Kemenaker Diminta Perbaiki Target Sasaran Penerima Bantuan Subsidi Upah

Marwan Azis, telisik indonesia
Senin, 26 Juli 2021
0 dilihat
Kemenaker Diminta Perbaiki Target Sasaran Penerima Bantuan Subsidi Upah
Penyaluran bantuan subsidi upah. Foto: Repro google.com

" Ketua Fraksi PAN DPR-RI ini menyampaikan, beberapa catatan terkait BSU. Pertama, data penerima BSU yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak semuanya akurat "

JAKARTA,TELISIK.ID - Kementeriam Tenaga Kerja (Kemanker) diminta memperbaiki target sasaran dan data penerima Bantuan Subsidi Upah (BSU) tahun 2021.

Hal tersebut disampaikan anggota komisi IX DPR-RI yang membidangi masalah ketenagakerjaan dan kesehatan, Saleh Partaonan Daulay.

Menurutnya, Kementerian Ketenagakerjaan saat ini tengah mempersiapkan peluncuran program BSU tahun 2021.

Program ini perlu didukung dan diapresiasi. Sebab, program ini diharapkan dapat membantu para pekerja dan pengusaha agar dapat bertahan di tengah situasi pandemi yang belum bisa dikendalikan.

"Namun demikian, program BSU ini perlu disempurnakan. Ada banyak catatan terkait pelaksanaan BSU di tahun lalu. Sudah semestinya, kekurangan-kekurangan yang ada tidak terjadi lagi di tahun ini," kata Saleh kepada Telisik.id di Jakarta, Senin (26/7/2021).

Ketua Fraksi PAN DPR-RI ini menyampaikan, beberapa catatan terkait BSU. Pertama, data penerima BSU yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan tidak semuanya akurat.

Menurut keterangan menaker kala itu, ada banyak duplikasi data, rekening tidak valid, rekening sudah tutup, dan ada juga rekening yang tidak sesuai dengan NIK.

Akibat dari kesalahan-kesalahan data ini, BSU yang disediakan tidak terserap secara keseluruhan. Per 14 Desember 2020, realisasi BSU hanya mencapai Rp 27,96 Triliun (93,94 persen) dari anggaran yang disediakan sebesar Rp 29,85 Triliun. Artinya, ada Rp 1,89 Triliun yang tidak tersalurkan dan harus dikembalikan ke negara.

"Anggaran sebesar Rp 1,89 Triliun itu sangat banyak. Pasti banyak kelompok pekerja yang tidak jadi menerima. Padahal, mereka sudah masuk kriteria penerima yang gajinya di bawah Rp 5 juta," imbuhnya.

Kedua, kata Saleh, target sasaran penerima BSU sudah semestinya diperluas. Selain pekerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan, pemerintah semestinya juga memikirkan para pekerja sektor informal.

Sama dengan pekerja yang terdaftar di BPJS TK, pekerja informal ini juga sangat merasakan dampak dari kebijakan PPKM. Penghasilan mereka juga tidak menentu. Bahkan, tidak jarang mereka harus menutup usahanya.

"Sektor informal ini banyak. Buruh bangunan, pedagang sayur, pedagang asongan, juru parkir, penjahit, buruh cuci, sopir angkot, nelayan, petani, dan lain-lain. Mereka dipastikan juga merasakan dampak dari pemberlakuan PPKM," ujarnya.

"Sayangnya, mereka ini tidak terdata dengan baik. Nah, mestinya mereka ini yang juga mendapat bantuan dan perhatian, " sambung alumnus HMI ini.

Dari sisi gaji, lanjut Saleh, target sasarannya sekarang diturunkan. Tahun lalu, pekerja yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Sekarang, yang bergaji di bawah Rp 3,5 juta. Jumlahnya diperkirakan menyasar 8 juta orang. Kalau bantuannya sebesar Rp 1 juta, maka diperlukan Rp 8 Triliun.

Kalau dilakukan pendataan, pekerja informal yang tidak terdata di BPJS Ketenagakerjaan ini banyak yang gajinya di bawah Rp 3,5 juta. Bahkan, kondisi mereka lebih sulit lagi di masa pandemi ini.

Tentu tidak mudah untuk mendata pekerja informal ini. Tetapi, itu adalah bagian dari tanggung jawab kemenaker. Jika mereka dilupakan, akan ada nuansa ketidakadilan dalam pemberian bantuan sosial seperti ini.

Padahal, secara faktual, mereka adalah warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. Dalam Pasal 27 Ayat (2) UUD 1945 jelas dinyatakan bahwa, tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Baca Juga: Ketua DPR Puan Maharani Minta Pemda Tingkatkan Pemantuan Pasien Isoman

Baca Juga: KPK Minta OJK Kendalikan Gratifikasi

Dalam konteks itu, sudah semestinya para pekerja informal ini dimasukkan dalam skema penerima BSU.

Ketiga, ada banyak pekerja yang berstatus TKS (tenaga kerja sukarela) di daerah-daerah yang penggajiannya jauh di bawah UMK. Mereka ini diangkat untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di banyak kabupaten/kota.

Masalahnya, APBD yang tersedia tidak mampu untuk menggaji mereka secara proporsional.

Sama seperti guru honorer, mereka ini juga semestinya menjadi target sasaran. Kebanyakan di antara mereka ini justru bekerja di bidang kesehatan sebagai perawat dan bidan. Di tengah pandemi seperti ini, tenaga mereka pasti sangat dibutuhkan.

Keempat, penyaluran BSU tahun 2020 terkendala oleh waktu. Ketika itu, kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan dibatasi oleh waktu yang sangat mepet. Akibatnya, perbaikan data penerima tidak bisa dilaksanakan sesuai dengan harapan.

"Tahun ini, sebaiknya BSU disalurkan lebih cepat. Semakin cepat disalurkan, maka akan semakin baik. Apalagi, BSU tersebut dapat meningkatkan daya beli masyarakat yang dapat menggerakkan roda perekonomian di lapisan terbawah," tandasnya. (C)

Reporter: Marwan Azis

Editor: Fitrah Nugraha

TAG:
Baca Juga