Lorong Rupa, Menjual Seni dari Balik Arsitektur Tua Eropa di Kota Tua Jakarta

Mustaqim, telisik indonesia
Minggu, 20 Agustus 2023
0 dilihat
Lorong Rupa, Menjual Seni dari Balik Arsitektur Tua Eropa di Kota Tua Jakarta
Taufan, pekerja seni dari Komunitas Lorong Rupa, melayani pelanggan di pelataran Museum Taman Fatahillah, Jakarta. Foto: Mustaqim/Telisik

" Taufan dan rekan-rekannya di Komunitas Lorong Rupa setiap hari mangkal di pelataran Museum Taman Fatahillah yang berada di kawasan Kota Tua, Jakarta "

JAKARTA, TELISIK.ID - Tangan kanan pria berjaket jeans itu tampak lincah menggerakkan botol plastik kecil berujung jarum hipodermik yang sudah dimodifikasi. Botol tersebut berisi cairan henna (biasa juga disebut sebagai inna atau daun pacar).

Cairan henna itu diteteskan lalu membentuk gambar bintang lima ke permukaan kulit punggung kaki kanan pria lain yang dilayaninya. Pria berjaket jeans itu adalah Taufan. Dia merupakan anggota Komunitas Lorong Rupa, komunitas yang menghimpun beragam pekerja seni yang menjual jasa dari hasil karya seni mereka.

Taufan dan rekan-rekannya di Komunitas Lorong Rupa setiap hari mangkal di pelataran Museum Taman Fatahillah yang berada di kawasan Kota Tua, Jakarta. Mereka menjual karya seni dari balik bangunan-bangunan tua seni arsitektur Eropa.

Taufan menjual jasa karya seni khusus body painting. Motif gambar yang akan dilukis di tubuh tergantung dari pesanan. Meski sudah menyediakan beragam motif gambar di lapaknya, Taufan mengatakan bahwa tidak jarang pelanggan yang datang sudah membawa motif gambar yang sudah disiapkan sendiri.

“Kalau motif gambar itu saya tidak mematok harus begini. Semuanya diserahkan kepada pelanggan. Saya hanya mengikuti keinginan pelanggan,” ujar pria asal Malang, Jawa Timur, kepada Telisik.id, Jumat (18/8/2023).

Taufan, pekerja seni anggota Komunitas Lorong Rupa, menjual jasa karya seni khusus body painting. Foto: Mustaqim/Telisik

 

Begitu pun dengan ukuran gambar, Taufan juga menyerahkan sepenuhnya kepada pelanggan. Terkadang dia memberi masukan untuk ukuran gambar agar tampak lebih proporsional (komposisi seimbang, red).

Taufan sudah 16 tahun menjadi pekerja seni body painting di pelataran Museum Taman Fatahillah. Ia mengaku tidak terlalu sulit menyelesaikan setiap gambar yang harus digambarnya sesuai pesanan. Setiap gambar untuk ukuran kecil dengan motif sederhana, menurutnya, waktu yang dibutuhkan maksimal 15 menit. Sementara ukuran sedang dengan beragam motif, rata-rata 30 menit sampai 45 menit.

Baca Juga: Indonesia Rayakan HUT ke-78, Begini Harapan Masyarakat Wakatobi

Hasil lukisan di tubuh pelanggan dengan bahan henna itu tidak bisa terkena air sebelum benar-benar kering. Pengeringan pun tergantung dari kondisi suhu lingkungan. Umumnya pengeringan itu menghabiskan waktu satu jam setelah pembuatan.

"Baru bisa dibasahi setelah benar-benar kering,” jelas Taufan.

Bagaimana dengan tinta yang digunakan? Dia menjelaskan, cairan yang menjadi bahan dasar dari seni body painting ini tidak berbahaya bagi kulit. Karena bahan dasar henna terbuat dari cairan daun pacar. Cairan ini pun hanya menempel di permukaan kulit, sehingga sifatnya temporer, hanya bertahan sampai sebulan.

Terkait tarif, Taufan mengatakan relatif murah. Untuk ukuran kecil dengan motif sederhana, dia kenakan tarif Rp 35 ribu. Sedangkan ukuran sedang dengan beragam motif, hanya Rp 50 ribu.

Berbeda dengan sketsa, Taufan menjelaskan bahwa seni body painting memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi.

“Kesulitan dalam body painting adalah realis. Karena bahan cairan yang digunakan, bukan pena seperti di sketsa. Melukis secara langsung wajah seseorang pun dan bukan dari media lain, meski itu sulit tapi lebih memberi kepuasaan karena nilai seninya yang tinggi,” jelasnya.

Taufan tidak hanya menyediakan jasa body painting dengan bahan henna. Tapi dia dan sepuluh rekannya dari lima lapak lainnya yang tergabung di dalam Komunitas Lorong Rupa, juga bisa membuat tato dengan bahan dasar tinta dari campuran bahan kimia.

Para pekerja seni di Komunitas Lorong Rupa tidak hanya mereka yang menekuni seni body painting. Ada juga pekerja seni khusus sketsa, lukis, membaca garis tangan, grafir cincin dengan nama, request gantungan kunci, dan bidang seni lainnya.

Pekerja-pekerja seni di Komunitas Lorong Rupa ini, kata Taufan, tidak membawa nama masing-masing. Mereka selalu mengatasnamakan Komunitas Lorong Rupa. Mereka pun resmi terdaftar di Unit Pengelola Kawasan (UPK) Kota Tua, Jakarta. Namun demikian, Taufan dan rekan-rekan sehari-hari tidak dikenakan biaya untuk mangkal di kawasan tersebut.

Mereka hanya diberi tanggung jawab menjaga kebersihan di lokasi masing-masing. Paling dana sukarela dari anggota komunitas (Lorong Rupa, red) per bulan Rp 20 ribu. Itu pun tidak dipaksa.

"Dana itu akan digunakan untuk kami juga, misalnya ada anggota komunitas yang terkena musibah, atau untuk membiayai kegiatan lain komunitas,” jelas Taufan.

 Baca Juga: Manfaat Aplikasi Layda-K yang Dilaunching Dukcapil Kota Baubau

Ketua Komunitas Lorong Rupa, Yance, membenarkan bahwa komunitas ini merupakan wadah berkumpulnya para pekerja seni yang menjual karya seni di pelataran Museum Taman Fatahillah. Komunitas ini didirikan pada tahun 2009.

“Penggagasnya saya sendiri dan rekan lainnya, Egi, yang juga sebagai seniman kroya,” ungkap Yance.

Pemilihan nama Komunitas Lorong Rupa, menurut Yance, muncul dari realitas yang dihadapinya bersama rekan-rekan seniman ketika menciptakan kreasi seni di jalan. Idenya dari jalan itu sendiri, yang seperti lorong.

Yance dan rekan-rekannya di Komunitas Lorong Rupa tidak lama lagi akan mengadakan pemilihan ketua. Pemilihan pun, kata Yance, dilakukan secara demokratis.

“Untuk waktu pemilihan rekan-rekan yang tentukan dan pemilihan ketua juga dari mereka,” tandasnya. (B)

Penulis: Mustaqim

Editor: Haerani Hambali

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS 

Artikel Terkait
Baca Juga