Lawan Kotak Kosong, Komisi II DPR: Preseden Buruk Bagi Pendidikan Demokrasi
Marwan Azis, telisik indonesia
Senin, 10 Agustus 2020
0 dilihat
Politisi PAN yang juga anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus. Foto: Ist.
" Ini menurut saya merupakan preseden buruk dalam rangka pendidikan politik dan pendidikan demokrasi. "
JAKARTA, TELISIK.ID - Seperti Pilkada sebelumnya, Pilkada 2020 akan kembali diwarnai fenemona calon tunggal bakal lawan kotak kosong.
Sejumlah calon tunggal di 31 daerah diprediksi berpotensi melawan kotak kosong pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak pada 9 Desember 2020 mendatang.
Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus mengaku prihatin dengan kondisi tersebut.
"Ini menurut saya merupakan preseden buruk dalam rangka pendidikan politik dan pendidikan demokrasi," kata Guspardi di Jakarta, Senin (10/8/2020).
Dikatakan, Pilkada adalah kompetisi tentang visi dan misi antar kepala daerah. Banyaknya calon tunggal tersebut menyebabkan tidak terwujudnya substansi Pilkada.
"Karena yang dihadapi kotak. Kotak artinya dia tidak punya otak, dia tidak punya visi dan misi, padahal kita punya penduduk terbesar, empat terbesar dunia," imbuhnya.
Baca juga: Pilkada Wakatobi, Arhawi-Hardin Laomo Jajaki Tambah Koalisi
Menurutnya, adanya kemungkinan calon tunggal di 31 daerah tersebut membuktikan bahwa upaya untuk melakukan pendidikan politik dan demokrasi telah mengalami pasang surut dalam memilih pemimpin masa depan. Hal itu juga sebagai pertanda demokrasi tidak sehat.
Ia menyatakan, perlu ada terobosan dilakukan melalui Undang-Undang yang berkaitan Pilkada atau Pemilu.
Fenomena calon tunggal yang melaju sendiri alias menghadapi kotak kosong di Pilkada menambah daftar metode ‘culas’ yang berdampak buruk bagi demokrasi tersebut.
Guspardi mendesak agar cara seperti itu tak dilakukan jika ingin membangun daerah dengan baik.
Ia juga menyebut, kalah dan menang tak bisa dijadikan esensi utama dalam Pilkada. Tapi, menghadirkan khazanah demokrasi yang lurus dan bersih agar tercipta pendidikan politik masyarakat yang baik adalah esensi yang sebenarnya. Tujuannya dari semua itu adalah kesejahteraan masyarakat.
"Kian banyaknya calon tunggal tanda demokrasi yang tidak sehat. Turunkan Threshold untuk Pilkada itu salah satu cara. Syarat 5-10 persen kursi sudah cukup. Itu memudahkan banyaknya partai mencalonkan pasangan. Kita malu, masa yang menjadi lawan bukan yang berotak, tapi kotak," tandasnya.
Reporter: Marwan Azis
Editor: Kardin