Kisah Tukang Servis Jam Tangan, Mulai Tergerus Era Modern

Gede Suyana Sriski, telisik indonesia
Jumat, 10 Oktober 2025
0 dilihat
Kisah Tukang Servis Jam Tangan, Mulai Tergerus Era Modern
Satria, tukang servis jam yang masih bertahan di era modern saat ini. Foto: Gede Suyana Sriski/Telisik.

" Ada banyak jenis jam tangan yang dijualnya "

KENDARI, TELISIK.ID - Profesi atau menekuni pekerjaan sebagai tukang servis jam tangan merupakan salah satu pekerjaan yang memerlukan ketelitian dan kesabaran. Biasanya tukang servis jam tangan, di samping melayani perbaikan mesin dan penggantian baterai, juga menawarkan pembersihan dan penggantian tali.

Sudah puluhan tahun, Satria membuka lapak reparasi dan jual beli jam tangan. Setiap hari, pria atau akrab dipanggil Pak Tio itu mangkal di depan Pasar Anduonohu. Satria yang kini sudah berusia 50 tahun mengatakan, usahanya tersebut telah dijalankan keluarganya selama beberapa generasi.

Satria mengatakan, pertama kali ia menekuni usaha itu tahun 80-an. Kala itu, saat masih muda, Satria membuka usaha reparasi jam di rumahnya yang berada di Perumnas Poasia, Anduonohu selama satu tahun. Keahlian dalam membetulkan jam ia dapatkan dari orang tuanya.

"Sudah lama tekuni ini, dari waktu muda, ada sekitar puluhan tahunan, mulai buka jasa reparasi jam tahun 1980 pertama kali di rumah sendiri, setelah setahun baru pindah ke sini. Belajarnya dari orang tua yang sudah turun temurun jualan jam tangan," ujar Satria saat ditemui, Kamis (9/10/2025).

Ada banyak jenis jam tangan yang dijualnya. Tampak, jam tersebut memiliki harga yang bervariasi, dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Baca Juga: Baju Jahitan Ayah Jadi Saksi Dimaz Miftah Faiz, Rebut Juara 1 Fashion Show Putra Putri Tenun Indonesia

"Ini kebanyakan barang-barang original, harga kisaran sampai ratusan ribu sampai Rp 2 juta. Kebanyakan dapatnya dari orang-orang tua dahulu yang jual jamnya," tuturnya.

Menurutnya, terbilang cukup sulit dan dibutuhkan ketelitian dan juga ketekunan untuk membedakan sebuah jam itu original atau tidak.

"Nah kalau itu harus dipelajari lama, nggak bisa cuman spontan mempelajarinya, kalau jam tuh lebih rumit, tidak seperti nyari perbedaan uang kertas asli atau palsu. Tapi kalau sudah paham pasti gampang, cuma melihat saja sudah tahu itu jam ori atau tidak," ungkapnya.

Selama puluhan tahun menekuni profesi tukang servis dan jual beli jam, ada banyak suka duka yang telah ia alami. Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan jam tangan mulai ditinggalkan orang, salah satunya hadirnya gadget yang sudah menyediakan fitur jam digital.

"Yah perbedaanya jauh, dulu perputaran jual beli jam lumayan bagus. Kalau sekarang banyak HP dan banyak persaingan jadi sulit. Dulu saya bisa belanja jam tiga kali dalam satu bulan, itu sekitar tahun 1989-an, sekarang boro-boro, setahun juga kadang nggak pernah belanja, karena sepi pengunjung," tambahnya.

Untuk penghasilannya sendiri, dahulu, Satria bisa mendapatkan penghasilan jutaan rupiah. Namun, sekarang hanya puluhan ribu saja per hari.

Baca Juga: Aksi Kamisan Sultra Peringati September Hitam, Tolak Lupa dan Lawan Impunitas

"Dulu bisa sampai jutaan sehari, tapi sekarang nggak menentu, sehari paling dapat Rp 25.000 sampai Rp 50.000. Kalau ada juga jamnya yang laku baru dapat gede, tapi jarang kebanyakan cuman servis atau ganti baterai," tuturnya.

Meski sudah tidak seramai dulu, Satria masih tetap setia menekuni profesinya. Baginya, di umur yang sudah tidak lagi muda, tidak ada pilihan profesi lain untuk mencari rezeki, selain bertahan menjadi tukang reparasi dan jual beli jam tangan.

"Yah pengen jalani hidup aja, mau usaha apalagi, usaha lain belum tentu paham. Ini kan prosesnya sudah panjang. Anak tiga sudah gede semua, sudah pada punya cucu juga," tutupnya. (C)

Penulis: Gede Suyana Sriski

Editor: Kardin

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga