Pilihan Antara Sebab atau Akibat

M. Najib Husain, telisik indonesia
Jumat, 01 Mei 2020
0 dilihat
Pilihan Antara Sebab atau Akibat
Dr. M. Najib Husain, dosen FISIP UHO. Foto: Ist.

" Saat ini bisa dirasakan bagaimana sulitnya pemerintah mengatur masyarakat dalam mematuhi protokol pencegahan pandemi corona dalam memutus mata rantai penyebarannya yang hasilnya juga untuk kebaikan masyarakat, mulai dari pentingnya melaksanakan social distancing, physical distancing sampai pada aturan mengikuti Pembatasan sosial berskala besar (PSBB). "

Oleh: Dr. M. Najib Husain

Dosen FISIP UHO 

Konsep komunikasi kesejahteraan, dimana rakyat bukan hanya dipandang sebagai konsumen informasi. Rakyat juga dapat berperan sebagai komunikator politik, pelaku dalam pengambilan keputusan dan produsen bagi penyusunan kebijakan pemerintah (Chusmeru, 2001)

Suatu hari dalam diskusi mahasiswa baru pascasarjana UGM tahun 2009, bapak direktur sekolah pascasarjana Prof Dr. Irwan Abdullah,  ditanya oleh salah seorang peserta kenapa JK bisa kalah di Aceh padahal dia adalah tokoh perdamaian Aceh tahun 2005 yang tidak bisa dilepaskan dari peran beliau yang posisinya sebagai tokoh sentral bagi tercapainya kesepakatan di Helsinski.

Karena hasil pemilihan presiden di Aceh tahun  2009 menunjukkan ketidakberhasilan JK menarik perhatian pemilih di provinsi yang berjuluk serambi mekkah padahal sudah memberikan investasi perdamaian yang biasanya dalam pertarungan politik akan  dijadikan modal awal dalam bertarung di panggung politik. Sungguh ironis karena Pasangan JK-Wiranto hanya memperoleh 4,4 % suara sedangkan SBY-Boediono memperoleh dukungan 93,2%, pada pasangan Megawati-Prabowo 2,4 %.

Jawaban Irwan Abdullah saat itu dengan guyonan ya itulah masyarakat Aceh tidak suka diatur utamanya masalah konflik, makanya mereka tidak suka JK yang mendamaikan mereka sehingga hasil suaranya juga anjlok. Jawaban direktur pasca bisa jadi hanya guyonan tapi kenyataan seperti inilah masyarakat Indonesia, sulit diatur dan selalu melakukan pelanggaran.

Saat ini bisa dirasakan bagaimana sulitnya pemerintah mengatur masyarakat dalam mematuhi protokol pencegahan pandemi corona dalam memutus mata rantai penyebarannya yang hasilnya juga untuk kebaikan masyarakat, mulai dari pentingnya melaksanakan social distancing, physical distancing sampai pada aturan mengikuti Pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Jakarta yang pertama kali melaksanakan PSBB dan sampai saat ini sudah 20 hari jumlah pengendara langgar PSBB masih tinggi, masih ditemukan masyarakat yang tidak menggunakan masker, masih ada perusahaan yang melakukan pelanggaran dan berbagai pelanggaran lain yang dilakukan warga.

Baca juga: Politisi Berempati, Bukan Pencitraan

Jika masyarakat tidak patuh dengan pemerintahnya maka ada yang salah, makanya pemerintah harus dapat jadi tauladan dan role model, sehingga kita perlu mengapresiasi apa yang dilakukan Bupati Konawe Utara (Ruksamin) untuk menjemput secara langsung saudara kita Udin yang lari dari Rumah Sakit Bahteramas dan melakukan isolasi diri di kebun.

Lalu, keharmonisan Gubernur Ali Mazi dan Wakil Ketua DPRD Endang SA dalam memberikan statement di media untuk menolak kedatangan 500 orang TKA asal Tiongkok yang bekerja di PT. Virtu Morosi merupakan sebuah hal yang perlu diberikan apresiasi.

Semoga seirama terus baik di media maupun di lapangan sampai di titik akhir untuk melawan “Jakarta” untuk menolak kedatangan TKA asal cina, biar masyarakat bisa memikirkan yang lain dan tidak perlu dilibatkan pada persoalan para pemimpinnya, sehingga eksekutif dan legislatif jangan membuat panggung masing-masing karena tidak elok.  

Keadaaan ini harus dipertahankan, dengan niat semua usaha ini dilakukan untuk mencegah faktor penyebab yang bisa menyebabkan virus corona makin menyebar di masyarakat Sultra karena data terakhir ada 53 orang yang positif terjangkit virus corona, 2 orang meninggal dan 6 yang sembuh, sehingga hampir semua kab-kota di Sultra sudah masuk zona merah.

Saat ini, dengan kondisi ini wajar jika ada rencana wali kota Kendari dan bupati Muna untuk melakukan PSBB di daerah masing-masing tapi tetap terlebih dulu mempersiapkan kondisi masyarakat agar lebih siap, untuk itu harus lebih banyak melakukan sosialisasi sebelum menerapkan aturan PSBB tersebut, agar tidak menimbulkan lagi kepanikan seperti kejadian kemarin di Kota Kendari.

Jika pemerintah kompak dalam melawan corona, sudah pasti masyarakat juga tenang dan akan mudah diatur karena mereka akan ikut aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, dan tetap ada skala prioritas yang mana harus dikedepankan. Hal ini sejalan dengan jawaban JK saat ditanya oleh Karni Ilyas dalam edisi ILC setelah wabah krisis mengancam (21042020) tentang apa yang harus dilakukan pemerintah saat ini, JK mengatakan yang harus dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah memprioritaskan sebab dari penyebaran pandemi corona dan setelah itu kedepannya baru mengurus masalah ekonomi.

Jawaban JK dilatarbelakangi oleh sikap pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi yang tidak dapat mengatur para bawahannya yang memilih jalannya masing-masing. Sudah cukup masyarakat dipertontonkan drama antara kementerian yang saling berhadap-hadapan antara kementerian kesehatan dengan kementerian perhubungan dalam aturan ojol bisa dan tidak bisa angkut penumpang dan antara kementerian kesehatan dengan kementerian perdagangan dalam jenis usaha yang tetap buka dan tidak buka selama PSBB.

Drama yang lebih aneh adanya perbedaan pusat dan daerah dalam penanganan penyebaran COVID-19, semua drama ini jadi penyebab dan memunculkan distrust pada masyarakat yang sudah pasti bingung dan serba salah mau mengikuti yang mana.  

Buah dari drama yang tidak jelas di negeri ini, bisa kita lihat jumlah yang positif corona di Indonesia saat ini sudah mencapai sepuluh ribu, yaitu 10.118 orang dan sembuh 1.522  orang dan yang meninggal 792 orang pada 34 provinsi dan 310 kab/kota di Indonesia.

Walapun juru bicara penanganan COVID-19 Ahmad Yurianto mengatakan jumlah kasus positif terus bertambah seiring masifnya pemerintah melakukan pemeriksaan di 89 laboratorium di seluruh wilayah di Indonesia.

Sehingga pilihan PSBB setiap daerah di Indonesia atau lockdown kedepan tidak lain merupakan pilihan sebab untuk mencegah dan melawan penyebaran COVID-19 yang belum ketahuan kapan berakhirnya.

Untuk memilih sebab atau akibat bukan hal yang mudah karena sama dengan buah simalakama atau kita tidak memilih salah satu dari pilihan yang dihadapkan di hadapan kita dalam setiap persoalan hidup.

Mahasiswa saya pernah memprotes saya karena saya mengatakan sebaiknya kamu fokus kuliah saja dan jangan memilih diantara para kandidat calon bupati di daerahmu, tapi mahasiswa saya mengatakan kalau tidak menentukan sikap dan tidak punya pilihan itu artinya penakut dan tidak berani ambil resiko, tapi di belakang hari pernyataan ditarik kembali setelah sadar bahwa dunia politik bukan dunia hitam dan putih. (*)

Artikel Terkait
Kelapa

Kelapa

Kolumnis Minggu, 29 Maret 2020
Baca Juga