Revisi UU Pemilu dan Kinerja DPR Tak Greget

Efriza, telisik indonesia
Sabtu, 13 Maret 2021
0 dilihat
Revisi UU Pemilu dan Kinerja DPR Tak Greget
Efriza, Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP). Foto: Ist.

" Langkah awal kinerja DPR pada masa sidang IV ini, tidaklah memunculkan antusias dan optimisme di publik. "

Oleh: Efriza

Direktur Eksekutif Pusat Studi Kemanusiaan dan Pembangunan (PSKP)

SENIN lalu, masa sidang IV DPR resmi dibuka. Amat disayangkan, revisi UU Pemilu dikeluarkan dalam prioritas Prolegnas 2021. Meski telah mengeluarkan RUU Pemilu tetapi DPR tetap akan mengesahkan Prolegnas prioritas 2021 dengan jumlah sebanyak 33 RUU.

Sebab, RUU Pemilu digantikan dengan RUU tentang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Tetapi sayangnya, sampai saat ini DPR belum mengesahkan Prolegnas prioritas 2021 tersebut.

Langkah awal kinerja DPR pada masa sidang IV ini, tidaklah memunculkan antusias dan optimisme di publik. Malah yang dihadirkan di gedung Senayan, memunculkan pesimisme di publik akan kinerja DPR di tahun 2021 bahwa akan lebih baik dari tahun sebelumnya. Padahal, kinerja DPR di masa sidang III sebelumnya, dianggap buruk oleh publik.

Merujuk kepada hasil rilis terhadap kinerja DPR yang dilakukan oleh Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), pada tanggal 7 Maret 2021 lalu. Meski DPR di Masa Sidang III Tahun 2020-2021 kinerjanya relatif pendek, sekitar 17 hari kerja, tetapi hasil kinerjanya tidak sesuai harapan.  

Formappi mengungkapkan dengan bahasa yang kritis, bahwa DPR bekerja dari segi perencanaan buruk, dan hasilnya juga buruk, (hasil rilis Formappi, 7 Maret 2021). Artikel ini ingin menguraikan hasil evaluasi atas kinerja DPR dan sekaligus menyikapi revisi RUU Pemilu.

Catatan Kritis

Kinerja legislasi DPR pada masa sidang III kemarin, dianggap masih melanjutkan tradisi kinerja DPR yang buruk. Sebab, perencanaan yang buruk di bidang legislasi, ini terlihat dari belum rampungnya DPR menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas.  

Meski pada 9 Maret 2021, DPR telah memastikan mengenai 33 RUU sebagai prioritas program prolegnas. Tetapi hingga kini, DPR belum melaksanakan Rapat Paripurna untuk mengesahkan Prolegnas prioritas 2021 ini, yang semestinya jika perencanaannya baik maka pada masa sidang I tahun sidang 2020-2021 sudah disahkan Prolegnas RUU prioritas.

Kinerja DPR dalam bidang legislasi lebih diwarnai oleh kalkulasi politik sempit berupa kepentingan kemenangan di Pemilu oleh masing-masing fraksi, dibandingkan semangat merancang demokrasi elektoral yang baik. Ini bisa dilihat dari penetapan yang sudah dilakukan pada 14 Januari 2021 mengenai Prolegnas prioritas 2021.

Baca juga: Menyikapi Popularitas Presiden Jokowi

Tetapi tiba-tiba terjadi pro kontra antara fraksi-fraksi dan juga pemerintah mengenai revisi UU Pemilu. Hingga akhirnya, pada 9 Maret ditetapkan kembali daftar Proglegnas prioritas 2021, tetapi publik masih menunggu pengesahannya dalam rapat paripurna yang belum terencana waktunya.

Jika kita mengikuti perkembangan Revisi UU Pemilu bahwa pro-kontra terhadap revisi UU Pemilu telah terjadi sejak April 2020 lalu. Lalu, tindakan merevisi UU Pemilu itu akhirnya menjadi sia-sia. Malah terkesan janggal, ketika revisi UU Pemilu tak akan dilakukan pada tahun 2021 ini.

Sempat terjadi upaya tetap melanjutkan revisi UU Pemilu dengan cara mengeluarkan UU Pilkada. Meski pada akhirnya, revisi UU Pemilu tetap dikeluarkan dalam prioritas prolegnas 2021.

Semestinya, DPR tetap konsisten atas apa yang telah ditetapkan dalam daftar prolegnas prioritas. Sayangnya, perencanaan lebih didasarkan kepentingan pragmatis sempit bukan untuk kebutuhan prioritas hukum nasional.

Sehingga, yang terjadi adalah DPR tampak tak berwibawa di hadapan keinginan Presiden atas beberapa RUU sebut saja RUU Pemilu. Akhirnya wajar, jika Formappi mengungkapkan bahwa DPR dalam perencanaan saja buruk, maka hasil kinerjanya pun juga buruk, (hasil rilis Formappi, 7 Maret 2021).

Solusi Atas Revisi UU Pemilu

Jika kita berbicara mengenai revisi UU Pemilu. Maka semestinya revisi UU Pemilu dapat dilakukan oleh DPR dengan pemerintah dalam proses yang tenang, pembahasan yang cermat dan secara menyeluruh.

Ketika revisi UU Pemilu tidak lagi menjadi prioritas Prolegnas 2021, maka sudah selayaknya semangat revisi tak lagi didasari oleh kepentingan Pemilu 2024, tetapi dipersiapkan untuk dilaksanakan pada Pemilu 2029 nanti.

Saat ini di tahun 2021, masing-masing partai semestinya dapat mempersiapkan rancangan revisi UU Pemilu, dengan prosesnya dilakukan pada tahun 2022.

Baca juga: Pertarungan yang Sesungguhnya

Dengan tanpa adanya kepentingan pragmatis menghadapi Pemilu 2024 nanti, semestinya persiapan dan pemantapan revisi UU Pemilu dapat dilakukan berdasarkan untuk merumuskan ketiga hal pokok, seperti pertama, evaluasi dari kebijakan pemilu sebelumnya.

Berikutnya, melakukan reformasi politik untuk penyelenggaraan pemilihan umum, dan ketiga, reformasi kepartaian itu sendiri, (Webinar The Indonesian Institute, 25 Februari 2021).

Semangat merevisi Pemilu selayaknya dirancang untuk Pemilu 2029 nanti, agar rumusan dan pembahasannya tidak lagi didasari semangat hanya untuk kepentingan Pemilu sesaat, melainkan pembahasan dalam kerangka membangun kebutuhan regulasi pengaturan Pemilu yang lebih bersifat komprehensif dan jangka panjang.  

Tatkala pembahasan revisi UU Pemilu dipersiapkan untuk dilaksanakan pada Pemilu 2029, maka semestinya dapat menitikberatkan kepada yang ideal untuk perbaikan-perbaikan sistem pemilu, penyelenggaraan Pemilu, dan sistem kepartaian; bukan untuk dipertukarkan antar kepentingan-kepentingan dari partai-partai politik sesaat saja.

Dalam merumuskan rancangan revisi Pemilu, sudah semestinya tidak lagi bersifat parsial dengan perumusannya pada masing-masing undang-undang. Penulis menyetujui tawaran Mohammad Muras, Anggota Komisi II DPR RI, dari Fraksi Demokrat yang mengusulkan bahwa perlu dilakukannya Omnibus law Pemilu, untuk menggabungkan undang-undang Pemilu, (Webinar The Indonesian Institute, 25 Februari 2021).

Ini menunjukkan perumusan undang-undang terkait Pemilu menekankan berbagai aspek dan lintas kepentingan seperti penggabungan berupa UU Pemilu, UU Partai Politik, UU Penyelenggara Pemilu, dan UU Pilkada.

Sedangkan, mekanismenya dalam merumuskan RUU Pemilu, dapat dilakukan pada tahun 2022 nanti, dengan waktu durasi perancangan dapat saja dilakukan hingga akhir periode anggota DPR 2024 ini. Tetapi, perumusan dan pemantapannya dapat dilakukan oleh partai-partai politik di tahun 2021 ini.

Sehingga demikian, jika dilakukan sejak 2022 dengan tujuan diperuntukkan pada Pemilu 2029 nanti, maka usulan untuk melakukan Omnibus Law Pemilu dapat dilakukan.

Bahkan, diharapkan rumusan yang dihasilkan bersifat komprehensif dan dapat digunakan hingga jangka panjang dengan tujuan menata kebutuhan elektoral lebih baik, bukan lagi didasarkan untuk kepentingan pragmatis partai-partai sesaat saja. (*)

Artikel Terkait
Baca Juga