Hal Biasa Bagi Nasdem, Sekjen Tersangka Korupsi

Efriza, telisik indonesia
Sabtu, 27 Mei 2023
0 dilihat
Hal Biasa Bagi Nasdem, Sekjen Tersangka Korupsi
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Nasdem gagal kembali membentuk karakter kadernya yang bersih dan tidak berperilaku korupsi "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

PENETAPAN tersangka Jhonny G. Plate tidak bisa ditarik serampangan sebagai dampak politik maupun permainan politik antara Jokowi dengan Nasdem, apalagi dianggap adanya intervensi Penguasa terhadap lembaga hukum. Bahkan, menggunakan bahasa anak muda sekarang, terlalu receh, jika hanya terkait kekecewaan Jokowi karena Nasdem mengusung Anies Baswedan.

Presiden Jokowi telah menyatakan, ia akan menghormati proses hukum yang berlaku dalam pengusutan kasus korupsi tower Base Transceiver Station (BTS) Bakti Kominfo 1, 2, 3, 4, 5, yang sedang ditangani oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Pernyataan Jokowi adalah "kita harus hormati semua proses hukum, hormati semua proses hukum kepada siapapun."

Pernyataan Jokowi menunjukkan ini hal yang tepat dilakukan oleh Presiden, agar kasus hukum ini tidak dianggap adanya resistensi antara Jokowi dan Nasdem apalagi intervensi penguasa politik kepada hukum. Ini sebuah proses hukum, kita harus menghormati prosedur dan proses hukum.

Korupsi Dilakukan Sekjen Nasdem, Hal Biasa

Status Jhonny G. Plate dari saksi sebagai tersangka dilakukan oleh Kejagung diyakini tidaklah serampangan. Ini dilakukan setelah pemeriksaan terus menerus dan telah terdapat cukup bukti bahwa yang bersangkutan diduga terlibat di dalam peristiwa tindak pidana korupsi BTS 4G.

Bahkan, juga sudah diketahui kerugian negara diperkirakan sebesar Rp8 Triliun, kerugian ini telah disampaikan oleh Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) setelah audit bukti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Ini menunjukkan adalah sebuah proses hukum yang telah lama dijalani oleh Kejagung. Diyakini Kejagung amat berhati-hati, maka saat ini dapat dianggap wajar penetapan saksi menjadi tersangka, dapat dianggap saat ini telah sesuai hukum juga keharusan hukum. Kasus ini memang beririsan dengan politisi jadi akan sangat bernuansa politisasi, apalagi terhadap Sekjen Partai, juga di tahun politik pula.

Namun terlalu dini jika menuduh ini adalah intervensi politik terhadap hukum, sebab diyakini kasus ini sudah diselidiki dan sidik dengan cermat karena beririsan dengan kemungkinan tudingan politisasi, sehingga keliru sedikit saja maka akan dianggap politisasi hukum di tahun politik.

Naiknya penetapan saksi menjadi tersangka dari Jhonny G. Plate merupakan pukulan berat bagi Partai Nasdem. Jhonny G. Plate adalah Sekjen Partai Nasdem, ia satu dari tiga menteri Nasdem. Namun, jika melihat rekam jejak Partai Nasdem, maka jangan lupakan pula, kasus Sekjen Nasdem tersangkut korupsi bukan pertama kali terjadi sebab sebelumnya pernah terjadi pada Patrice Rio Capella di tahun 2015 silam.

Ini artinya Nasdem gagal kembali membentuk karakter kadernya yang bersih dan tidak berperilaku korupsi. Kasus ini semestinya hal biasa bagi Nasdem, dengan bahasa satir. Jhonny G. Plate memang bukan sekadar kader biasa, tetapi ia adalah Sekjen Nasdem.

Baca Juga: Kasus Johnny G Plate Buat Nasdem Dinilai Berdiri Dua Kaki, Pengamat Saran Surya Paloh Tegas Ambil Sikap

Meski begitu ditegaskan kembali, jangan lupakan pula, kedua kalinya Sekjen Nasdem tersangkut korupsi, sebelumnya Patrice Rio Capella. Ini menunjukkan Nasdem gagal menunjukkan dirinya dalam gerakan perubahan untuk merestorasi Indonesia.

Malah Nasdem, terkesan nyaman untuk kedua kalinya Sekjennya tersangkut kasus korupsi, sehingga wajar jika pertanyaan pertanyaan menohok mengapung seperti: Kenapa Sekjen Nasdem untuk kedua kalinya tersangkut kasus korupsi? Apa yang salah dari Partai ini?

Dampak Politik Menghantui Nasdem

Nasdem ditenggarai saat ini dalam kondisi dilema, karena sesumbar Surya Paloh dalam Pembekalan Caleg pada tahun 2015 silam. Surya Paloh tidak ingin mempertahankan partai itu jika ada yang terlibat kasus korupsi.

Nyatanya, sejak 2015 Partai Nasdem Sekjennya tersangkut kasus Korupsi dan saat ini untuk kedua kalinya Sekjen Nasdem tersangkut korupsi, artinya dua kali Pemilu maka dua kali Sekjen Nasdem tersangkut korupsi, tetapi Partai Nasdem masih kokoh berdiri. Memang ini hal biasa, retorika dan sesumbar politisi adalah hal lumrah, dibandingkan menunjukkan bukti.

Ini menunjukkan Nasdem secara institusi kepartaian juga kotor, tidaklah bersih. Sayangnya, daya ingat institusi ini begitu rendah, sehingga tidak berusaha memperbaiki institusi partai agar tidak terulang lagi Sekjen partainya melakukan tindak pidana korupsi.  

Konsentrasi Surya Paloh dan Nasdem diyakini saat ini akan terkonsentrasi pada membangun kembali keutuhan internalnya, juga menyikapi perkembangan kasus korupsi yang menyeret Sekjen Nasdem Jhonny G. Plate.

Surya Paloh diyakini juga akan berusaha mati-matian membangun citra bersih dari Nasdem, seperti ia telah menantang Kejagung untuk periksa aliran dana korupsi yang diduga mengalir ke partai nasdem, pernyataan ini patut diapresiasi. Pernyataan ini juga menunjukkan konsentrasi Nasdem akan sangat fokus kepada membangun kembali citra dan keutuhan internalnya.  

Surya Paloh sebagai Ketua Umum Partai Nasdem diyakini akan lebih konsentrasi khusus kepada Partai Nasdem ke depannya dibandingkan kepada soal gerak politik Anies sebagai calon presiden (capres).

Sebab, Surya Paloh juga dipermalukan kedua kalinya oleh orang kepercayaannya sebagai Sekjen Partai Nasdem, utamanya Surya Paloh juga dibuat malu ternyata sesumbarnya malah jadi bumerang.

Surya Paloh juga dibuat malu, ia dianggap pandai sebagai ‘king maker’ dalam memilih capres, tetapi tidak pandai menunjuk Sekjennya yang bersih dari perilaku korupsi, maupun mengingatkan minimal Sekjennya untuk tidak korupsi, ini ditunjukkan dengan fakta dua kali Sekjen Nasdem tersangkut kasus korupsi.

Diyakini pula dampak politik yang dapat diterima oleh Nasdem adalah posisi Partai Nasdem terancam akan mengalami penurunan elektabilitas secara kepartaian. Nasdem diyakini dapat saja akan terpental dalam posisi kelima ke depannya, sebab penetapan dari saksi menjadi tersangka atas Sekjen Nasdem terjadi menjelang Pemilu Serentak akan berlangsung.

Kepercayaan masyarakat terhadap Nasdem diyakini akan terpengaruh oleh proses hukum dari Sekjen Partai Nasdem tersebut. Saat ini Nasdem sedang mengalami kekhawatiran melihat hasil Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada bulan Mei ini bahwa hanya 6 partai yang diprediksi lolos di Senayan, adapun tiga partai parlemen yang mendapatkan suara di bawah ambang batas Parlemen salah satunya adalah Partai Nasdem sebesar 3,6 persen.

Ini yang ditenggarai membuat gairah nasdem, meski terlihat meletup-meletup dalam kebersamaan dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) maupun dalam menyokong Anies sebagai calon presiden (capres), tetapi konsentrasi Nasdem tidak sepenuhnya lagi, sebab mereka akan berkonsentrasi terhadap kemungkinan Nasdem turun peringkat bahkan mencegah dampak lebih dahsyat bahwa Nasdem akan tersingkir dari ambang batas parlemen sebagai partai politik yang lolos di Senayan.

Sebab, lagi-lagi sesumbar Suya Paloh taruhannya, ia menyatakan bakal mundur apabila jangankan menurun atau tidak lolos ambang batas parlemen, tidak ada tambahan angka kursi parlemen satu pun itu artinya Surya Paloh tidak layak lagi memimpin Partai Nasdem.

Anies Baswedan Tak Perlu Panik

Dampak yang akan terjadi juga dapat memengaruhi Anies Baswedan. Sebab Nasdem yang pertama kali mendeklarasikan mendukung Anies, malah Sekjennya tersangka Korupsi. Kasus ini akan menjadi bola liar jika dibawa dan digembar-gemborkan merupakan kasus politisasi politik dalam proses hukum.  

Inilah yang membuat Anies khawatir, buru-buru ia meragukan proses hukum ditenggarai dapat saja terjadi politisasi dalam proses hukum. Koalisi Perubahan diyakini tetap berjalan, hanya saja ditenggarai akan melambat gerakannya. Anies terlihat begitu terpukul, semestinya ia tak perlu panik, sehingga memainkan isu menggunakan bahasa anak muda sekarang yakni yang sifatnya receh, mengaitkan kasus hukum dibawa ke ranah politik.  

Upaya ini dilakukan untuk menaikkan popularitas dari Koalisi Perubahan yang sedang didera oleh salah satu partai koalisinya bahwa kader elite partainya (Sekjen) tersangkut kasus korupsi. Pernyataan-pernyataan Anies yang terlalu dini ini mengaitkan intervensi politik malah menunjukkan ia panik, ia tidak siap menerima konsekuensi bahwa politisi dari partai politik tidak semuanya bersih.  

Sangat disayangkan, malah amat keliru jika strategi Koalisi Perubahan maupun Anies Baswedan sebagai capresnya malah melakukan seperti itu dengan menuding terlalu dini politisasi dalam kasus hukum. Strategi itu malah melecehkan jargon restorasi dari Partai Nasdem.

Jika itu yang dimainkan oleh Koalisi Perubahan maupun bahkan Partai Nasdem, malah akan merugikan Partai Nasdem sendiri, terlihat sekali partai ini gamang. Semestinya Nasdem sudah berpengalaman menghadapi proses hukum atas kasus Sekjennya, toh ini bukan yang pertama loh, dua kali pemilu, dua kali sekjennya tersangkut kasus korupsi.

Jadi Nasdem diyakini semestinya sudah terbiasa, toh partai ini juga tidak segera melakukan restorasi ke dalam internal, tidak berupaya membangun perubahan secara institusi, jadi mengapa harus khawatir, panik, hadapi saja, karena sudah punya pengalaman dalam kasus Patrice Rio Capella 2015, bahasa anak sekarang enteng, kasus Sekjen tersangkut korupsi lagi (sekarang Jhonny G. Plate).  

Menunggu Sikap Nasdem di Pemerintahan

Nasdem saat ini tidak perlu ambigu dalam menentukan bersikap. Sebab, sikap Nasdem yang ambigu seperti: menuding kemungkinan intervensi pemerintah dalam proses hukum, tetapi tetap di pemerintahan, jika ini terus dilakukan malah dapat mengiring kekecewaan masyarakat semakin tinggi pada Partai Nasdem.  

Nasdem dianggap melindungi koruptor dengan menuding kemungkinan intervensi politik dalam proses hukum. Nasdem dianggap tidak becus membina kader-kadernya, mengurus institusinya, malah berkoar-koar untuk menarik simpati masyarakat dengan menuding pemerintah melakukan intervensi politik dalam proses hukum Jhonny G. Plate yang merupakan Menteri sekaligus Sekjen Nasdem.

Hal ini disinyalir malah akan membuat masyarakat tidak mempercayai Partai Nasdem. Patut diingat, Korupsi bagi masyarakat adalah penyakit kronis di negeri ini. Masyarakat muak dengan perilaku politisi yang selalu melakukan tindakan korupsi, malah ternyata partai yang berteriak restorasi, menginginkan merestorasi Indonesia, tetapi institusinya bermasalah juga malah melindungi kadernya yang tersangka korupsi.

Sebaiknya, Nasdem menghormati proses hukum. Jika dibawa dalam isu politik maka yang terjadi adalah ketidaksukaan masyarakat terhadap Nasdem meningkat, bukan saja terhadap perilaku buruk kadernya yang korupsi tetapi juga perilaku institusinya yang tak segera membenahi institusinya.

Bahkan, juga memungkinkan masyarakat meragukan sosok capres yang diusung oleh Nasdem, karena institusi dengan kadernya yang berperilaku buruk tersangkut korupsi akan berbahaya jika menjabat di pemerintahan seperti dalam posisi jabatan menteri.

Baca Juga: Surya Paloh Pusing Kasus Korupsi Menkominfo Berefek ke Capres Anies Baswedan

Strategi politik terbaik adalah Nasdem segera bersikap kesatria dengan mengundurkan diri sebagai pendukung pemerintah, jika merasa adanya kecurigaan intervensi politik dalam kasus hukum Sekjennya. Nasdem juga perlu melakukan tindakan menarik semua kursi menteri yang dijabat oleh kader Nasdem, bukan nantinya berkata dihibahkan dengan alasan hak prerogatif presiden dalam memilih.

Padahal pilihan presiden adalah rujukan nama-nama kader yang diberikan oleh Partai Nasdem, juga sudah lumrah yang dipilih Presiden adalah elite pengurus inti partai, sebab ada kebutuhan membesarkan partai melalui peran besar elitenya duduk di kursi kementerian.

Daripada Partai Nasdem menggerutu dari kejadian proses hukum terhadap Jhonny G Plate yang juga Sekjen Nasdem, lebih baik mencabut dukungan terhadap pemerintahan saat ini. Dengan mencabut dukungan dari pemerintahan, Nasdem dapat melakukan konsolidasi untuk memenangkan Anies Baswedan dengan lebih berani.

Jika Nasdem tetap ingin menunjukkan kebulatan tekad mendukung pemerintah. Sebaiknya Nasdem menarik Jhonny G. Plate dari kursi menteri, dengan meminta Jhonny G. Plate mengajukan surat mengundurkan diri dari jabatan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk konsentrasi mengurus permasalahan yang sedang melilit dirinya. Nasdem perlu mendukung proses hukum bukan malah menuding terjadinya politisasi.  

Namun, sekali lagi bahwa proses hukum ini harus tetap berjalan, harus dilakukan dengan transparan. Kita semua harus menghormati proses hukum dan menghormati hukum di negeri ini, janganlah berprasangka buruk, apalagi terlalu dini tendensius terhadap Pemerintah. Kasus ini harus diungkap dengan terang benderang. Presiden juga sudah menyatakan ia menghormati proses hukum.  

Sehingga sekarang Nasdem harus berani menunjukkan etika politik yang bersih dengan memperbaiki institusinya daripada menggerutu keadaan, baper, tetapi tetap memilih berada di pemerintahan. Sikap ambigu Nasdem, malah mengesankan partai ini losser untuk mengambil sikap tegas.  

Partai Nasdem lebih baik mengawasi proses hukum ini dengan juga mendorong kasus ini untuk transparan. Kasus ini jangan dibawa ke ranah politik, apalagi dengan terlalu dini, mengapungkan intervensi politik dalam kasus hukum, semestinya semuanya menghormati proses hukum.

Institusi hukum di negeri ini tetap harus dipercayai, jangan karena fanatik politik terhadap pasangan tertentu, kita buru-buru mempersepsikan negatif terhadap proses hukum, juga mengabaikan mendorong institusi hukum menjadi lebih baik. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga