Bertemu Mahfud MD, Dewan Pers Ungkap 14 Pasal dan 9 Klaster Lemahkan Kebebasan Pers
Kardin, telisik indonesia
Jumat, 29 Juli 2022
0 dilihat
Dewan Pers meminta agar 14 pasal dan 9 klaster pada RKUHP yang dinilai melemahkan kebebasan pers direformulasi. Foto: Ist.
" Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers, maka perlu dihapus atau direformulasi "
JAKARTA, TELISIK.ID - Dewan Pers mengadakan pertemuan dengan Menko Polhukam, Mahfud MD untuk mendiskusikan draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Kamis (28/7/2022).
Mahfud menjelaskan, draf RKUHP sudah lama dibahas. Rencananya, RKUHP itu diberlakukan sebagai hadiah kemerdekaan Republik Indonesia.
"Masih ada waktu pembahasan. Mungkin jika ada masalah, bukan ditunda tapi dilakukan perbaikan. Kalau jelas ada pasal yang membahayakan, ya dihapus atau direformulasi," tutur Mahfud.
Menurut Mahfud, RKUHP tersebut dulu sudah akan diketok. Namun lantaran ada demo besar, presiden pada 2019 minta pengesahannya ditunda.
Saat bertemu Menko Polhukam, Dewan Pers dipimpin ketuanya, Prof Azyumardi Azra. Ikut mendampingi M Agung Dharmajaya selaku wakil ketua, sejumlah anggota Dewan Pers Zulkifli, Ninik Rahayu, Yadi Hendriana, A Sapto Anggoro dan Sasmito Madrim anggota konstituen Dewan Pers.
Kepada Dewan Pers, Mahfud minta catatan reformulasi terhadap pasal-pasal yang dinilai bermasalah.
"Sampaikan reformulasi secara konkret sekaligus simulasinya. Besok akan saya sampaikan ke Kemenkumham. Wamenkumham akan kita panggil Minggu depan," ungkapnya.
Baca Juga: Pengakuan Bharada E Sebelum Tembak Brigadir J hingga Tewas: Sempat Tertawa Bersama
Ia menambahkan, KUHP adalah politik hukum penting, pemerintah berharap secepatnya berlaku saat peringatan kemerdekaan nanti karena KUHP yang berlaku saat ini merupakan produk kolonial.
Namun, Dewan Pers bersama masyarakat sipil lainnya melihat ada 14 pasal dan 9 klaster yang potensial melemahkan kebebasan pers. Maka perlu dihapus atau direformulasi. Menurut Mahfud yang didampingi Deputi Hukum dan HAM Sugeng Purnomo, ada sekitar 700-an pasal dalam RKUHP.
"Jika ada usulan 14 pasal, maka jumlah itu tidaklah banyak," kata Mahfud.
Pihaknya tidak mau menjamin penundaan berlakunya KUHP tersebut. Ia hanya menegaskan, sebelum RKUHP maju ke persidangan harus dibahas secara jelas. Menko Polhukam berjanji akan memanggil Kemenkumham untuk membicarakannya dan akan melibatkan Dewan Pers.
Sementara itu Prof Azra melaporkan, pada 2018, Dewan Pers sudah mengajukan usulan delapan klaster pasal yang dinilai bermasalah. Namun, masukan dari Dewan Pers dan konstituen tidak dimasukkan sama sekali. Dalam draf sekarang ini, urainya, malah ada sembilan klaster dari 22 pasal umum yang mengganggu hak berekspresi, 14 di antaranya berkaiatan dengan kemerdekaan pers.
Dewan Pers juga sudah ketemu dengan konstituen Dewan Pers dan para pemangku kepentingan. Pertemuan dengan Kemkumham yang dipimpin Wamenkumham Prof Edward (Edi) Omar Sharif Hiariej dan tim perumus sudah dilakukan Dewan Pers pekan lalu.
Rumusan reformulasi RKUHP diminta segera oleh Mahfud MD. Dewan Pers bekerja cepat, Kamis ini juga melakukan penyusunan reformulasi dengan melibatkan Wakil Ketua Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, ahli hukum Bivitri Susanti, mantan Ketua YLBHI Asfinawati, Tim LBH Pers dipimpin Ade Wahyudin, dan lain-lain.
Samsan Ngandro berpendapat pasal terkait dengan pers yang mengandung delik harus diperbaiki. Dewan Pers juga minta supaya pasal-pasal bermasalah didrop atau direformulasi.
Arif Zulkifli menyatakan, pemberitaan soal terorisme pun bisa diperkarakan karena harus lengkap.
"Pemberitaan pers pasti yang terdepan dan belum lengkap. Demikian juga soal penghinaan pada presiden hingga lurah/kepala desa, bisa menjadi perkara," paparnya.
Baca Juga: Terungkap Video Call Terakhir Brigadir J dengan Kekasih, Bilang akan Dibunuh Sambil Menangis
Ia khawatir kelak ada self censorship yang tinggi di media, ini adalah berbahaya bagi kelangsungan kehidupan pers dan masyarakat.
Sedangkan Ninik menuturkan, masih ada waktu untuk mengawal RKUHP. Dia berharap, pasal yang tak seharusnya ada bisa dikeluarkan.
"Intinya adalah reformulasi," kata dia.
Ada pun Sasmito mengutarakan, secara prinsip AJI tidak menolak RKUHP itu. Tapi, RKUHP masih perlu masukan dari masyarakat luas dan penyempurnaan sehingga tidak buru-buru diberlakukan. (C)
Penulis: Kardin
Editor: Haerani Hambali