Bingung Bayar Fidyah Puasa? Kenali Bentuk dan Cara Bayarnya
Fitrah Nugraha, telisik indonesia
Jumat, 12 Februari 2021
0 dilihat
Ilustrasi bayar fidyah puasa. Foto: Repro theasianparent.com
" Pada dasarnya puasa yang ditinggalkan dibayar juga dengan puasa, namun ada kalanya seseorang menggantinya dalam bentuk fidyah jika memang orang bersangkutan tidak mampu menunaikan puasa. "
KENDARI, TELISIK.ID - Bulan Ramadan tinggal sebentar lagi. Kaum muslim pun melakukan berbagai persiapan menyambut bulan suci tersebut, salah satunya membayar puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadan sebelumnya.
Pada dasarnya puasa yang ditinggalkan dibayar juga dengan puasa, namun ada kalanya seseorang menggantinya dalam bentuk fidyah jika memang orang bersangkutan tidak mampu menunaikan puasa.
Melansir fissilmi-kaffah.com, fidyah puasa merupakan pengganti (badal) dari puasa yang ditinggalkan pada bulan Ramadan, berupa memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan (Rawwas Qal’ah Jie, Mu’jam Lughah Al Fuqaha`, hlm. 260).
Lantas, siapakah yang wajib mengeluarkan fidyah?
Menurut Syeikh Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah dalam kitabnya Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, mereka yang wajib membayar fidyah ada 3 (tiga) golongan; Pertama, orang-orang yang tak mampu berpuasa, yaitu laki-laki atau perempuan yang sudah lanjut usia, dan orang sakit yang tak dapat diharap kesembuhannya.
Baca juga: Perempuan Muslim Balig Wajib Tutup Aurat, Berikut Dalilnya
Dalilnya firman Allah SWT yang artinya, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (maka jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.” (wa ‘alalladziina yuthiiquunahu fidyatun tha’aamu miskiin) (QS Al Baqarah [2] : 184).
Ibnu Abbas RA menafsirkan ayat tersebut dengan berkata, ”Ayat tersebut tidaklah mansukh (dihapus hukumnya), tetapi yang dimaksud adalah laki-laki lanjut usia (al syaikh al kabiir) dan perempuan lanjut usia (al mar`ah al kabirah) yang tak mampu lagi berpuasa, maka keduanya memberi makan kepada seorang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.” (HR Bukhari, Abu Dawud, Nasa`i, Daruquthni).
Disamakan hukumnya dengan orang lanjut usia tersebut, orang sakit yang tak mampu berpuasa yang tak dapat diharap kesembuhannya (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 202 & 206).
Kedua, orang yang mati dalam keadaan mempunyai hutang puasa yang wajib di-qadha`. Dalam hal ini hukumnya boleh, tidak wajib, bagi wali (keluarga) orang yang mati tersebut untuk membayar fidyah. Pihak wali (keluarga) dari orang mati tersebut boleh memilih antara meng-qadha` puasa atau memilih membayar fidyah dari puasa yang ditinggalkan oleh orang mati tersebut.
Pendapat bolehnya membayar fidyah bagi orang yang mati, merupakan pendapat beberapa sahabat Nabi SAW, yaitu Umar bin Khaththab, Ibnu ‘Umar, dan Ibnu Abbas, radhiyallahu ‘anhum. (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 207).
Ketiga, suami yang menggauli istrinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tak mampu membayar kaffarah berupa puasa dua bulan berturut-turut. Suami ini wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan 60 (enam puluh) orang miskin. (HR Bukhari no 6164; Muslim no 2559). (Mahmud Abdul Lathif ‘Uwaidhah, Al Jami’ li Ahkam As Shiyam, hlm. 207).
Baca juga: Meninggalkan Amar Makruf Nahi Mungkar, Sebab Datangnya Azab
Adapun bagi perempuan hamil dan menyusui, juga orang yang menunda qadha` puasa hingga masuk Ramadan berikutnya, menurut pendapat yang kami anggap rajih, tak ada kewajiban fidyah atas mereka. Mereka hanya diwajibkan mengqadha` puasanya. (Mushannaf Abdur Razaq, no 7564, Mahmud Abdul Latif Uwaidhah, Al-Jami’ li Ahkam Ash-Shiyam, hlm.210, Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 872, Yusuf Qaradhawi, Fiqhush Shiyam, hlm. 64).
Cara membayar fidyah dengan memberi bahan makanan pokok (ghaalibu quut al balad) kepada satu orang miskin sebanyak satu mud untuk satu hari tidak berpuasa. Jika tak berpuasa sehari, fidyahnya satu mud. Jika dua hari, fidyahnya dua mud, dan seterusnya. Mud adalah ukuran takaran (bukan berat) yang setara dengan takaran 544 gram gandum (al qamhu).
Untuk Indonesia, fidyah dikeluarkan dalam bentuk beras. (Abdul Qadim Zallum, Al Amwal fi Daulah Al Khilafah, hlm. 62, Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/687).
Menurut ulama Hanafiyah, boleh fidyah dibayarkan dengan nilainya (qiimatuhu), yaitu dalam bentuk uang yang senilai. Sedang menurut ulama jumhur (Malikiyah, Syafi’iyah, Hanabilah), tidak boleh dibayar dengan nilainya. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 2/687).
Hanya saja sebagian umat Islam cenderung kepada pendapat jumhur, sebab secara jelas nash QS Al Baqarah : 184 menyebutkan pembayaran fidyah adalah dalam bentuk makanan (tha’aam), sesuai firman Allah,“fidyatun tha’aamu miskin.”
Selain itu membayar fidyah dalam bentuk makanan adalah apa yang diamalkan oleh para shahabat Nabi SAW, seperti Ibnu Abbas dan Anas bin Malik RA. (Imam Syirazi, Al Muhadzdzab, 1/178). Wallahu a’lam. (C)
Reporter: Fitrah Nugraha
Editor: Haerani Hambali