Konflik Lahan Bandara Maranggo Bergulir, 25 Tahun Tanah Warga Dikuasai Pemerintah Tanpa Kejelasan
Boy Candra Ferniawan, telisik indonesia
Kamis, 12 Mei 2022
0 dilihat
Lahan Bandara Maranggo di Kelurahan Patipelong Kabupaten Wakatobi yang masih disengketakan masyarakat Foto: Boy/Telisik
" Sejumlah warga pemilik tanah perkebunan di wilayah tersebut menuntut keadilan atas status tanahnya yang tak kunjung selesai "
WAKATOBI, TELISIK.ID - Ketidakjelasan status lahan wilayah Bandara Maranggo Kelurahan Patipelong, Kecamatan Tomia Timur, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, terus bergulir.
Buntutnya, sejumlah warga melakukan aksi damai di Polsek Tomia hingga Kantor Camat Tomia. Sejumlah warga pemilik tanah perkebunan di wilayah tersebut menuntut keadilan atas status tanahnya yang tak kunjung selesai.
“Selama ini kami hanya diberi ganti rugi harga tanaman bukan harga tanah. Kami masyarakat bodoh namun karena hak kami diambil maka kami minta keadilan,” ungkap La Molu A, salah satu pemilik lahan, Kamis (12/5/2022).
Dirinya mengaku tidak ada komunikasi setelah ganti rugi tanaman. Pemerintah pun seakan mengabaikan masyarakat dengan melakukan pembangunan tanpa melalui perundingan kembali apakah tanah mereka dikontrak atau dibeli.
“Kami telah melakukan komunikasi dua kali di DPRD serta pemerintah daerah 2 kali. Hanya jawabannya, katanya sudah dibayar. Kami pertanyakan dibayar sama siapa. Kalau dibeli, mana surat jual belinya? Kalaupun dikontrak, mana surat kontraknya? Karena kami merasa belum pernah menerima,” jelasnya.
Sementara itu salah satu pemilik lahan La Arba‘a mengaku bingung dengan persoalan yang sudah bergulir sejak tahun 1998 ini. Ia meminta pertanggungjawaban atas status kepemilikan lahan yang belum jelas, terutama untuk perkebunan miliknya.
Baca Juga: Sidak Kantor Dinas, Pj Bupati Kolaka Timur Apresiasi Kehadiran ASN Pasca Libur Lebaran
“Sudah 25 tahun berjalan, tanah kebun kami menjadi aset pemerintah. Hari ini kami mulai membangun kekuatan untuk meminta pemerintah memberikan penjelasan kepada kami ,” bebernya.
Hal serupa disampaikan oleh La Nasiha selaku pemilik lahan yang 2 tahun lalu digunakan lahannya. Kepada Telisik.id dirinya mengaku saat itu hanya diberikan harga ganti rugi tanaman, bukan harga tanah.
Baca Juga: 17 Desa Wisata di Buton Masuk Jadesta
“Kami tidak bisa lagi beraktivitas. Berkebun hanya bisa di luar pagar. Harapan kami pemerintah selesaikan masalah ini karena tanah kami itu betul-betul belum dibayar. Makanya kami menuntut,” harapnya.
Sebelumnya, sejumlah warga telah melakukan aksi protes pada tanggal 8 Mei 2022 dengan membagun sebuah gazebo atau yang biasa disebut fale-fale oleh penduduk setempat. (A)
Reporter: Boy Candra Ferniawan
Editor: Haerani Hambali