Kuasa Hukum Pansus: Kalau Pernah Kuliah di Hukum Pasti Tahu Pemisahan Kekuasaan

Deni Djohan, telisik indonesia
Rabu, 08 Juli 2020
0 dilihat
Kuasa Hukum Pansus: Kalau Pernah Kuliah di Hukum Pasti Tahu Pemisahan Kekuasaan
Kuasa Hukum Pansus dugaan ijazah palsu, Dian Farizka. Foto: Deni Djohan/telisik

" Pengusulan dari fraksi itu sudah ada yang dihadiri 15 anggota dewan atau 3/4 yang hadir dari jumlah 20 anggota dewan. Jika pertanyaan saya apakah itu tidak mewakili komisi terkait dan apakah yang hadir masih kurang dari 3/4, semua itu pasti mewakili dari komisi dan anggotanya dari fraksi. Yang tidak mewakili itu adalah rapat pembubaran pansus melalui RDP yang hanya dihadiri 6 enam anggota. "

BUTON SELATAN, TELISIK.ID - Pembentukan Panitia Khusus (pansus) hak angket DPRD Buton Selatan (Busel), terkait penyelidikan dugaan ijazah palsu milik Bupati Busel, H. La Ode Arusani, terus menuai polemik. Pihak H. La Ode Arusani menganggap pembentukan pansus tersebut inprosedural.

Kuasa hukum pansus hak angket DPRD Busel, Dian Farizka, kembali menjelaskan regulasi proses pembentukan pansus pekan lalu. Menurutnya, semua yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan tatib DPRD.

"Pengusulan dari fraksi itu sudah ada yang dihadiri 15 anggota dewan atau 3/4 yang hadir dari jumlah 20 anggota dewan. Jika pertanyaan saya apakah itu tidak mewakili komisi terkait dan apakah yang hadir masih kurang dari 3/4, semua itu pasti mewakili dari komisi dan anggotanya dari fraksi. Yang tidak mewakili itu adalah rapat pembubaran pansus melalui RDP yang hanya dihadiri 6 enam anggota,” tegas Dian Farizka.

Menanggapi pembelaan kuasa hukum bupati dan anggota DPRD Busel, Imam Ridho Angga Yuwono, yang mengatakan bahwa pembentukan pansus harusnya melalui komisi satu, Dian menantang menyebutkan nama-nama struktur anggota dan pimpinan komisi satu. Kemudian, siapa saja anggota komisi satu yang hadir dalam rapat pembentukan pansus tersebut.

Terkait dengan surat gugatan keberatan yang dilayangkan H. La Ode Arusani dan anggota DPRD Partai PDIP, Dodi Hasri di DPRD, pria berdarah Jawa ini mengaku, secara etika berdemokrasi, dirinya tak sependapat.

"Saya belum pernah menemukan teori dalam hukum tata negara seperti yang bergejolak di Buton Selatan saat ini. Perlu dipahami eksekutif dan legislatif itu mempunyai fungsi check and balance. Kalau orang pernah kuliah hukum itu pasti tahu teori pemisahan kekuasaan (separation of power) yang dikemukakan para ahli seperti Teori Aristoteles, John Locke, Montesquieu maupun Hans Kelsen,” jelas Dian.

Sebelumnya, kuasa hukum Bupati Busel, H. La Ode Arusani dan anggota DPRD Partai PDIP, Imam Ridho Angga Yuwono, menilai, harusnya, pembentukan pansus itu dilakukan melalui komisi satu yang membidangi pemerintahan dan pembangunan. Secara terperinci, hal ini disebutkan pada Pasal 58 ayat (5) Peraturan DPRD Busel No 1/2019. Kemudian, hal itu juga harus melalui musyawarah serta kesepakatan. Dengan catatan anggota pansus harus diisi dengan anggota komisi yang bidang tugasnya cocok dengan tujuan pembuatan pansus.

Baca juga: Bupati dan Anggota DPRD Busel Layangkan Keberatan Soal Pansus

“Mungkin hari ini seluruh Anggota DPRD Busel sudah menerima Permohonan Keberatan yang saya ajukan kepada Pimpinan DPRD. Semoga mereka telah membaca dengan seksama dan menyadari ada kesalahan secara prosedur dan substansi dalam keputusan DPRD Busel No 3/DPRD/2020,” kata Angga sapaan Imam Ridho Angga Yuwono, seperti dikutip di salah satu media lokal, Rabu (8/7/2020).

Ia menjelaskan, Pada Pasal 65 ayat (2) PP No 12/2018 dan Pasal 76 ayat (2) Peraturan DPRD Busel No 1/2019 menyebutkan, Anggota Panitia Khusus terdiri atas anggota komisi terkait yang diusulkan oleh masing-masing fraksi. Karena itu, frasa kata dalam kalimat “Anggota Panitia Khusus terdiri atas anggota Komisi terkait” secara jelas mengamanahkan pengisian komposisi anggota Pansus itu tidak sembarangan. Harus diisi oleh anggota dari Komisi yang bidang tugasnya terkait dengan tujuan pembentukan pansus.

“Fakta yang terjadi malah sebaliknya, seluruh anggota Komisi 1 tidak ada yang masuk dalam komposisi Pansus. Oleh karena itu, saya berharap anggota DPRD Busel bisa menyadari kesalahan itu dan menerima permohonan keberatan untuk mencabut atau membatalkan Keputusan DPRD Busel nomor 3/DPRD/2020," tambahnya.

Menanggapi hal itu, ketua pansus, La Hijira menjelaskan, memang benar bahwa pansus itu diutus oleh fraksi yang duduk di setiap komisi. Namun, komisi yang membidangi itu adalah yang membidangi pendidikan, bukan pembangunan dan pemerintahan. Dan yang membidangi soal pendidikan di DPRD Busel adalah komisi dua, bukan komisi satu.

"Nah, kenapa kita harus teliti itu, karena hal ini menyangkut soal pendidikan. SMP Banti itu menerbitkan alumni dan mendirikan sekolahnya itu tahun berapa, ini semua diteliti. Karena untuk menyesuaikan dengan data yang ada," jelas politisi partai Golkar itu.

Kemudian, lanjutnya, tak ada satu aturan pun yang mengikat menyebutkan bahwa pembentukan pansus itu harus melalui komisi. Disitu hanya disebutkan, pembentukan pansus itu merupakan utusan fraksi yang diutus setiap komisi.

"Jadi saya mau tanya dulu ini, soal ijazah itu menyangkut pendidikan atau pemerintahan. Maksudnya, supaya dia pahami subtansi masalahnya," tutup La Hijira.

Reporter: Deni Djohan

Editor: Haerani Hambali

Artikel Terkait
Baca Juga