Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban

Adinda Septia Putri, telisik indonesia
Senin, 26 Juni 2023
0 dilihat
Hukum Menjual Kulit Hewan Kurban
Beberapa ulama sepakat, orang yang berkurban maupun panitia kurban tidak boleh menjual daging atau bagian hewan kurban lainnya. Foto: Repro Tebuireng.online

" Daging kurban termasuk kulitnya harus dibagikan kepada orang lain. Pada prinsipnya, daging maupun kulit hewan kurban tidak boleh dijual "

KENDARI, TELISK.ID - Ibadah kurban merupakan salah satu anjuran saat hari raya Idul Adha. Daging kurban banyak dibagikan sebagai sedekah seusai penyembelihan.

Lantas bagaimana jika kulit hewan kurban dijual?

Dilansir dari Liputan6.com, pertanyaan ini disampaikan oleh salah satu jemaah Al Bahjah kepada KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya.

“Bagaimana jika kulit hewan kurban dijual oleh panitia kemudian uang hasil penjualannya diatribusikan ke fakir miskin atau kepada orang yang berhak menerimanya? Apakah boleh?” tanyanya dikutip dari YouTube Buya Yahya, Sabtu (24/6/2023).

Menjawab pertanyaan tersebut, Buya Yahya menjelaskan, daging kurban termasuk kulitnya harus dibagikan kepada orang lain. Pada prinsipnya, daging maupun kulit hewan kurban tidak boleh dijual.

“Kulit tidak boleh dijadikan upah bagi sang penyembelih. Dan sang penyembelih tidak boleh menjadikan upahnya dari daging kurban,” ujarnya.

Jadi, tidak boleh (menjadikan) daging itu bayaran dari penyembelihan atau kulitnya tidak boleh jadi bayaran penyembelihan.

Baca Juga: Hukum Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Terkecuali, lanjut Buya Yahya, apabila seorang penyembelih itu senang dengan kulit hewan kurban, maka itu boleh. Dengan catatan, kulit tersebut bukan sebagai gaji dari penyembelihan.

“Boleh diambil. Saya gak suka daging, saya sukanya kulit. Ambil kulit. Tapi dijual kulit tidak boleh,” imbuhnya.

Sementara dikutip dari Tirto.id, mayoritas ulama Mazhab Syafii berpendapat, orang yang berkurban (sohibul kurban) tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurbannya, termasuk daging dan kulit, meski ia berhak mendapatkan bagian.

Sohibul kurban berhak menerima bagian dari hewan kurbannya, kecuali jika ia berkurban karena nazar. Namun, bagian itu hanya boleh dikonsumsi atau dimanfaatkan, dan tidak untuk dijual.

Dasar dari larangan itu adalah hadis riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Barangsiapa menjual kulit hewan kurbannya, maka tak ada kurban baginya," (HR Imam Al-Hakim dan Imam Al-Baihaqi. Hadis ini dishahihkan Albani).

Meski demikian, mengutip dari laman Bimas Islam Kemenag RI, ada pengecualian terkait hukum jual beli bagian tubuh hewan kurban. Sejumlah ulama dari Mazhab Syafii menyatakan bahwa orang-orang fakir dan miskin yang menerima pembagian hewan kurban boleh memanfaatkan bagiannya untuk berbagai jenis keperluan, termasuk dijual.

Maka itu, orang fakir miskin boleh memanfaatkan bagian dari hewan kurban yang mereka terima, seperti daging atau kulit, untuk dikonsumsi, dijual, maupun keperluan lain. Namun, orang kaya (punya kemampuan secara ekonomi) hanya boleh mengonsumsi dan memanfaatkan bagian hewan kurban (daging, kulit, dan lainnya).

Alternatif yang lainnya, orang kaya bisa menyedekahkan bagian dari hewan kurban. Habib Abdurrahman Ba’alawi dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin menjelaskan:

“Bagi orang fakir boleh menggunakan [tasharruf] daging kurban yang ia terima meskipun untuk semisal menjualnya kepada pembeli, karena itu sudah menjadi miliknya atas barang yang ia terima. Berbeda dengan orang kaya. Ia tidak boleh melakukan semisal menjualnya, namun hanya boleh mentasarufkan pada daging yang telah dihadiahkan kepada dia untuk semacam dimakan, sedekah, sajian tamu meskipun kepada tamu orang kaya. Karena misinya, dia orang kaya mempunyai posisi seperti orang yang berkurban pada dirinya sendiri. Demikian yang dikatakan dalam kitab At-Tuhfah dan An-Nihayah.”

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj juga memberikan penjelasan serupa sebagai berikut:

"Bagi orang fakir boleh memanfaatkan hewan kurban yang diterimanya (secara bebas), meski dengan semisal menjualnya kepada orang Islam, sebab ia memiliki apa yang diterimanya. Berbeda dengan orang kaya, ia tidak diperkenankan menjualnya, tetapi ia hanya diperbolehkan mengalokasikan hewan kurban yang diberikan kepadanya dengan semisal makan, sedekah, dan menghidangkan meski pada orang kaya, sebab puncaknya ia seperti orang yang berkurban itu sendiri."

Baca Juga: Lebih Baik Kurban Hewan Jantan atau Betina? Ini Penjelasannya

Larangan menjual semua bagian dari hewan kurban, termasuk untuk dijadikan upah bagi penyembelih, diterangkan pula oleh Imam Nawawi melalui Al-Majmu', Maktabah Al-Irsyad (Juz 8: 397), sebagaimana dikutip dalam artikel NU Online berjudul "Hukum Menjual Kulit maupun Kepala Hewan Kurban," sebagai berikut:

"Beragam redaksi tekstual madzhab Syafi'i dan para pengikutnya mengatakan, tidak boleh menjual apa pun dari hadiah (al-hadyu) haji maupun kurban, baik [yang] berupa nazar atau yang sunah. (Pelarangan itu) baik berupa daging, lemak, tanduk, rambut dan sebagainya. Dan juga dilarang menjadikan kulit dan sebagainya itu untuk upah bagi tukang jagal. Akan tetapi (yang diperbolehkan) adalah seorang yang berkurban dan orang yang berhadiah menyedekahkannya atau juga boleh mengambilnya dengan dimanfaatkan barangnya seperti dibuat untuk kantung air atau timba, muzah (sejenis sepatu) dan sebagainya."

Adapun dalam Putusan dan Fatwa Seputar Kurban (2022: 5-7) terbitan Tim Fatwa Agama Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, juga diterangkan pendapat yang tidak jauh berbeda, dengan ringkasan sebagai berikut:

1. Shahibul kurban (orang yang berkurban) tidak boleh menjual bagian dari hewan kurban, baik daging, kulit, dan lainnya. Shahibul kurban juga tidak boleh memberikan bagian dari hewan kurban sebagai upah penyembelihan. Orang yang menyembelih hanya boleh diberi dengan status sebagai penerima daging kurban.

2. Panitia tidak boleh mengambil bagian dari hewan kurban untuk menjadikannya upah bagi penyembelih. Panitia disarankan untuk membebankan biaya upah penyembelih kepada shahibul kurban dengan cara musyawarah, atau mengambil dari sumber lain.

Pendapat di atas berdasarkan hadis riwayat dari Ali sebagai berikut:

"Ali Ra berkata: Rasulullah SAW telah memerintahkan kepadaku agar membantu dalam pelaksanaan qurban untanya dan agar membagikan kulit dan pakaiannya dan beliau pun memerintahkan kepadaku agar aku tidak memberikan sedikit pun dari hewan qurban kepada jagal. Ia (Ali) berkata: Kami memberikan upah (jagal) dari harta kami." (HR. Abu Dawud). (C)

Penulis: Adinda Septia Putri

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Baca Juga