Kapitalisme Gagal Menjamin Kesehatan Mental

Nurhayati , telisik indonesia
Minggu, 14 Juli 2024
0 dilihat
Kapitalisme Gagal Menjamin Kesehatan Mental
Nurhayati, S.S.T, Aktivis Muslimah. Foto: Ist.

" Dulu kondisi orang yang stress dan depresi adalah sesuatu yang dianggap lumrah namun saat ini dipandang sebagai alarm yang berbahaya menunjukkan kesehatan mental yang terganggu "

Oleh: Nurhayati, S.S.T

Pegiat Literasi Kendari

BERBICARA tentang kesehatan mental merupakan isu yang cukup krusial di beberapa tahun terakhir ini. Dulu kondisi orang yang stress dan depresi adalah sesuatu yang dianggap lumrah namun saat ini dipandang sebagai alarm yang berbahaya menunjukkan kesehatan mental yang terganggu. Ujungnya adalah upaya bunuh diri jika dianggap orang yang memiliki sakit mental tersebut tidak memiliki problem solving atas permasalahan yang sedang dihadapi.

Berdasarkan data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Kepolisian RI (Polri), terdapat 287 kasus bunuh diri di Indonesia sepanjang 1 Januari-15 Maret 2024 (katadata.co.id, 23/4/2024). Bali sekarang menjadi sorotan lantaran angka suicide rate nya tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Pusiknas Polri tercatat kasus bunuh diri sebanyak 135 orang, jumlah ini tergolong sangat tinggi dengan jumlah penduduk 4,3 juta jiwa.

Dokter spesialis kejiwaan atau psikiater RSUP Prof Ngoerah, Anak Ayu Sri Wahyuni membeberkan 2 faktor penyebab utama orang melakukan bunuh diri yaitu faktor biologis seperti stress, depresi, skizofrenia, bipolar. Juga faktor psikososial diantaranya terlilit utang terutama saat ini maraknya pinjol dan slot judi online. Dokter Sri juga membeberkan ada kasus bunuh diri di Kabupaten di Bali, pasangan suami istri karena dikejar-kejar oleh debt collector setelah terjerat pinjol (CNNIndonesia, 2/7/2024).

Lemahnya Mental Masyarakat

Dari maraknya bunuh diri menunjukkan akan lemahnya kesehatan mental masyarakat. Secara fakta hari ini kita memang dihadapkan oleh berbagai macam persoalan kehidupan yang tidak ada habisnya. Sebagai contoh faktor ekonomi, bagaimana beratnya pemenuhan kebutuhan kehidupan sedangkan jaminan kesejahteraan sangat sulit didapatkan. Maka orang akan cenderung memilih jalur instant seperti judol dan pinjol. Justru inilah ilusi yang mengantarkan mereka kepada penderitaan yang lebih berat.

 Baca Juga: Perlindungan Terhadap Anak dan Wajah Bangsa

Bukan hanya kebutuhan, hari ini ditengah jebakan kehidupan konsumerisme, menjadikan rakyat sulit membendung hasrat mereka dan tidak mampu membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Hingga orang berbondong-bondong menghalalkan segala cara mendapatkan apa yang mereka inginkan. Bahkan hari ini diberi kemudahan seperti pay later.

Fenomena bunuh diri ini juga menunjukkan gagalnya sistem pendidikan dalam mencetak individu yang bermental kuat, selalu bersyukur dan bersabar dalam menjalani ujian kehidupan. Maka kita lihat hari ini orang-orang unggul secara akademis namun rapuh dari segi mental. Sedikit-sedikit bunuh diri dianggap solusi atas permasalahan kehidupan mereka.

Maka muncul istilah hari ini "generasi strawberry" yang artinya tampakan luarnya dia indah/cantik namun dalamnya dia lembek. Begitulah potret generasi hari ini dihadapkan dengan beban pendidikan juga orientasi materi sehingga mereka tidak siap bertarung dengan kerasnya ujian kehidupan.  

Jika berbicara pada tataran yang lebih kompleks lagi, hari ini kita hidup dalam sistem kapitalisme yang sukses membentuk framing terhadap hidup kita bahwa kunci kebahagiaan adalah terpenuhinya materi dan kepuasan fisik. Sehingga berbagai macam cara dilakukan baik itu dari jalan yang boleh secara norma kemasyarakatan maupun agama maupun yang melanggar keduanya.

Mental Health dalam Pandangan Islam

Kelemahan mental dipengaruhi banyak hal, salah satunya adalah pandangan hidup berdasar sekulerisme kapitalisme. Agama dipisahkan dari kehidupan hanya dipandang mengatur ranah privat saja seperti ibadah. Padahal agama adalah landasan utama dalam mengarungi kehidupan. Jika mereka yakin bahwa sejatinya kehidupan ini adalah arena "memenangkan" ujian dan tantangan.

Baca Juga: Tandus Nilai Agama, Tindak Asusila Marak di Kampus

Allah subhanallah wa ta'ala pun berfirman, "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? (TQS. Al Ankabut:2).

Agama manapun mengharamkan bunuh diri. Dalam Syariat Islam ditegakkan salah satu fungsinya adalah menjaga jiwa, harta, akal dan kehormatan. Bunuh diri dalam Islam terkategori dosa besar sebab kita telah mengambil hak Allah dalam mematikan manusia. "...Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (TQS. An-Nisa: 29).

Islam memberikan jalan untuk mewujudkan lingkungan yang kondusif terhadap kesehatan mental rakyatnya adalah dengan meningkatkan ketakwaan individu. Setiap individu sadar ia sebagai makhluk Allah dan memiliki kewajiban menjaga dirinya dari dosa. Masyarakat pun berperan dalam hal ini yakni amar ma’ruf nahi munkar. Tidak kalah penting dari itu adalah penerapan aturan yang mengikat warga negaranya. Negara akan menutup celah pemicu bunuh diri.

Sebagai contoh, jika pemicunya berawal karena persoalan ekonomi, Islam menerapkan aturan Islam, memenuhi kebutuhan pokok rakyatnya (sandang, pangan, dan papan). Lapangan kerja disediakan dalam rangka mendukung peran laki-laki sebagai pencari nafkah. Ketika pun butuh modal maka negara harus memberikan fasilitas pinjaman dari Baitul Maal. Wallahu ‘alam bishowab. (*)

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga