Black Campaign, Jalan Pintas Menjatuhkan Kompetitor

M. Najib Husain, telisik indonesia
Minggu, 26 Juli 2020
0 dilihat
Black Campaign, Jalan Pintas Menjatuhkan Kompetitor
Dr. M. Najib Husain, dosen FISIP UHO. Foto: Ist.

" Unsur-unsur komunikasi tersebut antara lain komunikator (communicative, source, sender), pesan (message), media (channel), komunikan (communicant, comunicate), dan efek (effect, impact, influence). "

Oleh: Dr. M. Najib Husain

Dosen FISIP UHO  

Kampanye hitam (black campaign) menyerang pada sisi-sisi moralitas, integritas, etika dan nilai-nilai (value) lawan politik. Pelemparan isu, gosip beserta berita yang bernada miring bertujuan menghancurkan nama baik kandidat tertentu. Praktek kampanye politik ini merupakan jalan pintas untuk pembunuhan karakter kompetitor.

Kampanye dalam pilkada merupakan suatu kegiatan komunikasi dimana komunikasi sebagai suatu ilmu memiliki obyek kajian yang bersifat informasi maupun pembentukan sikap politik (political attitude) yang memilki peran yang sangat penting dalam keberhasilan kampanye politik.

Unsur-unsur komunikasi tersebut antara lain komunikator (communicative, source, sender), pesan (message), media (channel), komunikan (communicant, comunicate), dan efek (effect, impact, influence).

Dari kelima unsur komunikasi tersebut maka dalam strategi kampanye ada lima (5) faktor yang harus dikuasai oleh seorang kandidat kepala daerah yaitu who (siapa), says what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada siapa/khalayak sasaran), dan with what effect (dengan efek apa).

Ini merupakan suatu formula yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell seorang ahli politik di Amerika Serikat yang sangat terkenal dalam teori dan penelitian komunikasi massa.

Dalam menyusun sebuah strategi kampanye bagaimana seorang bakal calon kepala daerah membentuk sebuah image atau citra yang baik, apa visi, misi dan programnya sebagai bakal calon kepala daerah untuk memimpin daerahnya, media atau saluran apa yang dapat membuat masyarakat mengenalnya sebagai figur calon pemimpin, dan tentu saja khalayak mana yang akan dituju guna keberhasilan tujuan kampanye yaitu memenangkan pertarungan karena apa artinya bertarung jika kalah, baik dengan kampanye positif maupun dengan kampanye negatif.

Baca juga: Pemilihan Serentak 2020 Nyaris Tak Terdengar

Di masyarakat sering sekali penulis temui orang yang menyamakan kampanye negatif (negative campaign) dengan kampanye hitam (black campaign) padahal itu sangat berbeda.

Kampanye negatif model kampanye yang lebih menonjolkan kekurangan dari lawan politik serta kegagalan yang dicapai. Pesan-pesan yang disampaikan telah memiliki bukti dan telah terbukti di lapangan tentang kegagalan kandidat selama diberikan amanah oleh rakyat.

Dengan kampanye negatif membantu calon pemilih untuk berkesempatan mengetahui calon kandidat secara lebih jelas, lebih lengkap termasuk pada sisi negatifnya. Sehingga Pemilih akan dapat membedakan antara data negatif dan memang benar dan data yang bohong.

Adapun kampanye hitam (black campaign) merupakan model kampanye yang melemparkan isu gosip dan sejenisnya tanpa didukung fakta atau bukti. Kampanye hitam bertujuan untuk menjatuhkan kandidat tertentu. Kampanye hitam merupakan sebuah upaya menyebarkan fitnah atau informasi bohong (hoax) dengan tujuan untuk membunuh karakter seorang bakal calon.

Hoax merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya, dengan kata lain hoax diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi yang meyakinkan tetapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya,  dapat pula diartikan sebagai tindakan mengabutkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi informasi yang benar. (Mansyah, 2017:2 dalam Septanto, 2018).

Hoax atau berita bohong adalah salah satu bentuk cyber crime yang kelihatannya sederhana, mudah dilakukan namun berdampak sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat.

Berita hoax dan ujaran kebencian berkembang di Indonesia, paling masif terjadi pada Pemilu 2019, terutama pada pemilihan presiden dan wakil presiden.

Hasil pengabdian masyarakat yang kami lakukan tahun 2019 fokus pada pemilihan presiden dan wakil presiden menunjukkan ada beberapa faktor penyebabnya, (1) Motif politik kekuasaan yang menghalalkan segala cara menjadikan hoaks sebagai sebuah cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan;

(2) Penyebaran hoax dan ujaran kebencian dilakukan secara terorganisir hal ini dibuktikan dengan tertangkapnya sindikat pembuat dan penyebar hoax; (3) Masyarakat belum memiliki kesadaran sosial dalam menyeleksi berbagai informasi yang didapat melalui media sosial sehingga segala informasi yang didapatkan kebanyakan ditelan mentah-mentah tanpa mengecek kebenarannya;

Baca juga: Politik Injury Time, Parpol Jangan Salah Pilih

(4) Orang-orang atau tokoh-tokoh yang mempunyai banyak pengikut dan pengaruh sering menyalahgunakan pengaruhnya dengan membuat atau menyebarkan opini pribadinya tanpa mempedulikan akibatnya di masyarakat.

Hal ini karena tokoh-tokoh tersebut lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan golongannya sendiri daripada kepentingan nasional; dan (5) Hoax sudah menjadi ladang bisnis dan industri yang menjanjikan.

Pihak-pihak yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya tidak segan-segan mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk membayar seseorang atau sebuah sindikat agar memproduksi hoax dan menyebarkannya ke masyarakat.

Kampanye hitam menyerang pada sisi-sisi moralitas, integritas, etika dan nilai-nilai (value) masyarakat setempat. Pelemparan isu, gosip beserta berita yang bernada miring bertujuan menghancurkan nama baik kandidat tertentu.

Praktek kampanye politik ini merupakan jalan pintas untuk pembunuhan karakter kompetitior dan dari pengamatan penulis saat ini sudah dilakukan oleh beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab.

Cara ini merupakan tindakan yang tidak terpuji dan merugikan para bakal calon, sehingga pihak penyelenggara pemilu dalam hal ini Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bawaslu di 7 (tujuh) kabupaten yang akan melaksanakan pemelihan serentak 2020 harus mengawasi akun-akun para bakal calon dengan cermat dan tegas.

Kelemahan bagi daerah-daerah yang dominan adalah pemilih yang tradisional, sangat mudah merespon kampanye hitam seringkali mempercayai bahkan ikut dalam menyebarkan isu/berita tersebut tanpa ada cek and ricek.

Hal ini disebabkan oleh keterbatasan informasi tentang kandidat yang diketahui oleh para calon pemilih sehingga sangat mudah diprovokasi oleh informasi dan berita yang tidak jelas. Dilain pihak, masyarakat kita pun masih menganut faham paternalistik yang mendalam.

Baca juga: Ribut-Ribut di Parpol, Masih Adakah Edukasi Politik

Artinya apabila yang menyebarkan isu tersebut adalah tokoh terpandang dan disegani dalam sebuah komunitas, maka masyarakat akan percaya tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu.

Oleh sebab itu, para bakal calon di 7 (tujuh) daerah di Sulawesi Tenggara yang akan melaksanakan pemilihan serentak tahun 2020, harus waspada dan jangan menganggap remeh kampanye hitam.

Harus diantisipasi, dan kalau perlu melakukan tindakan untuk memaksimalkan keberadaan media massa baik media online maupun media offline untuk memanfaatkan ruang yang ada dalam memperkenalkan diri masing-masing.

Termasuk gambaran awal visi dan misi disampaikan dengan lebih terbuka menyampaikan kepada publik tentang latar belakang kandidat sehingga publik akan mengetahui siapa bakal calon pemimpinnya kedepan dan tidak mudah dipengaruhi oleh kampanye hitam.

Hasil penelitian yang kami lakukan tahun 2017 di Pilwali Kota Kendari yang didanai oleh Research Centre for Politics and Government (PolGov) Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa efektivitas kampanye hitam yang bertujuan membunuh kompetitor tergantung pada area penyebarannya dan kualitas isu.

Kampanye hitam akan efektif mengubah peta elektoral di daerah yang masyarakatnya belum menentukan pilihan atau swing  voters atau undecided.

Dengan kelicikan dalam menetapkan isu menjadikan isu lebih berkualitas dan akan menjadi materi yang paling sering diperbincangkan dalam ruang-ruang diskusi, baik di warung kopi maupun di dunia maya pada grup-grup Facebook ataupun WhatsApp.

Namun, pada basis suara yang sudah jelas pilihannya biasanya tidak efektif diterpa oleh pesan yang dilempar dalam black campaign. Praktek ini terjadi karena rasa malu itu sudah hilang, orang di kampung saya pernah bilang kalau kamu sudah tidak punya rasa malu, maka pinjamlah rasa malu itu. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga