KPU Nilai Cukup Waktu jika Pilkada Dimajukan September 2024

Mustaqim, telisik indonesia
Senin, 25 September 2023
0 dilihat
KPU Nilai Cukup Waktu jika Pilkada Dimajukan September 2024
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian (kanan), saat rapat kerja dan dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu, dan DKPP terkait usulan memajukan Pilkada 2024. Foto: Ist.

" Jika perubahan jadwal pilkada disetujui, maka KPU akan menyesuaikan dengan tahapan yang telah disusun "

JAKARTA, TELISIK.ID – Usulan memajukan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, dari November menjadi September 2024, membuat Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu memperhitungkan ulang kemungkinan perubahan tahapan pilkada.

Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari, tak memungkiri jika perubahan jadwal pilkada disetujui, maka pihaknya pun akan menyesuaikan dengan tahapan yang telah disusun. Dia menjelaskan, pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan umum presiden-wakil presiden (pilpres) akan dilaksanakan 14 Februari 2024.

Mengacu pada Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, kata Hasyim, rekapitulasi dan penetapan hasil pemilu secara nasional paling lama 35 hari terhitung sejak 14 Februari 2024.

“Jadi jatuhnya kira-kira 20 Maret (2024). Sehingga tanggal 20 Maret itu bisa diketahui partai apa dapat suara berapa atau dapat kursi berapa di DPRD provinsi atau kabupaten/kota. Karena itu akan dijadikan bekal untuk pencalonan dalam pilkada,” urai Hasyim kepada wartawan di kantor KPU RI, Jakarta, Minggu (24/9/2023) sore.

Jika pelaksanaan pilkada disetujui menjadi September 2024, Hasyim memperkirakan tiga bulan sebelum itu atau Juni 2024, sudah ada pencalonan kepala daerah. Dia yakin perkiraan ini masih memenuhi waktu hasil perolehan suara partai politik yang akan dijadikan sebagai syarat pencalonan di pilkada.

“Kalo coblosannya jadi September (2024), tiga bulan sebelumnya pada bulan Juni itu pencalonan, jadi masih memenuhi dari segi waktu tentang partai apa dapat suara atau dapat kursi berapa untuk syarat pencalonan dalam pilkada,” ujarnya.

Hasyim memberi gambaran pengalaman Pemilu 2019, dimana sengketa pileg sebagian besar merupakan sengketa antarcalon dan bukan antarpartai. Karena itu, tidak terlalu berpengaruh pada rekapitulasi perolehan suara partai.

“Sehingga kurang lebih kepastian tentang partai apa dapat suara atau dapat kursi berapa di DPRD mana, sudah hampir dapat diketahui pada bulan Maret nanti,” jelasnya.

Baca Juga: KPU Efisiensi Anggaran Logistik Pemilu 2024 Rp 225 Miliar

Merespons usulan dimajukannya jadwal pilkada oleh pemerintah melalui Mendagri, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, menyatakan partainya menolak usulan itu. Namun, dia tetap menyerahkan hasil keputusan jadwal pilkada kepada DPR dan pemerintah.

“Tapi serahkan sepenuhnya ke fraksi-fraksi, apakah disepakati maju atau tetap jadwal itu saya kira nggak masalah sih,” ujar Wakil Ketua DPR RI ini.

Sikap berbeda ditunjukkan oleh Partai Keadilan Keadilan (PKS). Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi (PKS), Mardani Ali Sera, menyinggung adanya muatan politis dari usulan memajukan pilkada.

“Pemerintah punya alasan agar tidak ada kekosongan setelah 1 Januari 2025. Tapi bisa juga dilihat sisi politisnya karena seolah menarik Pilkada 2024 di masa kekuasaan Pak Jokowi,” kata Mardani beralasan.

Masa jabatan Presiden Jokowi akan berakhir pada 20 Oktober 2024. Yakni satu bulan menjelang pelaksanaan pilkada sesuai jadwal yang sudah disetujui sebelumnya.

Karena itu, Mardani mengatakan, usulan pilkada yang dimajukan dibahas di Komisi II DPR. Dia pun menyebut fraksinya ingin masa jabatan penjabat (Pj) kepala daerah jangan terlalu lama.

“Buat PKS kepentingan utamanya agar jangan terlalu lama dan terlalu banyak Pj di seluruh level. Karena bisa mengganggu fungsi pelayanan publik dan pembangunan,” tandasnya.

Komisi II DPR RI sebelumnya sudah menyepakati untuk membahas lebih dalam pandangan Mendagri, Tito Karnavian, terkait usulan memajukan Pilkada 2024 serentak melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Hal tersebut tertuang dalam kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II, Mendagri, KPU, Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di kompleks parlemen, Senayan, pada Rabu (20/9/2023) malam.

"Komisi II DPR RI dapat memahami pandangan pemerintah yang selaras dengan asosiasi pemerintah daerah dan asosiasi DPRD,” demikian bunyi poin pertama kesimpulan RDP.

Tito saat RDP sempat menyoroti kesimpulan terkait kesepakatan Komisi II yang tidak keberatan dengan rencana pemerintah mengeluarkan Perppu untuk percepatan Pilkada 2024.

“Jadi sudah ada keselarasan, kesepakatan dari yang hadir di sini untuk pemerintah mengeluarkan Perppu. Tapi sebelum mengeluarkan itu, substansi dikomunikasikan sehingga akan menghemat waktu juga,” kata Tito.

Menanggapi pernyataan Tito, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan, secara konstitusional keputusan untuk mengeluarkan Perppu adalah hak pemerintah dan presiden. Komisi II tak ingin ada persepsi yang bias dalam pengambilan keputusan.

“Justru menurut saya nanti yang bias, masa DPR menyetujui Perppu diterbitkan? Padahal kan itu haknya pemerintah. Jadi dengan kata memahami saja sebetulnya itu sudah secara tidak langsung kami menganggap kalau perlu ya monggo,” tegas Doli.

Baca Juga: Cetak 1,2 Miliar Surat Suara Pemilu 2024, KPU Distribusi Lewat Zonasi

Berikut materi muatan pengaturan untuk mempercepat Pilkada 2024 yang disampaikan Tito:

1. Antisipasi kekosongan kepala daerah perubahan pasal 201 dan penambahan ayat yang mengatur mengenai:

a. Pelantikan hasil pemungutan suara serentak dilakukan paling lambat 1 Januari 2025.

b. Pemungutan suara dilakukan bulan September 2024.

c. Syarat pencalonan kepala daerah diusung oleh parpol atau gabungan parpol didasarkan pada hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan oleh KPU.

2. Durasi Masa Kampanye

Untuk memastikan tidak terjadinya irisan tahapan antara tahapan pemilu dan pilkada serta mengurangi durasi lamanya keterbelahan masyarakat dan tensi politik daerah yang berpotensi mengganggu stabilitas pemerintahan politik dan keamanan, maka pelaksanaan kampanye diusulkan untuk dipersingkat menjadi 30 hari. Sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap pasal 67 bahwa masa kampanye selama 30 hari.

3. Durasi Penyelesaian Sengketa Proses (Sengketa Pencalonan)

Dalam rangka mempertimbangkan masa kampanye 30 hari serta mengurangi potensi permasalahan dalam penyediaan logistik pilkada, maka durasi sengketa pencalonan harus dipersingkat. Sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap pasal 143, pasal 144, dan pasal 151 bertujuan untuk memangkas durasi penyelesaian sengketa proses pilkada pada masing-masing tingkatan mulai dari Bawaslu sampai dengan pengadilan yang final di TUN (Tata Usaha Negara, red), serta menghapuskan proses penyelesaian sengketa di MA (Mahkamah Agung, red) untuk memangkas durasi penyelesaian sengketa proses.

4. Keserentakan Pelantikan DPRD

Dalam rangka membangun keselarasan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah perlu adanya penambahan Pasal 199A yaitu mengatur mengenai keserentakan pelantikan anggota DPRD. (A)

Reporter: Mustaqim

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Baca Juga