Menerka Peluang dan Keputusan Prabowo Subianto

Efriza, telisik indonesia
Minggu, 24 April 2022
0 dilihat
Menerka Peluang dan Keputusan Prabowo Subianto
Efriza, Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan. Foto: Ist.

" Sejumlah menteri menyatakan keinginannya berniat maju di Pilpres 2024 kepada Jokowi sebagai Presiden "

Oleh: Efriza

Dosen Ilmu Politik di Beberapa Kampus dan Owner Penerbitan

PUBLIK minggu ini memperoleh berita yang menguak sisi istana. Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Panda Nababan menceritakan sekelumit cerita dari balik tembok istana soal ‘persiapan’ pemilihan umum (Pemilu) 2024.

Presiden Jokowi sudah mengumpulkan menteri-menterinya dan bertanya soal hasrat mereka untuk maju Pilpres 2024. Sejumlah menteri menyatakan keinginannya berniat maju di Pilpres 2024 kepada Jokowi sebagai Presiden.

Seperti Airlangga Hartarto, yang menjelaskan ia ingin maju sebagai calon presiden (capres). Kemudian hal yang sama ditanyakan kepada Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, mereka semua menyatakan maju. Hal yang sama juga ditanyakan Jokowi kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani, ia juga menjawab berkeinginan maju sebagai calon presiden.

Ternyata, dari keempat tokoh yang ditanyakan oleh Presiden Jokowi, hanya Menteri Pertahanan Prabowo yang ketika ditanya oleh Presiden Jokowi, bagi Panda Nababan, jawaban Prabowo dianggap tak seluas empat tokoh lainnya. Ketika Prabowo ditanya oleh Presiden Jokowi, jawaban Prabowo adalah “Kalo ada izin bapak,” kata prabowo, seperti diceritakan Panda.

Sekelumit cerita terakhir Prabowo ini sebenarnya menarik untuk dikaji.

Prabowo Mempelajari Pengalaman  

Sepintas pernyataan Prabowo terkesan nyeleneh semata. Padahal jika dicermati, Prabowo cukup cerdas memberikan jawaban bermakna penting dalam politik. Prabowo juga pandai membuat istana galau, antara bangga sekaligus khawatir.

Prabowo juga cukup pandai membuat suasana perpolitikan kembali menyorot kepadanya, menunggu keputusan akhir darinya.

Komunikasi yang disampaikan Prabowo adalah menggunakan bahasa yang sederhana, tetapi menggambarkan sosok dirinya yang beretika. Prabowo menunjukkan sebagai menteri, ia adalah pembantunya Presiden.

Selama menjabat sebagai menteri, maka ia tak bisa sembarangan berperilaku dan mengeluarkan pendapatnya, ini adalah sikap santun dalam memaknai jabatan. Prabowo adalah sosok militer, ia juga memahami struktur hirarki, bahwa Presiden adalah pimpinan tertingginya. Pernyataan Prabowo adalah cermin dirinya yang mengerti etika dan memahami makna jabatan yang dia emban.

Prabowo juga sepertinya telah mempelajari dua kisah yang terjadi di dalam kekuasaan di kala PDI-P berkuasa. Kisah pertama, belum lama terjadi, ketika Jokowi mencopot Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI 2015-2019 yang memasuki usia pensiun pada Maret 2018 tetapi dicopot lebih cepat pada medio Desember 2017.

Disinyalir, pencopotan Gatot Nurmantyo agar memerosotkan peluang politiknya, sebab ia memiliki obsesi maju sebagai calon presiden, dengan lebih cepat dicopot jabatannya maka kesempatan Gatot untuk membangun kekuatan dan pengaruhnya dapat dilemahkan sejak awal, ternyata terbukti Gatot menjadi plesetan dari ‘gagal total.’

Kisah yang kedua, terjadi di era kepemimpinan Megawati Soekarnoputri. Tatkala Megawati memberikan kesempatan kepada calon menteri untuk maju sebagai calon presiden dan menanyakan niat mereka maju. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang saat itu menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan tidak menyatakan niatnya dengan gamblang, bahkan terjadi perdebatan dalam ranah komunikasi dengan Taufik Kiemas dari PDI-P, Taufik menyatakan bahwa SBY adalah jenderal kanak-kanak.

SBY saat itu pandai memainkan intrik politik dengan mengesankan dirinya telah terzalimi, akhirnya membuat namanya semakin meroket. Sejak kejadian inilah, Megawati dan SBY sulit untuk disatukan, seperti layaknya ‘minyak dan air.’

Prabowo sepertinya telah mengambil kisah dari dua sosok pada ranah militer seperti dirinya. Ia memahami hirarki pemerintahan, sosoknya juga begitu kental darah militernya, meski sudah sipil sekalipun sehingga ia menunjukkannya dalam komunikasi yang memahami arti menghormati pimpinannya.

Baca Juga: Menerka Hubungan Tak Harmonis PDI-P, Luhut dan Jokowi

Prabowo sedang Merayu Jokowi

Prabowo memahami bahwa Jokowi akan menjadi ‘king maker’ pada Pemilu 2024 mendatang. Jokowi melalui pernyataannya, saat waktunya tiba akan melabuhkan kapal besar relawan Jokowi yang telah berhasil mengantarnya sebagai presiden, dengan dilabuhkannya kapal besar itu kepada sosok yang dipilihnya.

Prabowo memahami Jokowi sedang mencari sosok yang loyal kepada dirinya, sosok yang potensial untuk menang, serta bersedia melanjutkan program kerjanya. Prabowo sedang berusaha mengambil momen itu.

Beberapa kali pernyataannya mengarah kepada upaya mencari kesempatan tersebut, seperti ia menyatakan melihat kinerja Presiden Jokowi sangat baik, dengan menyampaikan kepemimpinan Presiden Jokowi efektif dalam upaya menangani pandemi.

Ia juga menguatkan kekaguman dan pujiannya dengan menyatakan, kepemimpinan dan keputusan-keputusan Presiden Jokowi cocok untuk rakyat. Prabowo juga menyadari dan telah mencerna adanya hasil survei dari Lembaga Survei dan Poling Indonesia (SPIN) pada Februari 2022 tentang kepemimpinan nasional 2024.

Dalam temuannya bahwa masyarakat masih ingin pemerintahan periode selanjutnya agar arah pembangunan nasional saat ini perlu dilanjutkan, sebesar 51,5 persen.

Semakin menarik hasil survei itu, sosok Prabowo yang mendapatkan rating tertinggi sebesar 20,1 persen (Sindonews.com, 14 Februari 2022). Berbagai asumsi di atas, menjelaskan Prabowo sedang mengayunkan langkah dengan pasti untuk persiapan Pemilu 2024.

Prabowo Pantang Surut

Komunikasi yang disampaikan Prabowo juga sepintas sama dengan bahasa sederhana yang digunakan oleh Jokowi dulu. Ketika Jokowi sebagai gubernur ditanya mengenai keinginannya maju sebagai capres. Jokowi selalu berkelit dengan menunjukkan dirinya tak antusias.

Keputusan dirinya maju sebagai capres, dijelaskannya berada di tangan ketua umumnya Megawati Soekarnoputri, sehingga silahkan tanya ke Bu Mega, itulah Bahasa sehari-hari Jokowi ketika dirinya ditanya soal pencapresan.  

Sekarang hal yang sama dilakukan oleh Prabowo, malah langsung kepada pimpinannya, bahwa majunya ia tergantung izin dari Presiden Jokowi. Berbeda dengan Jokowi kala itu yang melakukan tekanan semata kepada Megawati sebagai ketua umum dari partainya dengan melalui media massa, sedangkan Prabowo langsung berhadapan tatap muka.

Prabowo tentu saja menyadari elektabilitasnya tinggi dalam tiga besar berdasarkan berbagai survei. Tetapi, ia telah tiga kali mengalami kekalahan di Pilpres. Ia dipercaya sudah berhitung dengan matang, dalam merumuskan pilihan terakhirnya untuk maju sebagai calon presiden atau tidak maju tetapi berperan sebagai king maker, ataupun memilih kembali lagi sebagai calon wakil presiden seperti 2009 lalu saat berpasangan dengan calon dari PDI-P.

Ketika mencuat isu istana sedang mencari tahu siapa menteri-menterinya yang niat maju sebagai capres. Tampak ada dua nama dari Gerindra yakni Sandiaga Uno dan Prabowo Subianto. Sandiaga menyatakan siap maju, tetapi memahami terganjal dengan ketua umumnya di Gerindra yakni Prabowo Subianto.

Tetapi dengan Prabowo tidak secara tegas menyatakan niatnya maju, ini membuktikan bahwa Prabowo juga dapat saja memilih sebagai ‘king maker,’ sebab Prabowo hingga kini masih fokus bekerja dan belum juga mengumumkan pernyataan dirinya untuk maju sebagai calon presiden.

Meski begitu, konsolidasi di tingkat partai satu suara mengusung ketua umumnya sebagai calon presiden, Sandiaga memahami hal ini sehingga memilih menahan diri.

Ambisi PDI-P melakukan hattrick dengan tiga kali terpilih sebagai presiden dan sebagai pemenang. Menunjukkan PDI-P perlu hati-hati dalam merumuskan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Pesaing terberatnya adalah Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang keduanya adalah sosok-sosok lawan yang pernah menjungkalkan PDI-P, misalnya, pada Pilpres dua kali pada 2004 dan 2009 yang mana Partai Demokrat melalui keterpilihan dua periode SBY, dan pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu tatkala Anies mengalahkan Ahok dari kubu PDI-P.  

Sosok Prabowo saat ini, bukan saja menarik bagi PDI-P, oposisi, bahkan Presiden Jokowi sendiri. Sebab, Prabowo menjadi magnet tersendiri dengan popularitas dan elektabilitasnya yang masih tinggi, bahkan ia menjadi menteri yang mendapatkan apresiasi serta sentimen positif dari masyarakat. Sehingga, wajar Prabowo saat ini begitu ditunggu keputusannya oleh para politisi.

Meskipun Prabowo sudah beberapa kali kalah, tetapi pengaruh politiknya, kesolidan partainya dan jangan lupakan bahwa partainya sebagai peraih suara kedua terbesar tak bisa diabaikan. Ditambah fakta bahwa pesta demokrasi di Indonesia sejak Pilpres 2009 lalu, tak pernah lepas dari figur Prabowo. Ini menunjukkan Prabowo adalah figur yang potensial, masih menjadi magnet tersediri daya tarik dirinya dan sepak terjangnya masih diperhitungkan pada perpolitikan.

Wajar akhirnya, Prabowo jawabannya singkat, tetapi mengandung banyak makna. Prabowo meminta izin sekaligus secara tak langsung menanyakan kembali soal itu kepada Jokowi selaku pimpinannya di pemerintahan. Ini tentu saja disinyalir membuat Presiden Jokowi dalam hatinya akan tersenyum kecut. Jokowi memahami, ia sebagai ‘king maker’ tak bisa memandang remeh Prabowo.

Sebab, Prabowo juga masih punya kans besar untuk maju dengan elektabilitas dirinya ada dalam tiga besar, malah ia juga dapat menjadi ‘king maker,’ seperti Presiden Jokowi, bahkan Prabowo pengaruh politiknya masih lebih kuat daripada Presiden Jokowi karena Prabowo personalisasi dari partai gerindra sedangkan Presiden Jokowi tidak punya suara di PDI-P.

Baca Juga: Kecemasan Berkomunikasi Calon Pemimpin

Jokowi sebagai ‘king maker’ dapat saja hanya sekadar dipertimbangkan pendapatnya oleh Megawati Soekarnoputri, sebab Megawati yang punya hak prerogatif mengenai pasangan calon presiden dan wakil presiden dari PDI-P.  

Hal yang juga penting diperhitungkan dari sosok Prabowo, jangan lupakan bahwa Prabowo bisa mengomandoi barisan oposisi pemerintahan, seperti dilakukannya pada Pilpres 2014 lalu, Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu, dan Pilpres 2019 lalu. Ini membuktikan Prabowo juga dapat memengaruhi jumlah peta koalisi dalam Pilpres, seperti terlihat pada Pilpres 2014 dan 2019 lalu.

Diyakini sejak peristiwa di balik tembok istana mencuat ke permukaan, Prabowo lebih banyak diperhatikan perilaku dan komunikasinya baik verbal dan nonverbal oleh Presiden Jokowi untuk ke depannya. Sebab Prabowo adalah sosok yang santun, menunjukkan sikap yang baik meski bekerja dengan rival melalui bekerja dengan benar dan baik.

Meski begitu, Prabowo juga calon potensial yang dapat berhadap-hadapan dengan PDI-P, bahkan Prabowo adalah calon yang tak terbebani lagi untuk mengambil keputusan maju atau sebagai ‘king maker’ nantinya. Sepertinya, ia sudah berpikir lebih tenang dibandingkan emosi dan obsesi semata untuk maju lagi di Pilpres 2024 mendatang.

Ini dibuktikannya, ketika ia membuang egonya dengan bergabung ke dalam pemerintahan dan menjadi pembantunya Jokowi yang sebenarnya adalah rivalnya di dua kali pilpres, apalagi juga ditunjukannya dengan kerja berdedikasi, menghormati dan patuh kepada pimpinannya, contoh ini sudah menunjukkan egois diri Prabowo telah dapat diruntuhkannya.

Prabowo sudah semakin handal dalam bergerak di politik pragmatis dalam perpolitikan di Indonesia, ia sudah memahami mengayuh dukungan politik dan membuat masyarakat tetap merespons dirinya dengan nilai positif. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga