Lasalimu Bakal Jadi Kawasan Industri Aspal Buton, Pemdes Lingkar Tambang Bersuara

M Risman Amin Boti, telisik indonesia
Selasa, 22 Februari 2022
0 dilihat
Lasalimu Bakal Jadi Kawasan Industri Aspal Buton, Pemdes Lingkar Tambang Bersuara
Kepala Desa Nambo, Sarman, di area Pelabuhan Nambo, Kecamatan Lasalimu, Buton. Foto: Risman/Telisik

" Pemkab Buton akan mencanangkan kawasan industri pertambangan aspal alam Pulau Buton meliputi wilayah admininstrasi desa Lawele, Desa Nambo dan Desa Suandala di Kecamatan Lasalimu "

BUTON, TELISIK.ID – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buton bakal mencanangkan kawasan industri pertambangan aspal alam Pulau Buton meliputi wilayah admininstrasi desa Lawele, Desa Nambo dan Desa Suandala di Kecamatan Lasalimu.

Menanggapi hal itu, Kepala Desa (Kades) Nambo, Sarman mengatakan, pihaknya sangat mendukung bila dalam wilayah administrasi desa yang dipimpinnya menjadi tujuan investasi pertambangan aspal.

“Mendukung, sepanjang untuk kepentingan masyarakat pada umumnya pasti saya mendukung,” kata Sarman kepada Telisik.id, Selasa (22/2/2022).

Sarman mengatakan, dalam wilayah administrasi desanya ada beberapa pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di antaranya PT Karya Mega Buton (KMB) dan Pelabuhan Nambo yang menjadi pusat bongkar muat aspal.

Menurut Sarman, setiap investasi masuk itu sudah pasti memiliki izin yang lengkap dari pemerintah pusat dan pihaknya tidak memiliki hak untuk mengintervensi lebih jauh tapi kepedulian kepada masyarakat lingkar tambang harus ada.

“Tapi, kalau bisa mereka (perusahaan aspal) pikirkan juga dengan masyarakat sekitar tambang, meskipiun kami di desa tidak bisa mengintervensi lebih jauh, tapi masyarakat kami yang kena dampaknya langsung,” ujarnya.

Sarman mengungkapkan, dalam setiap pengapalan aspal yang keluar melalui Pelabuhan Nambo, dikenakan retribusi. Namun menurutnya, nilainya masih kecil dibandingkan dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan seperti debu dan jalan rusak.

“Untuk saat ini kami di desa mendapat retribusi sebesar Rp 2.500 per ton setiap pengapalan dari rata-rata setiap kapal itu mampu memuat 25-33 ribu ton dalam satu kapal tongkang,” ungkap Sarman.

Kendati demikian, ia menjelaskan, retribusi dalam setiap penarikan tidak diterima pemerintah desa (Pemdes) namun diserahkan langsung oleh perusahaan kepada masyarakat.

“Tapi retribusi itu perusahaan serahkan langsung kepada masyarakat. Jadi kalau di Nambo ini ada kurang lebih 300 Kepala Keluarga (KK). Itu dibagi rata ya, jadinya masyarakat ada yang dapat Rp 200 ribu dan kadang juga Rp 50.000,” katanya.

Olehnya itu, pihaknya pernah mengadakan pertemuan bersama pemegang IUP perusahaan aspal yang menggunakan Pelabuhan Nambo untuk meningkatkan besaran retribusi menjadi Rp 5.000 per ton.

Baca Juga: Dianggap Ilegal, PDAM Muna Hentikan Distribusi Air

“Kita dulu pernah adakan rapat kecil-kecilan dengan pihak perusahaan aspal untuk bagaimana besaran retribusi itu dinaikkan, menjadi Rp 5.000. Pihak perusahaan sepakat tapi kemudian mereka batalkan lagi dan tetap Rp 2.500,” kata dia.

Sarman menambahkan, pihaknya berharap setiap investasi yang masuk mesti harus dibahas bersama dengan Pemdes setempat karena di desa hampir semua rata-rata tidak memahami sistem pertambangan.

Meskipun kata dia, setiap investasi yang masuk dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Iya, investasi tambang itu akan membuka lapangan pekerjaan tapi kami di desa ini selalu hanya mengikut dari atas. Tapi kalau ada masalah, pasti kami yang pertama merasakannya,” jelas Sarman.

Sarman mengatakan, perusahaan aspal kini sudah mulai membangun pabrik seperti PT Kartika Prima Abadi (KPA) di Desa Suandala yang akan segera rampung, sehingga diperkirakan tidak lama lagi membuka rekrutmen tenaga kerja. Atas dasar itu, ia memprediksi akan masuk ribuan orang beraktivitas di kawasan lingkar tambang.

Baca Juga: Gempa di Manggarai Rupanya Terjadi 89 Kali, Warga Reok Tetap Aktivitas Biasa

“Jadi saya berkeinginan dan akan mendukung bila mana pemerintah atau ada forum masyarakat yang ingin menggelar diskusi dan melibatkan semua pihak terutama kami di 3 desa (Lawele, Nambo dan Suandala) pada umumnya Kecamatan Lasalimu supaya kami bisa berkomitmen dengan pihak perusahaan aspal untuk mendapatkan manfaat investasi sebelum aktivitas tambang terbuka secara besar-besaran,” harap Sarman.

Diskusi dimaksudkan agar tanggung jawab perusahaan untuk masyarakat lingkar tambang seperti dana pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan, bisa dinikmati masyarakat.

Diketahui, kawasan industri pertambangan Laguna meliputi Desa Lawele, Desa Nambo dan Desa Suandala. (C)

Reporter: M. Risman Amin Boti

Editor: Haerani Hambali 

Baca Juga