Jaksa Walkout, Advokat Senior: Hukum Dibalas Analisa Bukan Anarkis
Erni Yanti, telisik indonesia
Sabtu, 25 November 2023
0 dilihat
Praktisi hukum Sulawesi Tenggara yang juga advokat senior, Nasruddin, menanggapi kasus walkout JPU dari persidangan kasus suap Alfamidi. Foto: Erni Yanti/Telisik
" Kasus Jaksa Penuntut Umum (JPU) walkout dari ruang persidangan pada kasus dugaan suap Alfamidi, disorot praktisi hukum Sulawesi Tenggara, Nasruddin "
KENDARI, TELISIK.ID - Kasus Jaksa Penuntut Umum (JPU) walkout dari ruang persidangan pada kasus dugaan suap Alfamidi, disorot praktisi hukum Sulawesi Tenggara, Nasruddin.
Ia menilai berbeda dalam kasus dugaan korupsi perizinan PT Midi Utama Indonesia yang melibatkan Ridwansyah Taridala, Syarif Maulana, dan Sulkarnain Kadir.
Saat ditanya pendapatnya soal kasus dugaan korupsi PT Midi Utama Indonesia, Nasruddin yang juga advokat senior mengatakan bahwa harus dilihat dulu pasal yang didakwakan.
“Pasal yang diterapkan pasal berapa, kalau perkara ini ada beberapa orang, maka dalam dakwaan itu harus ada pasal 55 atau pasal 56, karena mendakwa orang menguraikan peristiwa locus dan tempus, kemudian apa yang dilakukan oleh orang-orang yang didakwa," ungkap Nasruddin saat ditemui di salah satu warkop di Kota Kendari, Jumat (24/11/2023).
Nasruddin juga menjelaskan mengenai pasal 55 tidak digunakan pada perkara Sulkarnain Kadir, sehingga pasal yang digunakan tidak jelas.
“Di perkara Ridwansyah Taridala dan Syarif ada pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, kenapa di perkara Sulkarnain Kadir tidak ada pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, padahal perkara split,” jelasnya.
Advokat senior itu pun menuturkan bahwa jika pasal 55 hilang, bagaimana mau membuktikan dakwaan.
“Dengan tidak adanya pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, dakwaan itu kabur. Seharusnya eksepsi PH harus dikabulkan, hanya saja saya melihat pengadilan tidak mengabulkan eksepsi PH supaya jaksa tidak malu, tidak dianggap profesional, jadi dari sisi mana hakim berat sebelah kepada terdakwa?” tutur Nasruddin.
Baca Juga: Walkout dari Ruang Sidang Kasus Suap Alfamidi, JPU Anggap Hakim Langgar Kode Etik
Kata Nasruddin, ketika eksepsi pengacara dikabulkan, pasti akan malu, sehingga ditolaklah eksepsi tersebut.
"Bersyukurlah sama hakim dia tidak terbitkan putusan itu bahwa dakwaan itu kabur, sehingga di persidangan membuat suatu pola seolah-olah mereka itu memenuhi daftar hukum padahal kemudian ada yang dia langgar hukumnya," ucap Nasruddin.
Bukan hanya itu, Nasruddin menegaskan bahwa orang hukum membalas sesuatu dengan analisa hukum, bukan dengan anarkis apalagi di pengadilan.
“Orang hukum membalas sesuatu dengan unsur-unsur, hukum bukan membalas dengan aksi anarkis apalagi tendang pintu sudah contempt of court. Gimana kalau di kantornya saya disidik, lalu saya keluar dari kantornya, saya tendang pintu, pasti dia tidak suka. Bagaimana dengan pengadilan. Tempat itu harus dihargai. Hakim saja dipanggil Yang Mulia,” tegas Nasruddin.
Begitupun ketika ada saksi yang mencabut keterangannya, Nasruddin mengatakan, dalam persidangan itu sah-sah saja, karena boleh jadi pada saat proses penyidikan terdapat tekanan. Hakim menjatuhkan putusan berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, dan itu sangat jelas aturannya.
Dengan lugas Nasruddin mengatakan bahwa fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan merupakan fakta hukum, fakta yang terungkap sehingga menjadi pertimbangan hukum hakim.
“Itulah yang menjadi pertimbangan hukum hakim, apakah benar orang ini melakukan perbuatan sebagaimana dengan dakwaan atau tidak, lalu kemudian ada satu unsur yang tidak terpenuhi harus bebas karena mendakwa orang kemudian memutus orang harus penuh semua analisis-analisis dalam dakwaannya di pasal itu,” ujar Nasruddin.
Kemudian terkait pertanggungjawaban perbuatan di persidangan, Nasruddin menjelaskan, unsur yang harus dikaji apakah gratifikasi ataupun pemerasan.
“Misalnya namanya si A ternyata cocok tapi unsur berikutnya harus dikaji kembali. Kalau dia bilang ada gratifikasi atau ada pemerasan, siapa yang menyerahkan uang siapa yang meminta uang. Lalu dibilang orang menyerahkan uang kemudian apakah uang itu menjadi barang bukti kan tidak ada. Bicara uang, bicara pemerasan, barang bukti mana? Sita uangnya jadi apa yang digratifikasikan," bebernya.
Ia mengungkapkan, jaksa walkout itu sama dengan menghina pengadilan, content of court, boleh juga ditafsirkan menghalang-halangi penyelesaian perkara di pengadilan. Menurutnya, masih ada forum-forum lain yang dapat dilakukan jika tidak sepakat dengan putusan majelis hakim.
“Kalau tidak setuju ajukan banding. Silakan banding atau kasasi, kan itu ada aturannya. Sekarang kita balik. Kalau tidak setuju putusan kau kasasi tidak usah ribut-ribut di persidangan, biasanya orang yang ribut-ribut itu yang rendah IQ-nya, rendah pemikirannya, makanya arogansi yang muncul,” tutur Nasruddin.
Saat ditanya masalah dugaan penghinaan pengadilan, Nasruddin mengatakan, itu juga bisa ditafsirkan menghalangi proses penyelesaian perkara.
“Iya masuk penghinaan, terhadap pengadilan dia juga menghalangi proses penyelesaian perkara karena dia tidak mau datang sidang. Padahal di Kejaksaan itu masih banyak orang-orang cerdas, sekarang kalau udah bebas dikasasi lagi, maki-maki Mahkamah Agung, menggunakan cara-cara panggil orang demo di Mahkamah Agung merasa tertekan sehingga dia harus balik keputusan itu kan bukan mau menegakkan hukum,” tuturnya.
Nasruddin menilai tindakan walkout jaksa memperlihatkan ketidakmampuannya dalam membuktikan dakwaan.
“Hanya orang-orang yang berjiwa kerdil seperti itu orang yang punya kemampuan kenapa tidak menghadapi. Buktikan apa yang perlu kau buktikan, dakwaan membuktikan bahwa orang ini bersalah, pengacara membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah. Masing-masing ajukan bukti, jalani saja kalau mau terlihat profesional. Berapa banyak jaksa yang saya sudah temui santai-santai mereka karena dia punya kemampuan,“ ungkap Nasruddin.
Saat dimintai tanggapan mengenai permintaan JPU untuk mengganti ketua majelis hakim, Nasruddin bilang bahwa harusnya jaksanya juga diganti.
“Kalau yang walkout itu, ganti jaksanya. Main fair. Hakim diganti, jaksa diganti, ya sudah. Kenapa takut kalau mau jalankan aturan,” tegasnya.
Nasruddin menduga ada kesalahan dalam dakwaan. Sebagai orang hukum, Nasruddin mengaku sudah tahu terdakwa akan bebas. Tindakan walk out jaksa dinilainya sebagai tindakan memalukan, apalagi sesama institusi negara.
"Saya katakan seperti itu karena ada dugaan kesalahan dalam dakwaan. Tegakkanlah aturan dengan caranya. Ini sangat memalukan di Sulawesi Tenggara ada jaksa yang wolkout. Jangan dikira bahwa walkout itu baik, justru kita malu dengan cara-cara seperti itu,” tambahnya.
Nasruddin juga membeberkan bahwa pasal 185 (1) KUHAP berbunyi, “Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan”.
“Dugaan penghinaan itu adalah kategori contemp of court, penghinaan terhadap pengadilan. Jika tidak mau menghadiri sidang, bisa juga dikategorikan menghalangi proses penyelesaian di pengadilan, jangan mencoreng wibawa pengadilan,” tegas Nasruddin.
Baca Juga: Buntut Vonis Bebas Dua Terdakwa, Persidangan Kasus Alfamidi Belum Dimulai karena JPU Belum Hadir
Ia mengatakan, sebagai aparat penegak hukum, harusnya memperlihatkan kepada masyarakat bagaimana menegakkan hukum dengan cara yang tidak melanggar hukum atau aturan, yakni argumentasi hukum lawannya argumentasi hukum.
“Jadilah aparat penegak hukum yang profesional. Kalau tidak senang dengan pengadilan, ganti saja jaksanya. Di Kejati dan Kejari masih banyak jaksa yang cerdas dan santun. Ada Pak Malino, Pak Tajudin, Pak Rahmat, ada Kasi Intel dan Pidsus Kejari Kendari,” tutup Nasruddin.
Diberitakan sebelumnya, pada persidangan Rabu (15/11/2023), jaksa penuntut umum meninggalkan ruang persidangan sebelum sidang dimulai, diduga karena tidak terima dua terdakwa divonis bebas oleh majelis hakim.
Kedua terdakwa tersebut yakni Syarif Maulana dan Ridwansyah Taridala. Diketahui kedua terdakwa tersebut divonis bebas sesuai fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Divonis bebasnya kedua terdakwa tersebut diduga membuat jaksa penuntut umum baper. Lima orang Jaksa Penuntut Umum (JPU) langsung keluar dari ruang persidangan.
Kemudian pada agenda sidang, Rabu (22/11/2023) kembali ditunda, karena jaksa penuntut umum tidak menghadiri sidang pemeriksaan saksi terdakwa Sulkarnain Kadir.
Kuasa Hukum terdakwa, Baron Harahap menegaskan, meski dengan berbagai alasan ketidakhadiran JPU, persidangan harus tetap berlangsung untuk terdakwa mendapatkan keadilan.
"Dalam hal mereka berhalangan hadir atau tidak mau hadir sebab tidak mungkin proses ini menggantung, sebab hukum acara syaratkan persidangan harus tetap berlangsung, berdakwa harus mendapatkan keadilan," ungkapnya. (A)
Penulis: Erni Yanti
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS