Faktor Ekonomi Picu Tingginya Angka Perceraian

Hamsina Halisi Alfatih, telisik indonesia
Minggu, 27 September 2020
0 dilihat
Faktor Ekonomi Picu Tingginya Angka Perceraian
Hamsina Halisi Alfatih, pemerhati sosial. Foto: Ist.

" Di masa pandemi ini akan berbeda dengan sebelumnya, ketika aktivitas orang berbatas, sementara kebutuhan dasar itu tetap maka di situlah akan muncul pergolakan. Nah, kondisi pergolakan itulah yang memicu situasi rumah tangga tidak harmonis lagi, kebutuhan rumah tangga cukup tinggi sementara aktivitas di luar terbatas. "

Oleh: Hamsina Halisi Alfatih

Pemerhati Sosial

KONDISI ekonomi yang lemah nampaknya tidak hanya berpengaruh pada lesunya usaha para pengusaha. Belum lagi di tengah pandemi COVID-19 saat ini lemahnya perekonomian ternyata berdampak besar pada tingginya angka perceraian kali ini menyasar Kabupaten Konawe.

Dari kasus perceraian di Kabupaten Konawe yang semakin tinggi pada 2020 ini, faktor ekonomi menjadi alasan dominan yang menyebabkan kasus perceraian di Konawe semakin tinggi dari tahun sebelumnya.

Hal ini diungkapkan Humas Pengadilan Agama Unaaha, Massadi. Menurutnya "Di masa pandemi ini akan berbeda dengan sebelumnya, ketika aktivitas orang berbatas, sementara kebutuhan dasar itu tetap maka di situlah akan  muncul pergolakan. Nah, kondisi pergolakan itulah yang memicu situasi rumah tangga tidak harmonis lagi, kebutuhan rumah tangga cukup tinggi sementara aktivitas di luar terbatas." (Telisik.id, 8/9/20)

Dari data Pengadilan Agama Unaaha, tingkat perceraian di Konawe meningkat. Jumlah pendaftar gugatan dalam satu hari mencapai 20 hingga 30 orang. Hingga kini, terdaftar 565 perkara gugatan cerai karena alasan ekonomi, KDRT dan kasus lainnya.

Maraknya perceraian tidak hanya terjadi di Kabupaten Konawe, akan tetapi hampir merata di seluruh Indonesia. Di Mamuju misalnya, perceraian sejak Januari hingga Agustus 2020 tercatat 300 kasus yang diajukan ke PA Mamuju.

Menurut Humas PA Mamuju, Fauzan, alasan pengajuan permohonan perceraian karena beberapa faktor. “Kasus perceraian di Mamuju tahun ini didominasi oleh istri yang menggugat suaminya dengan dua faktor yakni ekonomi 70 persen dan media sosial 30 persen,” kata Fauzan. (Tagar.id, 15 Agustus 2020).

Mengarungi bahtera rumah tangga yang bahagia dan harmonis adalah dambaan bagi setiap pasangan suami istri. Pasangan suami istri mana pun tak ada yang pernah berharap kehidupan rumah tangganya akan mengalami sebuah keretakan.

Namun berkaca pada fenomena saat ini, keretakan rumah tangga selalu dipicu dengan adanya perselingkuhan, adanya ketidakcocokan, KDRT, faktor ekonomi, dan sebagainya.

Baca juga: Haruskah Ketidaksabaran Berakibat Si Buah Hati Terbunuh?

Dari semua faktor di atas, faktor ekonomi selalu menjadi pusat perhatian adanya kasus perceraian setiap tahunnya. Ditambah dengan kondisi pandemi saat ini, kasus perceraian kadang tak bisa dielakkan karena diperparah dengan kondisi perekonomian yang semakin hari semakin memburuk.

Bukan tidak menutup kemungkinan, dampak buruk ini pun diperparah dengan diterapkannya sistem kapitalisme. Asas materi yang selalu diagungkan menjadi tujuan utama membawa manusia hingga  berada dalam kehancuran. Hal inilah yang membawa pada biduk rumah tangga yang tak harmonis hingga berujung pertengkaran dan perceraian.

Setiap wanita mana pun tak ingin menyandang adanya status janda. Namun, pondasi rumah tangga yang dibangun dengan formasi Sakinah, mawaddah dan warromah ternyata tak mampu membendung adanya polemik perceraian.

Padahal, jika ditelisik lebih dalam lagi pondasi rumah tangga yang dibangun dengan didasari niat ibadah karena Allah SWT maka ujian materi tidak akan mampu menggoyahkan sebuah rumah tangga dari perceraian.

Inilah yang seharusnya pula menjadi titip perhatian negara dalam menanggulangi polemik perceraian saat ini. Negara seharusnya mencari solusi bagaimana membendung adanya pengangguran para suami yang di PHK akibat pandemi.

Kehilangan pekerjaan inilah yang membuat para suami memutar otak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Akibatnya pula, istri pun harus ikut-ikutan membanting tulang diluar rumah mencari nafkah hingga peran mereka sebagai ibu terkikis.

Maka wajar bila hal ini menjadi bumerang bagi pasutri memilih jalan perceraian apalagi jika ada persaingan dalam mencari materi.

Baca juga: Pilkada dalam Paradigma Proses vs Hasil

Meskipun Islam membolehkan adanya perceraian, namun hal tersebut sangatlah dibenci oleh Allah SWT. Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim).

Pada masa Rasulullah pun ada seorang perempuan yang minta cerai dari suaminya dan diizinkan oleh Rasulullah. “Istri Tsabit bin Qais bin Syammas mendatangi Nabi seraya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tidak membenci Tsabit dalam agama dan akhlaknya. Aku hanya takut kufur”.

Maka Rasulullah bersabda, “Maukah kamu mengembalikan kepadanya kebunnya?” Ia menjawab, “Ya.” Maka ia mengembalikan kepadanya dan Rasulullah memerintahkannya dan Tsabit pun menceraikannya. (HR Al-Bukhari).

Dalam membangun sebuah rumah tangga memang akan selalu ada ujian. Inilah yang seharusnya dipahami oleh suami maupun istri dalam menghadapi biduk rumah tangga yang tiba-tiba tidak lagi harmonis. Seorang istri haruslah memahami kondisi suami ketika ia kehilangan pekerjaan atau berpenghasilan gaji yang sedikit.

Dengan mensyukuri sesuatu yang sedikit Insya Allah kebahagiaan akan senantiasa bertahta. Terlebih lagi jika membangun rumah tangga tersebut benar-benar untuk beribadah. Maka permasalahan ekonomi tidak akan menjadi bola panas yang suatu saat menghancurkan sebuah rumah tangga.

Negara pun haruslah menjamin kebutuhan setiap masyarakatnya jika saja terjadi pergolakan dalam sebuah rumah tangga apalagi perihal masalah perekonomian. Negara seharusnya menyediakan lapangan pekerjaan bagi para suami yang kehilangan pekerjaan. Sebab, permasalahan umat merupakan permasalahan negara dan negara tidak boleh mengabaikannya.

Membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warohmah benar-benar akan berkah jika dilandasi atas keimanan. Inilah yang Insya Allah akan memperkokoh sebuah pernikahan apalagi jika dibentengi dalam syariat Islam. Wallahu A'lam Bishshowab. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga