurang dibutuhkan.
Baca Juga: Doa dan Zikir Sebelum Tidur Agar Tak Diganggu Setan
Meski demikian, dengan kemurahan-Nya, Allah juga memberikan keringanan kepada orang berutang yang kesulitan membayar utangnya, selama ketidakmampuannya bukan karena kesengajaan dan kelalaian. Pada hari Kiamat, Allah akan memanggil hamba yang berutang, hingga didirikan di hadapan-Nya, lalu ditanya, “Wahai anak Adam, untuk apa engkau mengambil utang itu, dan untuk apa engkau menyia-nyiakan hak manusia?”
Sang hamba yang berutang menjawab, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku mengambilnya, tetapi aku tidak memakannya, aku tidak meminumnya, aku tidak memakainya, dan aku menyia-nyiakannya. Utang itu berada di tanganku karena terbakar, dicuri, atau hilang.” Allah berfirman, “Hamba-Ku benar, sehingga Aku lebih berhak melunasi utangmu pada hari ini.” Kemudian, Allah menyeru sesuatu dan menyimpannya pada neraca amal orang itu, sampai timbangan kebaikan-kebaikannya mengungguli keburukan-keburukannya. Lalu Allah memasukan hamba tersebut ke dalam surga berkat rahmat-Nya.” Demikian dalam hadis riwayat Ahmad dan ath-Thabrani, sebagaimana yang dikutip oleh Syekh Zainduddin al-Malaibari dalam Kitab Irsyadul ‘Ibad, halaman 78.
Mengutip Muslim.co.id, orang yang berutang dan berniat tidak mau melunasi, akan bertemu dengan Allah dengan status sebagai pencuri
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.”
Utang membuat pelakunya mendapatkan kehinaan di siang hari dan kegelisahan di malam hari. Umar bin Abdul Aziz berkata: “Aku wasiatkan kepada kalian agar tidak berutang, meskipun kalian merasakan kesulitan, karena sesungguhnya utang adalah kehinaan di siang hari kesengsaraan di malam hari, tinggalkanlah ia, niscaya martabat dan harga diri kalian akan selamat, dan masih tersisa kemuliaan bagi kalian di tengah- tengah manusia selama kalian hidup. (C)
Penulis: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS