Indikasi Permainan SP3 Kasus Plt. Bupati Busel Semakin Terbongkar
Deni Djohan, telisik indonesia
Senin, 09 Desember 2019
0 dilihat
Daftar Nilai Ujian Sekolah Menengah Pertama (SMP) milik La Ode Arusani. Terlihat beberapa catatan yang menunjukan kepalsuan ijaz
" Pelapor sebelumnya telah melakukan upaya bersama pemerhati pendidikan Papua membuat laporan polisi di Polres Mimika pada 25 April 2017. Namun laporan itu dihentikan (SP3) dengan alasan tidak cukup bukti. "
BAUBAU, TELISIK.ID - Indikasi permainan dalam penghentian kasus ijazah palsu dengan tersangka Plt. Bupati Buton Selatan (Busel), H La Ode Arusani, di Polres Mimika, Papua dan Polda Sultra semakin terbongkar. Pasalnya, sejumlah keterangan saksi yang menyebutkan Arusani benar-benar bukan siswa SMPN Banti, di abaikan oleh pihak kepolisian saat proses penyidikan berlangsung.
Misalnya keterangan dari guru setempat, Malania Renjaan, S.Pd. Melalui surat keterangan nomor: 422.2/006/SMP N-B/X/2018 tanggal 30 Oktober 2018, Malania Renjaan menegaskan bahwa, La Ode Arusani tidak pernah terdaftar sebagai siswa di SMPN Banti, dan bahwa ijazah tersebut tidak dapat dinyatakan keabsahannya alias palsu/ilegal.
Baca Juga: Miliaran Rupiah Uang Korupsi, Diamankan Kejati Sultra Sepanjang 2019
Pernyataan tersebut dikuatkan dengan Daftar Nilai Ujian Sekolah Menengah Pertama (SMP), milik Arusani yang beberapa mata pelajaran muatan lokalnya, tidak pernah diajarkan di sekolah pedalaman Papua itu.
Selain itu, tiga mata pelajaran lainnya yakni, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris dan Matematika baru diterapkan di sekolah tersebut nanti tahun 2006. Sementara dalam ijazah Arusani yang diketahui terbit sendiri tahun 2005, ketiga mata pelajaran tersebut sudah tercantum.
"Pelapor sebelumnya telah melakukan upaya bersama pemerhati pendidikan Papua membuat laporan polisi di Polres Mimika pada 25 April 2017. Namun laporan itu dihentikan (SP3) dengan alasan tidak cukup bukti," kata ketua Ombudsman Papua, Iwanggin Sabar Olif, dalam surat La Poran Hasil Pemeriksaannya nomor: 0152/SRT/102.2018/Jpr-04/X/2019 tertanggal 4 Oktober 2019.
Sebelumnya, kepala sekolah SMPN Banti, Markus Sombo bersama Kepala Dinas Pendidikan dan Kebidayaan Mimika, Jeni O. Usmany, dengan tegas menyatakan bahwa, La Ode Arusani tidak pernah terdaftar sebagai siswa di SMPN Banti.
Itu diketahui melalui surat pernyataan antara pihak sekolah SMPN Banti dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mimika, nomor: 421.2/005/SMP-NB/II/2017 tanggal 20 Februari 2017.
"Pelaksanaan ujian nasional pertama kali dilaksanakan di SMPN Banti tahun 2006. Dan atas nama La Ode Arusani tidak tidak pernah terdaftar di SMPN Banti," tulis Markus Sombo.
Kejadian ini disesalkan aktifis pendidikan Papua, Zhet Sonny Awom. Ia menilai, dunia pendidikan dan penegakan hukum di Mimika Papua tercoreng dan tercederai atas terhentinya kasus itu. Bahkan ia menduga ada indikasi suap dalam penyelesaian kasus tersebut.
"Masalah semua bukti saksi-saksi sudah lengkap dan ketahuan semua. Pihak polisi Sultra juga sudah tau hanya tidak dibongkar malah di SP3," kesal Soni saat dihubungi melalui sambungan telponnya, Senin (9/12/2019).
Ia menyesalkan sikap pihak kepolisian yang menghentikan kasus tersebut dengan alasan tidak cukup bukti. Padahal dalam proses pemeriksaan, seluruh bukti dan saksi sangat kuat menerangkan jika ijazah milik La Ode Arusani itu palsu.
"Saya siap menghadirkan semua kembali para saksi beserta bukti-bukti kalau dipanggil kembali untuk bersaksi," tegasnya.
Baca Juga: 18 Ruko Pasar Lacaria Akan Segera Difungsikan
Soni Awom merupakan aktifis pendidikan sekaligus Kasubag Program di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mimika, Papua. Dalam kasus tersebut, Soni Awom diketahui adalah pelapor.
Arusani ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Mimika atas kasus kepemilikan ijazah palsu. Sedangkan Polda Sultra menetapkan Arusani sebagai tersangka atas dugaan kasus penggunaan ijazah palsu dan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Polres Mimika akhirnya menghentikan kasus tersebut (SP3) dengan alasan tidak cukup bukti. Penerbitan surat perintah penghentian penyidikan itu kemudian dilakukan juga oleh Polda Sultra dengan alasan pokok kasus tersebut telah berhenti di Polres Mimika. Padahal materi laporan kasus di Polres Mimika dan Polda Sultra berbeda. Harusnya Polda Sultra juga memberikan alasan mengapa laporan terkait sistem pendidikan nasional mengenai kode zonasi wilayah milik ijazah Arusani yang menggunakan kode wilayah zonasi Nusa Tenggara Timur (NTB) itu dijelaskan.
Reporter: Deni Djohan
Editor: Sumarlin