Kuasa Hukum Beber Kejanggalan Kematian Anggota Polri Tersangka Dugaan Penggelapan Pajak
Reza Fahlefy, telisik indonesia
Minggu, 26 Maret 2023
0 dilihat
Tim kuasa hukum keluarga Bripka Arfan Saragih dari kantor hukum JnR Law Firm ketika membuat pengaduan ke Mabes Polri. Foto: Ist.
" Keluarga Bripka Arfan Saragih, anggota Polri yang tewas penuh kejanggalan melalui tim pengacaranya resmi membuat laporan ke Mabes Polri "
MEDAN, TELISIK.ID - Keluarga Bripka Arfan Saragih, anggota Polri yang tewas penuh kejanggalan melalui tim pengacaranya resmi membuat laporan ke Mabes Polri. Tujuannya, meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit membentuk tim khusus.
"Iya, sudah kami buat laporan pengaduan resmi ke Mabes Polri. Kami meminta kepada Kapolri, untuk membentuk tim khusus dan autopsi ulang jasad Bripka Arfan Saragih (AS). Kematian yang bersangkutan sangat janggal," kata tim kuasa hukum, Fridolin Siahaan kepada Telisik.id, melalui telepon selulernya, Minggu (26/3/2023).
Selain itu, tim kuasa hukum juga langsung datang ke Komisi III DPR-RI dan Kejaksaan Agung untuk meminta agar kedua lembaga itu melakukan pengawasan dan menggali informasi kebenaran terhadap kematian Bripka AS.
"Mabes Polri kami minta melakukan autopsi ulang jasad Bripka AS untuk membuktikan apakah Bripka AS memang tewas setelah menenggak sianida, seperti yang diucapkan oleh pihak Polres Samosir," tambahnya.
Tim pengacara juga meminta untuk membuat tim khusus dalam pencarian fakta. Dalam hal ini ada dua poin tambahan, yaitu tim khusus itu untuk autopsi ulang dengan tim independen dan tim laboratorium forensik yang independen.
"Kami minta Bapak Kapolri juga mengusut terkait kasus penggelapan pajak di UPT Samsat Samosir, karena kami mencium aroma dugaan tindak pidana korupsi di situ. Artinya, bisa melibatkan pihak-pihak lain yang berpotensi berperan dalam penggelapan pajak Rp 2,5 miliar itu," terangnya.
Pengakuan pengacara, keluarga Bripka AS mengaku tidak percaya jika Bripka AS tewas karena bunuh diri. Korban diduga sengaja dibunuh agar pihak-pihak yang terlibat dalam penggelapan pajak di UPT Samsat Pangururan tidak terungkap secara keseluruhan.
Sebab, sebelum tewas, Bripka AS sempat merencanakan untuk membongkar kasus itu. Bahkan, korban sudah bercerita dengan istrinya di saat itu juga.
"Jadi, Bripka AS tidak mau kena sendiri. Jadi, dugaan kami jangan-jangan Bripka AS ini sengaja dibunuh untuk memutus mata rantai sistem penggelapan pajak di Samsat Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara. Jangan-jangan memang ada pihak lain dalam kasus ini, sehingga korban diduga dibunuh," tegasnya.
Selain itu, Bripka AS juga telah dipanggil oleh Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman terkait dengan perkara itu, sebelum akhirnya ditemukan tewas.
Baca Juga: Polisi Tewas Dinilai Penuh Kejanggalan di Samosir, Keluarga Minta Kapolri Turun Tangan
"Bripka AS mengaku kepada istrinya, usai dia (Bripka AS) dipanggil oleh Kapolres Samosir, AKBP Yogie Hardiman pada Senin 23 Januari 2023, kemarin. Bahkan, saat itu Bripka AS mengaku telah bersedia untuk dipidana dan dipecat dari kepolisian atas kasus tersebut. Bahkan siap untuk dipenjara, sehingga Bripka AS ingin membuat kasus dugaan penggelapan pajak itu terbuka siapa saja yang terlibat," ungkapnya.
Tim pengacara juga mengungkapkan berbagai kejanggalan terkait kematian Bripka AS. Misalnya, soal lokasi jasadnya ditemukan berada di Kelurahan Siogung Ogung, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir.
"Bripka AS telah pergi dari rumahnya sejak Jumat (3/2/2023) kemarin. Bripka AS diduga nekat mengakhiri hidupnya di hari yang sama. Terus, lokasi korban ditemukan tidak bernyawa itu merupakan tempat yang ramai. Oleh karena itu, kami merasa heran jika tak ada satu pun warga yang melihat jasad korban di lokasi itu dua sampai 4 hari. Sabtu dan Minggu di lokasi itu menjadi tempat liburan masyarakat, banyak yang sering berfoto (berswafoto) di sana. Jadi, tidak mungkin warga tidak melihat di situ ada mayat. Sehingga kami menduga korban dibunuh," tambahnya.
Kejanggalan kematian Bripka AS yang lainnya adalah, handphone korban saat itu sedang disita oleh Kapolres Samosir. Namun, mengapa bisa memesan sianida dengan kondisi alat komunikasi itu disita.
"Keluarga heran, sianida dipesan saat handphone korban disita. Bripka AS memesan sianida melalui aplikasi online pada tanggal 23 Januari 2023. Sementara pada tanggal 23 Januari Hp Bripka AS telah disita oleh Kapolres. Jadi, pertanyaannya siapa yang memesan sianida itu?," herannya.
Dari keterangan pihak kepolisian, sianida itu dipesan oleh Bripka AS dari Bogor, Jawa Barat. Akan tetapi, berdasarkan penelusuran yang dilakukan pihaknya dengan timnya, sianida itu tiba pada Senin (30/1/2023) sekitar pukul 21.49 WIB. Paket berisi sianida itu dipesan dengan tujuan UPT Samsat Pangururan dengan sistem pembayaran COD atau bayar di tempat.
"Sejauh ini keterangan polisi yang terima (paket sianida) almarhum langsung, tapi belum bisa dibuktikan juga mengenai hal itu. sehingga perlu dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai hal itu," tambahnya.
Kemudian, keluarga juga mengaku heran karena paket itu katanya diterima langsung oleh Bripka AS. Padahal, saat itu, kondisi sudah malam dan Bripka AS tengah tidak bertugas.
"Perlu tanda tanya apakah kantor Samsat tersebut buka sampai malam. Apalagi beliau itu bertugas di Samsat di bagian fisik, dia tidak ada malam. Jadi, dinasnya pagi hingga sore," kata Fridolin.
Kejanggalan lainnya juga dirasakan keluarga, saat barang-barang yang ditemukan di sekitar lokasi kejadian atau tempat korban ditemukan tidak bernyawa.
"Menurut istri Bripka AS, ada sejumlah barang yang diduga bukan milik suaminya. Barang tersebut, seperti helm dan sepatu. Jadi, waktu ditunjukkan barang bukti itu (helm) memang sama- sama putih luarannya, tapi yang punya almarhum itu dalamannya warna hitam, mereka (polisi) menunjukkannya itu warna merah. Itu kejanggalan pertama mengenai barang-barang," tuturnya.
Selain itu, sepatu yang digunakan juga sangat buruk. Sedangkan istri korban yakin bahwa sepatu korban itu tidak pernah dijahit.
"Istri korban mengaku mengenal betul barang-barang milik suaminya. Oleh karena itu, dia mengaku heran barang yang ditemukan itu tidak sama dengan milik suaminya. Jadi, itu harus didalami agar semuanya terbukti dan kasus ini bisa terungkap," terangnya.
Terpisah, Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman ketika dikonfirmasi membenarkan bahwa Bripka Arfan Saragih memesan sianida melalui telepon milik pribadinya dan langsung diterimanya.
Baca Juga: Polisi Periksa Ayah Bocah Perempuan Korban Dugaan Malpraktik di Rumah Sakit
"Iya, sudah benar itu. Bripka AS langsung yang menerima racun sianida itu," ungkapnya.
Ketika dipertanyakan mengenai luka di bagian kepalanya dan adanya dugaan dibunuh, Kapolres Samosir membeberkan sejumlah pembelaan.
"Jika Bripka AS diduga dibunuh, pastinya ada tanda-tanda kekerasan di tubuhnya. Misalnya, sianida itu dipaksa agar diminum, pasti Bripka AS melakukan perlawanan dan ada tanda kekerasan," tuturnya.
Ketika dipertanyakan adanya luka memar di bagian kepala Bripka Arfan Saragih, Kapolres Samosir membantah adanya penganiayaan.
"Jika di kepalanya ada luka memar, mungkin karena kepalanya terbentur di lokasi ditemukan tidak bernyawa itu," terangnya.
Sebagaimana diketahui, Bripka Arfan Saragih ditetapkan sebagai tersangka dugaan penggelapan pajak Rp 2,5 miliar dan bekerja tidak sendirian. Saat ini, kasusnya sedang ditangani oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Samosir.
Akan tetapi, setelah kasus ini diselidiki, Bripka AS ditemukan tidak bernyawa di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Senin (6/3/2023). (B)
Penulis: Reza Fahlefy
Editor: Haerani Hambali
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS