Gugat AD/ART Demokrat, Yusril Sindir Mahfud hingga Prof Jimly
M Risman Amin Boti, telisik indonesia
Minggu, 03 Oktober 2021
0 dilihat
Advokat Yusril Ihza Mahendra. Foto : Repro jawapos.com
" Penegakan hukum harus dilakukan seiring dengan penegakan etika bernegara "
JAKARTA, TELISIK.ID – Advokat Yusril Ihza Mahendra mengajukan Judicial Review (JR) terhadap Partai Demokrat ke Mahkamah Agung (MA), rupahnya disorot anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Jimly Asshiddiqie.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu menilai, seorang pengacara atau advokat menjabat ketua umum partai politik sulit diterima etika kepantasan.
Apalagi turut mempersoalkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai lain. Akan tetapi, ia tidak menyebut siapa yang dimaksud Jimly.
Ia mengatakan, penegakan hukum harus dilakukan seiring dengan penegakan etika bernegara.
“Tapi perlu diingat juga, tegaknya hukum dan keadilan harus seiring dengan tegaknya etika bernegara. Meski UU tidak eksplisit larang advokat jadi ketum parpol, tapi etika kepantasan sulit diterima, apalagi mau persoalkan AD parpol lain. Meski hukum selalu tertulis, kepantasan dan baik-buruk bisa cukup dengan sense of ethics," kata Jimly dikutip dari twitternya, Minggu (3/10/2021).
Namun, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menanggapi dengan menyindir balik anggota DPD RI, Prof Jimly.
Yusril yang juga menjabat ketua umum DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini menggunakan kalimat sama yang sebelumnya digunakan Jimly.
"Pertanyaan yang sama bisa saja dikemukakan, apa pantas seorang anggota badan legislatif mengomentari sebuah perkara yang sedang diperiksa badan yudikatif?" sindir Yusril.
Bahkan Yusril menyebut Jimly meninggalkan warisan atau legacy memalukan di Mahkamah Konstitusi (MK).
“Prof Jimly batalkan UU KY (Komisi Yudisial) yang mengatur kewenangan KY untuk mengawasi etik dan perilaku hakim, sehingga KY tidak bisa mengawasi hakim MK. Ini legacy paling memalukan dalam sejarah hukum kita ketika Prof Jimly menjadi Ketua MK," kata Yusril.
"UU Kekuasaan Kehakiman tegas memerintahkan agar hakim mundur menangani perkara kalau dia berkepentingan dengan perkara itu. Di mana etika Prof Jimly?" sambungnya.
Selain itu, Yusril juga menjelaskan, perbedaan pandangannya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Terkait upaya Yusril dan kliennya (Demokrat hasil KLB di Deli Serdang) mengajukan Judicial Review terhadap AD/ART Partai Demokrat ke Mahkamah Agung.
Menurut Yusril, Mahfud berpandangan bahwa upaya yang dilakukannya adalah untuk mendongkel kekuasaan Agus Harimurti Yudhono (AHY) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Padahal, kata Yusril, ia tidak ada urusan dengan hal tersebut.
"Pak Mahfud itu pikirannya, oh ini mau mendongkel AHY. Tidak ada gunanya itu Yusril menguji ini. Tidak bisa mendongkel AHY. AHY tetap sah. Saya tidak ada urusannya dengan dongkel tidak dongkel AHY. AHY jadi Ketua Demokrat saya tidak untung. Dia tidak jadi Ketua pun saya tidak rugi," kata Yusril di kanal Youtube medcom id, Minggu (3/10/2021).
Yusril menegaskan, ia telah berpikir jauh ke depan dalam upaya tersebut. Menurutnya, apabila upaya terobosan hukum tersebut dikabulkan maka akan banyak orang yang menguji AD/ART partai ke MA.
Baca Juga: Gerindra Setuju Usulan Pemerintah Terkait Pelaksanaan Pemilu 2024
Baca Juga: Kena PHK, Pria Ini Jadi TikToker Paling Populer dan Tajir
Sebelumnya, Mahfud menyatakan gugatan atas AD/ART Demokrat yang diajukan kubu Moeldoko melalui Yusril tak akan berujung pada pengalihan kekuasaan Demokrat yang sekarang.
Meskipun nantinya Yusril memenangkan Judicial Review itu, kata Mahfud, sususan pimpinan Demokrat saat ini tak akan berubah, yakni di bawah kepemimpinan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono.
"Tapi begini ya kalau secara hukum, gugatan Yusril ini tidak akan ada gunanya, Pak Didik." Kata Mhafud dalam Diskusi Publik bertajuk Politik Kebangsaan, Pembangunan Daerah, dan Kampung Halaman yang dipandu Didik J Rachbini di Twitternya @djrachbini pada Rabu (29/9/2021).
"Karena kalaupun dia menang, tidak akan menjatuhkan (pengurus) Demokrat yang sekarang," ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini. (C)
Reporter: M. Risman Amin Boti
Editor: Fitrah Nugraha