Guru dan Alumni Pertama SMPN Banti Bersaksi Soal Ijazah Bupati Busel

Deni Djohan, telisik indonesia
Selasa, 21 Juli 2020
0 dilihat
Guru dan Alumni Pertama SMPN Banti Bersaksi Soal Ijazah Bupati Busel
Suasana persidangan praperadilan penerbitan SP3 kasus dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Busel. Foto: Deni Djohan/Telisik

" Jadi untuk pembuktian kami menghadirkan lima saksi dan bukti surat-surat. "

BUTON,TELISIK.ID - Sidang lanjutan Praperadilan terkait penerbitan SP3 Polda Sultra soal dugaan penggunaan ijazah palsu Bupati Buton Selatan (Busel), H.La Ode Arusani kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pasarwajo, Senin (20/07/2020).

Sidang yang digelar sekitar pukul 10.30 Wita itu beragenda pemeriksaan bukti, saksi dan atau ahli dari pemohon.

Sidang diawali dengan penyerahan 21 bukti surat-surat, kemudian menghadirkan dua saksi yaitu Laode Masrin dan Laode Samarudin. Kemudian menyusul saksi dari Mimika, guru yang juga Wakil Kepala Sekolah SMP Negeri Banti, Malania Renyaan dan siswa angkatan pertama SMP Negeri Banti, Octavina Pinimet dan pedagang di Pasar Tembagapura, La Sanudi serta staf ahli Dr Hariman Satria SH LLM.

"Jadi untuk pembuktian kami menghadirkan lima saksi dan bukti surat-surat," ujar kuasa hukum masyarakat Busel, Dian Farizka.

Salah seorang saksi asal Kecamatan Sampolawa, Laode Samarudin, mengungkapkan, sebelumnya dirinya pernah menandatangani surat pencabutan surat kuasa praperadilan bersama dua rekannya Ade Candra dan Laode Muhalimu. Dalam laporan itu, ia dijanjikan akan dijadikan pegawai di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) oleh bupati.

"Saya sempat membuat membuat laporan polisi di Polda Sultra. Bahkan saat berangkat ke Kendari saya bersama Dirut PDAM Busel Tamrin," bebernya.

Baca juga: Tak Bangun Asrama, Bupati Konsel Janjikan Pemondokan

Sementara saksi dari Mimika yang dilakukan melalui audio telepon seluler (HP) yakni Wakasek SMP Negeri Banti Malania Renjaan sekaligus guru pertama di SMP negeri Banti menyatakan tidak memilik murid dari luar Papua saat angkatan pertama. Kata dia, terdapat sekitar 40 siswa angkatan pertama di SMPN Banti. Dari jumlah tersebut, tak satupun siswa dari luar Banti.

"Hanya saya lupa sebagian nama-namanya. Tapi yang pasti, tidak ada dari luar Papua," terangnya.

Berkaitan dengan nama La Ode Arusani, lanjutnya, tidak pernah belajar di SMPN Banti. "Posisi SMP Negeri Banti Mimika sangat jauh dengan Tambagapura. Untuk masuk ke Banti, harus melalui pos-pos penjagaan yang ketat, paling tidak sekitar 3 jam, bahkan kalau harus pulang pergi tidak memungkinkan," terangnya.

Hal senada juga dikatakan siswa angkatan pertama SMP Negeri Banti, Oktavina Pinimet. Kata dia, tidak pernah satu angkatan dengan siswa yang bernama Laode Arusani dan saat itu tidak ada siswa dari luar papua.

Lebih jauh dikatakan, pada tahun 2005 tidak ada ujian nasional digelar di SMPN Banti. Ujian pertama digelar pada tahun 2006.

Berbeda dengan salah satu pedagang dari Tambagapura asal Siompu, Busel, LanSarudi. Kata dia, sajak mengenal Laode Arusani, keseharian dia bekerja sebagai pedagang dan tidak pernah memakai seragam sekolah, hanya berdagang.

Baca juga: Coffee On The Bus, Cara Baru Ngopi sambil Keliling Kota Yogyakarta

"Bisa ditanyakan kepada pedagang yang lain, Laode Arusani hanya berdagang selama yang kami kenal," ungkapnya.

Selain pernyataan para saksi, salah satu kuasa hukum masyarakat Busel, Muh. Toufan, mengatakan, pihaknya memiliki bukti pembanding atas ijazah yang digunakan La Ode Arusani. Surat-surat tersebut di antaranya, penulisan nama kepsek di ijazah Laode Arusani berbeda dengan ijazah angkatan pertama yang asli. Nama kepala sekolah seharusnya di spasi (Reki Tafre) namun dalam ijazah Laode Arusani menyambung Reritafre.

"Kemudian kode wilayah ijazah Papua 25 tapi kode wilayah di ijazah Laode Arusani 23 yang merupakan kode wilayah rayon NTB," terangnya.

Yang lebih signifikan lagi, lanjut dia, berkaitan dengan daftar nilai ijazah La Ode Arusani pada mata pelajaran muatan lokal. Sejak tahun 2003, 2004, 2005 dan 2006 mata pelajaran muatan lokal keterampilan PKK dan Pertanian tidak ada seperti yang tertera pada ijazah Arusani. Mata pelajaran muatan lokal pada tahun itu hanya, Kesehatan. "Salah satu guru bidangnya sendiri, Malania Renjaan mengatakan, dari pertama mengajar tidak ada mata pelajaran itu," kata Toufan.

Kuasa Hukum Polda Sultra, Imam Ridho Angga Yuwono SH dan Iptu Hasbul Jaya serta Aipda Muliono yang hadir di persidangan keberatan saat saksi dari Mimika digelar dengan video call melalui handphone sehingga enggan bertanya.

Kuasa hukum hanya bertanya pada saksi Samarudin dan staf ahli hukum. Sidang digelar hingga pukul 19.30 Wita dengan tiga kali penundaan, saat makan siang dan salat.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga